Ruangan yang tadinya biasa saja, seketika kini menjadi tegang begitu Joseph datang. Pria paruh baya itu menghela napasnya, menatap putri semata wayangnya yang menunduk menahan tangis, sedangkan di sampingnya Jean mengusap bahu Jessica untuk menenangkannya.
"Karena kau sudah mengetahui semuanya, maka Daddy akan menjelaskan." Joseph menghela napasnya.
Jessica mendongak, menatap Joseph menunggu jawaban.
"Saat itu, ketika kamu masih berumur dua tahun Jason—Daddymu melakukan perjalanan bisnis ke Singapore dan Jesslyn, Mommymu itu menemaninya. Sedangkan kau dititipkan oleh Mom, lalu belum ada dua hari sejak keberangkatan kedua orang tuamu, kau sakit dan itu mengharuskan Mommymu untuk kembali dan mau tidak mau Daddymu harus ikut. Ternyata pesawat yang dinaiki mereka mengalami kecelakaan."
Joseph menghela napasnya. "Bahkan sebelum keberangkatannya, mereka berpesan untuk merawatmu dengan baik, menyayangimu seperti anak sendiri. Seperti sebuah firasat dengan pesan tersembunyi dan ternyata, mereka memang benar-benar akan pergi."
Jessica masih diam, dengan air matanya yang mengalir. Jean memeluk putrinya. "Bukan maksud Mom dan Dad menyembunyikan ini darimu. Karena percayalah, kita bingung bagaimana memberitahukannya, menceritakannya padamu."
"Karena Mom sangat menyayangimu, takut jika kau tidak siap dengan semua ini." Lanjut Joseph.
Jessica memeluk Jean. "Bolehkan Jess ke makan mereka?"
Jean mengusap kepala Jessica, mengangguk. "Tentu boleh, sayang. Kakakmu bisa menemanimu."
"Jack, antarkan Jessica ke makam orang tuanya." Lanjut Jean pada Jack.
Jack yang sejak tadi diam mengangguk. "Ya, Mom."
Langit yang tadinya cerah kini mulai menghitam. Rintikan air hujan mulai turun, tapi tidak membuat Jessica bergerak dari tempatnya. Di sini Jessica sekarang, berjongkok di depan makam kedua orang tuanya. Sedangkan Jack berdiri dengan payung di tangannya.
Jessica memejamkan matanya, menyatukan kedua tangannya meletakkan di depan dada. Buliran bening keluar dari sudut matanya. Wanita itu berdoa. Ia menghela napas, mengusap matanya. Lalu berdiri, menatap Jack mengode pria itu jika dirinya sudah selesai. Jack memeluk bahu Jessica dari samping, menuntun adiknya untuk berjalan menuju mobil.
"Kak, aku lapar," gumam Jessica enggan menatap Jack.
Jack terkekeh. "Baiklah kita akan makan. Kau ingin makan di mana?"
"Aku ingin pizza. Carilah restoran yang terkenal dengan lezatnya di setiap gigitan," ujar Jessica, wanita itu membayangkan setiap kelembutan daging yang menggugah seleranya.
"Oke, sesuai keinginan Tuan Putri."
***
Sejak semua terkuak, Jessica lebih sering diam tidak banyak bicara. Bahkan entah sejak kapan, Jack mulai tidur di apartemennya. Sekamar dengannya. Benar-benar menyebalkan, mentang-mentang ternyata mereka bukan saudara kandung, Jack semakin seenaknya. Tapi tak urung juga membuat Jessica senang bukan main.
Ada sepercik harapan di hatinya. Jessica mulai berpikir, rasanya pada Jack bukan kesalahan. Itu murni perasaan cinta seorang wanita pada pria. Bukan kepada kakaknya. "Makanlah, Jess. Aku tau, kau belum makan sejak semalam." Suara Jack menginstruksi Jessica untuk tersadar dari lamunannya.
Jessica mengangguk, mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. "Kau yang membuatnya, kak?" tanya Jessica menatap Jack yang sedang membenarkan kemejanya.
Jack mengangguk, tanpa menoleh ke arah Jessica. "Aku akan ke kantor, kau baik-baiklah di apartemen. Jika ke butik, kabari aku," ujar Jack sebelum pergi.
Pria itu menatap Jessica, lalu berjalan menghampirinya. Mengecup singkat pucuk kepala Jessica, membuat wanita itu memerah. Jantungnya berdebar kencang.
"Hati-hati," ujar Jessica yang diangguki Jack.
