Seperti biasa, sudah jam setengah sebelas dan kafe sudah sepi. Dan seperti biasa, tersisa satu orang yang sudah bisa ditebak siapa dan jelas masih akan tinggal hingga satu atau dua jam ke depan. Padahal dirinya sudah dari pukul 7 menetap di tempat biasanya, dan tidak mengerjakan apa-apa, hanya diam dan beberapa kali memejamkan mata. Mungkin dia sedang memikirkan ide bagus apa yang bisa ditambahkan dalam bukunya nanti.
Barulah saat kafe mulai sepi, laki-laki itu menyesap kopinya dan mulai mengetik di laptopnya. Namun ada yang berbeda kali ini. Jika biasanya sampai pulang laki-laki itu tidak akan bangun dari sofanya, kali ini justru dia pindah ke kursi tinggi di dekat meja kasir. Membuat Naira tidak habis pikir, jadi laki-laki ini serius ingin mencoba? Wah… daebak. Padahal sudah nyaris lewat 1 minggu 3 hari dan tidak tampak adanya pergerakan dari pria ini untuk mendekatinya.
“Bisa aku minta segelas air putih?” serunya tiba-tiba saat Naira sudah setengah jalan menghitung uang di mesin kasir.
“Lia, bisa bantu aku dengan segelas air putih?” ucap Naira setengah berteriak kepada Lia yang ada di dapur. Di jam seperti ini, memang tersisa hanya mereka berdua, dan Naira sudah memulangkan pekerjanya sejak pukul 10, tinggal dirinya dan Lia yang mengurus sisanya.
“Jadi pegawaimu yang menumpahkan cappuccino dingin itu namanya Lia?” tanya laki-laki itu lurus-lurus.
“Aralia Putri Hanum, kau bisa memanggilnya Lia.” Jawab Naira sementara dia terus berurusan dengan mesin kasir.
“Dan kau belum memecatnya?” Naira menghentikan aktivitasnya dan menatap Kemal, “Belum dan tidak akan pernah.”
“Bukankah kepuasan pelanggan itu penting?”
Astaga Tuhan, rasanya Naira ingin mencabut mesin kasir ini dan melemparnya ke wajah Ardian. Namun niatnya segera batal saat Lia menghampirinya dan membawa gelas air putih yang diminta Naira tadi.“Bukan untukku, tapi untuk pelanggan setia kita.” Lia melirik ke arah Ardian yang saat ini sedang mengamati mereka berdua. Lia lalu beranjak dan meletakkan gelas itu tepat dihadapan Ardian.
“Silahkan...”. Laki-laki itu tidak langsung meminumnya, dia mengamati dulu gelas itu sementara Lia merapikan sisa kopi Ardian sebelumnya.
“Ada masalah?” ucap Lia yang sudah tidak gentar lagi saat laki-laki itu terus menatapi gelas air dengan seksama. “Kau tidak berencana meracuni diriku karena meminta atasanmu untuk memecatmu kan?”
“Untuk apa aku mau meracuni pelanggan yang notabenenya sedang mencoba menjalin hubungan dengan atasanku?”
Ardian menaikkan kedua bahunya, “Justru kau baru saja menambahkan satu alasan bagus untuk meracuniku.”
Baiklah, cukup sudah. Awalnya Lia tidak ingin terlibat perkelahian dengan Ardian mengingat insiden kemarin, dia bahkan merasa bersalah sekali pada Naira karena memecahkan gelas itu, tapi lama-lama Lia ikut dibuat dongkol olehnya. Sambil meletakkan nampan dengan kasar, Lia melipat lengannya di dada dan menatap laki-laki itu lamat-lamat.
“Kau tau, aku sungguh-sungguh meminta maaf atas insiden kemarin malam. Aku terlalu terkejut saat menyadari penulis favoritku ada di depanku.
Tapi akhirnya aku menyesali keputusanku menjadi penggemarmu sejak buku pertamamu. Aku mudah sekali jatuh cinta dengan tulisanmu. Tapi setelah sikapmu tadi, tepat di depan wanita yang katanya kau akan mencoba menjalin hubungan dengannya...”Lia melirik ke arah Naira sejenak, lalu mengarahkan jari telunjuknya mantap ke wajah Ardian, “Aku akan mempertimbangkan kemungkinan aku tidak membiarkan atasanku jatuh ke tangan laki-laki sepertimu.”
Ardian terdiam, detik berikutnya dia mendengus sombong ke arah Lia. Sementara Lia mulai mengangkat nampannya kembali ke dapur sebelum akhirnya dia memutar badannya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Euphoria
Teen FictionAku memutuskan untuk bangun hari itu, dan menjadikan mimpi-mimpi itu sebuah kenyataan. Jadi hari itu aku berdiri di hadapannya, dan menawarkan seluruh nyawa dan tubuhku padanya, untuk hidup bersamaku, selamanya... - Penulis