Kalau bukan karena sawah dan kebun kami, Mungkinkah Kota yang kalian bangga-banggakan itu akan ada ?
Tahun ke tahun Aku memang selalu berpergian dengan kendaraan sederhana beroda dua yang di gerakan menggunakan kakiku sendiri. Berkeliling dari desa ke desa lainnya untuk sekadar melihat pemandangan para petani yang sibuk mengurusi tanaman padi. Warna-warna hijau menjadi teman akrabku, mencari berbagai macam jenis warna degradasi hijau bukanlah hal yang sulit ditemukan di desaku. Suara-suara air yang mengalir deras dan suara-suara hewan tanpa rupanya juga menjadi musik yang selalu kudengar ketika berkeliling menggunakan sepeda ontelku. Sahut sapa dan senyum-senyum warga sekitar yang ramah adalah hiburanku."Mau kemana nduk.."
"Hei, mampir dulu sini..."
"Sini, Ngopi sek.."
Itulah beberapa suara sapa mereka yang paling sering kudengar. Tapi senyum wanita lansia desa dengan rumput dipunggungnya adalah yang paling memicu hasrat rasa senang, pun dengan gadis remaja desanya.
Ku kayuh lagi sepedaku menyusuri sawah-sawah, melewatinya dengan jalan tanah sempit yang sisi-sisnya terdapat rumput pendek.
Sampai suatu ketika kayuhanku terhenti di salah satu kebun karet. Kulihat seorang wanita dengan rok batik coklat yang diikatkan kencang di pinggangnya dengan paduan warna merah muda dan topi kerucut. Ia sibuk menyayat getah putih dengan pelan dan telaten. Raut wajahnya terlihat serius memperhatikan aliran getah putih.
Lama Aku memandangnya, sampai wanita itu tersadar bahwa ada seseorang yang mengamatinya. menengok kekanan dan kekiri membuktikan dugaannya dan pada akhirnya Ia menemukannya. Sekarang arah pandangannya tertuju kepadaku, lantas tanpa berpikir panjang kuberikan kepadanya sebuah senyum perkenalan. Wanita itu perlu beberapa detik untuk mengetahui maksud dari senyumanku. Dilepasnya topi kerucut dan Ia letakan dibagian dadanya barulah Ia balas kembali senyumanku dengan senyumannya.
"Dewi, sini kemari !, makan dulu nak".
Astagaa..Mungkin setelah ini, Aku harus banyak mengucap puji syukur kepada Allah. Bagaimana tidak, sudah disenyumi gratis namanya pula.
Setelah kejadian mengesankan itu. Rasa tidak puas dalam tubuhku seketika memaksa untuk kembali berkunjung ke kebun karet itu. Aku tak dapat membendungnya. Maka untuk kunjungan kedua ini, Aku harus lebih memperbaiki lagi penampilanku dari kunjungan sebelumnya. Dengan hati yang riang Aku seperti orang yang kalap akan cinta, karena memang sebelumnya tak pernah ada rasa sebesar ini tumbuh di hatiku. Ku obrak-abrik lemari baju untuk mencari baju terbaik, namun sangat disayangkan Aku tidak menemukannya. Kebanyakan bajuku hanyalah kaos yang sudah lusuh. Tapi itu bukan berarti Aku harus menyerah begitu saja, Aku masih punya otak yang masih bekerja dengan baik. Hanya dengan waktu satu menit muncul ide briliant. Maka muncul lah ide untuk mencari baju yang layak di lemari ayah. Baru saja membuka pintu lemarinya, Aku sudah menemukan kemeja merah hati yang terlanjur bersih dan terlipat rapih.
Cinta membuat mu menjadi gila. Itulah yang saat ini sedang kurasakan. Setelah Aku mendapatkan kemeja merah hati milik ayah. Aku berniat untuk meminta izin terlebih dahulu tapi itu memakan waktu sebab ia sedang ada di sawah. Maka aku memutuskan untuk meminta izin di tempat, walaupun di kamar ini tidak ada Ayah.
"Yah. Aku pinjam kemajanya ya" Ucapku secara pelan
"Iya, Nak. Pakai saja". Dan kujawab sendiri permohonan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Ketawa-Ketiwi
Historia CortaKumpulan Cerpen tentang sosial dan lingkungan