***
Entah sudah berapa jam, Jack berkutat pada berkas-berkas di hadapannya. Pening di kepalanya membuatnya sedikit tidak konsen pada pekerjaannya. Meraih jas untuk dipakai, Jack memutuskan untuk pergi ke kelab. Sebelum itu, Jack menghubungi kedua sahabatnya terlebih dulu.
Kelab.
"Ada perlu apa kau memanggil kita kemari?" Angelo menjatuhkan tubuhnya di atas sofa dengan pandangannya menatap Jack. Sedangkan Daniel memilih untuk menyesap vodka-nya.
Jack menghembuskan napas, melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher. "Entahlah, masalah kantor membuat pekerjaan sangat menumpuk dan itu membuatku lelah. Apalagi semenjak Jessica mengetahui jika dia bukan anak kandung mom dan dad.""Woah, jadi Jessica sudah mengetahuinya?" tanya Angelo heboh.
"Bagaimana dia bisa tau, Jack?" Kini giliran Daniel membuka suaranya.
"Dia tidak sengaja mendengar pembicaraanku dengan Dad," jawab Jack.
Mereka mengangguk serempak. "Lalu bagaimana rencanamu selanjutnya? Mengutarakan perasaanmu yang sesungguhnya pada Jessica?" tanya Daniel.
Jack mengedikkan bahunya. "Aku jadi tidak yakin dengan perasaanku. Entah kenapa aku merasa ....."
"Jangan bilang kau masih mencintai Clara?" ujar Angelo, memotong dengan cepat. "Jika iya, bagaimana bisa kau mempermainkan perasaan Jessica."
"Dia bahkan mencintaimu." Lanjut Angelo.
"Jangan sok tau," gerutu Jack menyangkal.
Daniel terkekeh. "Bukan sok tau. Bahkan kita semua memang tau! Apalagi cara Jessica selalu menatapmu, sangat jelas jika wanita itu benar-benar sudah jatuh hati padamu."
"Bagaimana bisa dia jatuh cinta padaku, dia saja selalu menyangkalnya."
"Bodoh! Pertama, dia menganggap jika kalian adalah saudara kandung. Kedua, mana ada seseorang yang menunjukkan perasaannya secara jelas kepada orang yang dicintai. Apalagi dia tidak tau, apakah kau mencintainya atau tidak."
"Lalu, status kalian yang kakak beradik sebelum dia mengetahui semuanya. Itu juga menjadi sebab dia menahan dan bungkam."
"Inilah susahnya membicarakan soal cinta pada seorang mafia." Lanjut Angelo mengejek. "Kaku, dingin dan tidak mengerti."
Sedangkan Jack menatap Angelo tajam. "Mantan mafia," ujarnya meralat.
Angelo mengibaskan tangannya. "Aku tidak peduli, apakah kau seorang mantan mafia atau bukan."
"Jadi, bagaimana? Apa kau tidak bisa tegas dengan perasaanmu. Bahkan sangat jelas kau juga memiliki perasaan yang sama pada adikmu," gerutu Daniel.
"Aku hanya tertarik. Tidak memiliki perasaan padanya ataupun mencintainya."
"Masih saja mengelak," ujar Angelo mendengus. "Jika kau tidak memiliki perasaan padanya, kenapa kau selalu saja membunuh pria yang mendekati Jessica. Apa kau berniat membuatnya menjadi perawan tua?"
"Bukan begitu—" Jack membela diri, merasa frustasi.
"Sudah, tenangkan pikiranmu. Sepertinya kau butuh liburan," ujar Daniel dengan cepat. Pria itu berdiri dari duduknya. "Aku akan pulang. Istri dan anakku menungguku di rumah," ujarnya sebelum pergi.
"Kau akan pergi juga?" tanya Jack pada Angelo.
Angelo menggeleng ringan. "Aku akan menemanimu. Aku tidak yakin kau akan baik-baik saja di sini tanpa pengawasan."
Angelo bahkan merasa heran dengan sikap Jack yang mengelak perasaannya. Bagaimana bisa, sahabatnya itu buta, padahal dia sudah banyak pengalaman bekelana soal cinta. Padahal, Angelo bisa melihat dengan jelas jika Jessica benar-benar menaruh hati pada Jack. Di sisi lain, Jack juga selalu menghabisi atau mengancam pria-pria yang mendekati Jessica hingga membuat wanita itu tidak pernah lama jika sedang memiliki hubungan dengan seseorang.
Sepertinya memang benar, Jack harus merasakan kehilangan seseorang yang dicintai agar dia merasa sadar akan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet Life Together: Jack and Jessica [Re-Publish]
Romance#Girls Love Series 2 Start: 03 September 2019 "Bitter Sweet Life Together." -Between lust and sin or love-