| D

14 9 1
                                    

Entah sudah berapa lama Lia duduk menunggu Naira yang masih sibuk berkutat dengan penata rias. Rencana jam 5 pun mendadak dimajukan satu jam atas kemauan Lia sendiri, berjaga-jaga jika ada kondisi yang memungkinkan mereka bisa terlambat, macet misalnya, atau mungkin drama ribut kecil karena penolakan Naira atas baju yang dikenakannya. Tapi nyatanya memang Naira yang berpostur tinggi dan cocok-cocok saja kalau dipadankan dengan baju model apapun, rasanya Lia ingin memborong semua pakaian itu sekalian agar Naira punya cadangan dress yang bisa dipakai kapan-kapan.

Di tambah lagi gen cantik ibunya memang mendarah daging pada wanita itu, namun karena Naira bukan tipe orang yang memperhatikan penampilan dan memilih gaya berpakaian yang kesannya asal-asalan, semua pesona itu, pesona seorang Kinara terkubur jauh.

Jam di ponsel Lia sudah menunjukkan pukul 18.23 saat Naira menghampiri Lia di tempat duduknya, Lia seperti melihat sisi lain Naira. Naira memang baik hati, walaupun kadang bisa sangat menyebalkan karena suka marah-marah, tapi dia gadis yang ramah. Dan sekarang setelah melewati sebuah proses metamorfosis panjang, dress selutut berwarna putih tulang dengan lengan panjang dan sedikit bordiran bermotif bunga di bagian leher hingga dada membuat wanita ini anggun sekali. Di tambah rambutnya yang dikepang sedemikian rupa hingga menjadi sanggul dan beberapa helai rambut jatuh di depan wajahnya, akan sangat keterlaluan bodohnya Ardian Barata menyakiti wanita ini dan tidak mimisan saat melihatnya.

“Wah bos...” Lia menggeleng-gelengkan kepalanya. “Apa? Apa ini berlebihan?” Naira menundukkan kepalanya sambil badannya bergerak mencoba mengamati penampilannya.
Lia menggeleng-geleng lagi sambil tertawa, “Tidak, kau cantik sekali. Sangat cantik. Akan kubunuh Ardian jika dia meragukan penampilanmu malam ini.”

Naira sedikit tersenyum, entah dia tersenyum untuk apa dia juga tidak tau. Dia hanya merasa senang saja, walaupun agak sulit awalnya karena dia tidak pernah berpenampilan seperti ini sebelumnya. “Baiklah bos, kita harus kembali ke kafe. Jangan sampai laki-laki itu mengomel karena kita tidak ada disana saat dia tiba.”

Jalanan tidak terlalu padat meski di akhir pekan, dan karena letak kafe mereka tadi tidak terlalu jauh dengan pusat perbelanjaan yang tadi mereka kunjungi, mereka sudah tiba saat tinggal 2 menit lagi pukul 7. Kafe jadi ramai saat akhir pekan, dan Naira sebenarnya merasa sedikit keberatan untuk meninggalkan meja kasir karena pegawainya tentu saja harus kerja ekstra saat dia tidak ada. Mungkin Naira akan mempertimbangkan untuk menambah pegawai, sekedar berjaga-jaga kalau ada keadaan ‘darurat’ seperti ini, siapa yang tau keadaan ‘darurat’ ini tidak akan terulang lagi?

Karena Ardian belum datang, Naira memilih beranjak ke dapur dan menyeduh teh kesukaannya, sementara 2 pegawainya yang lain sedang sibuk memasukkan sejumlah kue kering ke dalam toples.

“Wah bos, apa kau berencana untuk pergi kencan hari ini? Kau cantik sekali.” goda salah satu pegawai wanitanya. Naira membalasnya tertawa dan tangannya justru iseng mencomot salah satu kue yang masih hangat itu “Aku tidak berpikir aku pergi berkencan.”

“Tidak berpikir berkencan tapi kau akan makan malam bersama dengan orang tua laki-laki itu.” Sahut Lia tiba-tiba dari ambang pintu yang kemudian disambut godaan lain dari pegawainya. Sementara Naira hanya membalasnya dengan senyum meringis.

“Habiskan tehmu cepat, laki-laki itu sebentar lagi datang.” Ucap Lia yang lalu menutup pintu itu sementara dia masih jadi korban godaan pegawainya. “Bersenang-senanglah bos, aku benar-benar sudah lama menantikan saat-saat seperti ini.”

“Apa maksudmu?” tanya Naira sambil meletakkan cangkir itu di wastafel dan hendak mencucinya namun dicegah oleh pegawainya yang lain, “Sudah tinggalkan saja, biar aku yang bereskan, kau pergilah, dan selamat bersenang-senang.”

Lalu Naira tertawa sambil beranjak keluar dari dapur, “Ingatkan aku untuk mentraktir kalian makan malam.”

Naira yang sudah keluar dari dapur hanya mendengar pegawainya kegirangan, mendengar pegawainya senang adalah sesuatu hal yang berarti bagi Naira, dia membangun kafe ini dengan susah payah. Dan ketika pegawainya merasa betah dan nyaman bekerja dengannya, rasanya menyenangkan sekali.

First EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang