Save Me [You] || One

119 15 0
                                    

Aku buta pertama kali jumpa...

Padahal batin nelangsa ingin pergi sejauh mata memandang mati...

-----

"Hey! stop doing that, dude!"

    Netra saling temu bawah rintik hujan menerpa. Sebuah kesunyian tengah malam tanpa adanya bunyi selain hujan. Menarik benda kilap dengan diagonal tajam di sisi yang sama, melupa segala ketakutan menjadi keberanian teguran dan aksi.

   Tepisan rasanya lebih halus dari pada mengatakan dirinya untuk menjauh, kebalikan. Paranoma dari dalam mata kalut-kalut jadi kerisihan dalam hati. Panas dalam tangan yang membuat pertikaian antar batas, meringisi perbuatan yang kesan frontal. Deduksi apa dan mengapa akan jadi satu dalam pertanyaan.

   Karena gadis ini menatapnya dalam larut diantara hujan.

   Bisalah melawan, memang pria kuat. Gadis ini tak pantang dalam meraih terus tangan pria itu dalam genggam—yang namanya Eve dan yang selalu menghindar. Sampai pada akhir sebuah pencapaian diwujud atas ratapan keyakikan. Netra kehidupan dan kematian yang siap menembakan berbagai pernyataan.

   "Ngapain sih main cutter!? Sudah karatan pula..." keluh kesah gadis itu dalam pengobatannya.

   Kosa kata yang terdengar tidak seenak pada umumnya. Begitulah kacaunya Si Gadis yang langsung menunduk malu. Ya, tepat saat Si Gadis itu diratap heran oleh Eve. Sahut paut dia mengobati tanpa tahu jaket jingga telah ternoda. Jikalau begitu, terkesan ia telah membunuh orang.

   Rasanya hati malah makin kesal melihat ekspresinya—Eve mau saja mengatakannya. Walau terasa pula deja vu mengapa gadis ini bisa dihadapannya. Secara fisik dipandang lumat-lumat, malahan seperti gembel walau hatinya ini selembut malaikat. Yang tak ada sayap dan seenaknya menahan niatan yang telah bulat sempurna.

   —Yang berbeda dari yang hanya bisa menertawai tanpa sebab.

   "Tobat sobatku! Sedalam ini mana akan bisa deperban! Udah tolol, tambah tolol, makin tolol!!!" gumam gadis itu sekasar-kasar sumpah serapah. "E... Eh, b... Bro, k... Ke rumah sakit aja yuk... Y... Ya aku yang bayar t... Tapi jangan judes gitu oke...?"

   Manik biru laut hanya berkedip bingung beberapa kali. Ucapan itu kesannya aneh di telingannya, tapi benar memang, ia perlu ke rumah sakit. Tanpa hitung main baru ingat seberapa dalam dia berusaha menyayat sambil menahan perih bercampur panas. Sebab kata dari depresi yang membuatnya sedikit kesakitan.

   "Betapa kau lemahnya—!"

   Diksi yang perlahan pudar karena rasa sakit. Menyender pelan dalam sebuah sandaran dingin. Debaran yang menakutkan bersama dengan samar keringat dingin bercucuran. Memintai tolong hanya dalam satu ratap kata yang benar-benar hancur. Ia terlalu kena daulat dalam pelaku bunuh diri.

   "Hei...! A... Aduh, M... Mas! Oi...!"

   Dalam satu-satunya sisa tenaga, menyentuh. Merasakan hangat dari sebuah tangan yang memegang pipi. Berderai dalam diam yang menjadikannya laut duka dalam. Hati yang perlahan menginginkan kematian, jauh kandas karena sebuah "rasa" yang sangat hangat.

   "Hei, kau siapa...?"

*****

   Pada akhirnya Eve mengetahui, bahwa gadis surai malam adalah Kizuka Setsunai. Ceria yang jauh berbeda darinya, sisi senyum yang manis dengan kekehannya. Tidak begitu cantik rupanya, hanya kata Eve adalah gula aren. Bandingkan seorang wanita dari Jepang pun jauh, bagai palung dan langitnya.

   Namun betapa malunya dengan segala perbuatan. Jelas hanyalah ucapan kagum yang dikeluarkan dari mulut Kizuka mengenai Eve saat tahu siapa dia. Merasa senang bergejolak seakan lupa tujuan apa tadi dia melakukannya. Larut paut mengingat saat Kizuka dipanggil oleh dokter mengenai kondisinya Eve. Mengherankannya cukup lama sehingga larutnya semakin menjadi.

   Tidak ada alasan jelas.

   Ah? Benarkah? Coba dibuka lagi kenapa aku mau mati...

   Haters?

   "Hahahahahaha, betapa busuk karyamu! Jeleknya pula suaramu! Bagaimana bisa kau hanya andal nyanyi saja~? Betapa lugu menyindir sosial dalam lagu..."

   Aku rasa aku tidak peduli dengan itu, jadi sebaiknya jangan pikir itu. Dan kalau hanya sekadar coba itu alasan paling idiot dalam dunia pem-bunuh dirian diri. Kalau lah memang aku memikirkannya, harusnya perasaan itu makin sakit.

   Eve...

   Aku harus tahu alasannya...

   Kenapa...?

   Hei, aku mau mati karena aku mau 'kan...?

   Kehilangannya seakan bahwa itu adalah hal terpenting. Linglung mengenai sebagaimana alasannya ingin mati. Menarik perlahan rambut hingga rontok. Raut depresi nan membingungkan nya. Menatapi cermin dan berjalan ke arahnya.

   Karena aku nggak tahan 'kan...?

   "Ayah tak bangga kau jadi seperti ini, Eve..."

   "Pekerjaan macam apa ini? Apa kau tak punya pekerjaan yang lebih normal seperti harapan Ibu?"

   "Kak, Kakak kenapa sih? Aneh banget. Mending kalau gini terus sebaiknya nggak usah diniatin. Udahan aja, jadi gembel sekalian."

   Tapi kenapa...?

   Alasannya...

   "PRANG!!!"

   Serasa nggak valid...?

   Kalau saja bukan karena suara, maka Eve tidak akan berhenti. Ia hanya akan terus mencelakainya sampai darahnya tak tersisa. Dia diam, dia terus diam sambil main perang batin. Buta oleh bagaimana perasaan mengenai kematian. Jerat hukum hidup dan jerat dari alasan kematian yang membuat dirinya masuk dalam kebingungan abadi.

   Igau tak dihirau. Tangan segera menarik dalam sebuah pelukan yang nyaman. Menyadar sebuah jiwa yang tengah pergi memikir alasannya. Menutupi sepasang mata yang hanya bisa menitikan derai demi derai air mata. Kalau pun hancur, maka bahu yang akan tersedia dalam sebuah kesunyian akan menjadi jawabannya.

   "Kau tak perlu mengatakannya kau merasa gimana, kau cukup menutup mata sekarang..."

   Nggak—

   "Kau merasa sedih bukan...?"

   Kata-kata bullsh*ts...

   "Maka... Ceritakanlah..."

   Hentikan

   "Kau punya seseorang..."

   Cukup

   "Untuk meluapkannya 'kan...?"

   Kizuka Setsunai, gadis aneh nan mengerikan. Tak tanggung derai air mata ditanggungnya. Siapalah ia Eve tak mengetahuinya yang sebenarnya, tapi...

   Bahu ini, Eve hanya butuh ini...

.
.

A/N:
HALU MACAM APA INI!?
AAAGHHH, UDAH AH, MALU :")


  

Save Me [You] || EveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang