My Neighbor 3

455 26 10
                                    

***

Minhyun's POV

Dua hari Daniel dan Minnie menumpang di kamarku. Selama itu pula saat malam kami berbincang seperti sebelumnya. Dia menceritakan tempat ia bekerja dan juga menjelaskan kenapa tiap malam ia menitipkan Minnie pada keluargaku, itu karena tiap malam dia memakai waktu malamnya untuk menari di club. Karena tidak enak dengan keluargaku, dia akhirnya berhenti melakukan hobinya itu. Kalau tidak berhenti gadir namanya.

Tidak hanya itu, terkadang ia juga membantuku merangkai kata-kata dalam penyusunan skripsiku saat dia dan keponakannya main ke rumah kami. Dia sangat banyak membantuku dan dia juga tidak segan-segan lagi meminta bantuan untuk menjaga minnie kalau sudah telat berangkat ke kantor. Karena itu, yang awalnya canggung kini menjadi teman dekat.

Tidak terasa tiga bulan telah berlalu, waktunya sidang tugas akhirku tiba, tepatnya besok aku harus sungguh-sungguh menjalankannya. Seharian ini aku mondar-mandir ke sekeliling rumahku sambil menghafalkan apa yang harus ku presentasikan. Jam sudah menunjukkan waktu 9 malam, aku meregangkan diri di pagar balkonku sambil melihat bintang dan menikmati angin malam. Jujur saja jantungku berpacu begitu cepat membayangkan hari esok.

Aku menenangkan diriku dengan memejamkan mata, lalu tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku. Seperti dugaanku, daniel yang memanggil. Dia berada di balkon miliknya. Dia tersenyum ke arahku seperti biasa.

"Besok sidangnya?"

"Iyaaa. Doain ya niel."

"Pasti. Ah, aku punya sesuatu buat kamu"

Iya ini daniel masih aja pake aku-kamu, kadang pake nama kayak anak kecil. Baru kali ini aku ngobrol sama temen sebaya pakenya nama, kalo diliat gemes sih sebenernya. Aku sih menyesuaikan aja ke dia pake aku-kamu atau pake nama, kalo lupa keceplosan gua-lonya, sesuai mood lah ya.

Daniel melemparkan sebungkus sri roti padaku, dia bilang untuk keberuntungan.

"Roti?" Tanyaku.

"besok bakal butuh itu."

Aku melihat bungkusan roti itu dan memperhatikannya.

"Ingat. Kalo jantungmu berdetak cepet. Tarik nafas, tahan, lalu buang, tarik nafas, tahan, lalu buang. Ok?"

Aku mengangguk menurut.

"Semangat! pasti bisa!" Ujarnya terakhir sebelum masuk ke dalam karena tangisan Minnie.

Aku tersenyum karenanya, dia begitu perhatian dan sangat menggemaskan.

***

Hari itu pun datang, aku sudah menunggu di depan pintu. Saking gugupnya aku sampai lapar  ditambah tadi pagi belum sarapan. Aku biasanya tim sarapan, ini karena aku terlalu semangat saja sampai lupa. Lalu aku ingat dengan roti semalam, aku buka lalu memakannya. Perutku setidaknya terisi, makasih Niel, berkatmu perutku merasa lebih baik. Sebelum masuk aku mengambil nafas, menahan, dan mengeluarkannya berulang kali. Setelah itu aku membuka pintu.

.

.

.

"Kenapa A?"

"gimana ce, teman lo ada yang mau ga?" Aku berbicara dengan adikku melalui panggilan telepon.

"udah gua tawarin, mereka semua nolak, katanya nggak suka cowok yang masih kuliah belum kerja."

"Dasar. Kalau gua dapat kerjaan yang bagus awas aja mereka, udah ganteng banyak duit pasti nyesel."

"Jadi lo lulus?"

"IYALAH" Ujarku dengan nada sombong.

"WOAH. ibu ayah udah tau belom?"

"belom. Gua mau kasih kejutan buat mereka, awas aja kalau mulut lo bocor."

My neighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang