Prolog

817 60 4
                                    

"Apa?" Pamannya itu langsung terkejut ketika mendengar keputusan Jeno. "Jangan gegabah."

"Bagaimana lagi, Paman?" tanya Jeno, dia sangat khawatir dan sedih. "Aku tidak ingin itu terjadi padanya, dia harus kembali."

"Tapi itu akan membahayakan dirimu." ujar pamannya.

"Membahayakan? Akan lebih menyakitkan lagi jika aku berpura pura tidak tahu dan tidak ingat. Aku ini sahabatnya." jelas Jeno lagi dengan emosi.

Tatapan pamannya meneduh, sejentik senyum muncul di bibirnya. "Baiklah jika itu maumu." final pamannya.

Tatapan Jeno langsung berubah, seperti mengeluarkan cahaya kebahagiaan.

"Tapi kau hanya punya waktu 15 hari." ucap pamannya. "Kau ke sana hanya untuk membawanya kembali, jika kau melebihi waktu itu kau akan sama sepertinya."

"Terjebak waktu? Di masa lalu?" ulang Jeno, pamannya mengangguk.

Jeno berpikir sejenak, dan kemudian dia mengangguk yakin. "Baiklah aku akan membawanya kembali." yakin Jeno.

Pamannya berjalan menuju laci meja di sudut ruangan, dia mengambil sesuatu. Pamannya memberikan sebuah benda bulat dengan tombol di tengahnya. "Tekan tombol itu ketika kau membutuhkanku." 

Jeno mengangguk, "Baiklah, terimakasih, Paman."

"Baiklah ayo ikut." ucap pamannya.

Mereka menuju sebuah alat berbentuk kotak dengan sebuah tombol di luarnya. "Masuklah."

Jeno masuk ke dalamnya. "Hanya lima belas hari ingat." Jeno mengangguk.

Pamannya menutup pintunya dan menekan tombolnya. Tepi alat tersebut menyala biru, dalam alatnya bercahaya putih.

Beberapa saat kemudian cahaya putih itu hilang begitu juga Jeno yang tadi ada di dalamnya.

"Perjalananmu di mulai, Jeno. Lakukan dengan baik, aku harap kamu kembali dan berhasil dengan tujuanmu."

Time [END]✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang