Ketika Eros menakdirkan Apollo sang Dewa Musik untuk mengejar cinta Daphne sampai ke ujung dunia.
—————————
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Panah itu diarahkannya dengan tajam menuju apel yang tersedia di atas meja. Mata bulannya ikut menyipit mencoba mencari fokus. Mulutnya nampak bergerak menggumankan sesuatu.
Fokusnya tertuju hanya pada apel sebagai objek panahannya kali ini. Angin sepoi yang bertiup ke utara menarikan helaian rambut blondenya.
Apollo atau Lee Jeno dengan segala ketampanannya.
Srett..
Panah melesat cepat di sambut jatuhnya apel dari meja jati berukir tersebut.
Senyum bangga tercetak jelas di figura dewa Olympia tersebut. Gelar dewa panahan nampaknya tak salah disematkan untuknya. Mengingat kemampuan fisiknya yang sempurna.
"Panah mu tak menyentuh tepat di titik pusat apel itu"
Mendengar sebuah suara dari atas, Jeno menoleh.
Yah, si anak panah cinta atau Cupid sedang duduk santai diatas sana.
"Sepertinya panahan ku lebih baik"
Lee Daehwi nama yang tersemat untuknya. Pemuda mungil itu membalik-balikan busur panahnya dengan bangga.
"Janngan bermimpi. Kekuatan ku dengan mu jelas jauh berbeda denganku. Tapi panahmu bisa menjadi sebuah nasib, berhati-hati lah. Anak kecil."
Tepat di akhir kalimat Jeno sedikit terkekeh. Sementara sang lawan menatapnya tajam bahkan jika diilustrasikan mungkin api menyala di mata Daehwi yang tentunya tak dihiraukan Jeno yang asik membersihkan panahannya.
Pemuda mungil itu mengambil panah cintanya, satu panah dengan warna merah muda di arahkan ke Jeno, menyadarinya Jeno menyeritkan dahinya, "dengan siapa kau akan menjodohkanku? Ah tapi baguslah aku tidak kesulitan menemukan jodohku—"
