- Petak Umpet -

90 12 6
                                    

Kita tidak akan pernah bisa bersembunyi dari takdir.

🥀

Taehyung menghela nafas lega dan kembali menikmati lollipop favoritnya, setelah melihat perempuan kesayangannya tengah bersandar di kepala ranjang sembari melamun. Tatapan mata kosong khas miliknya menandakan bahwa dia baik-baik saja—setidaknya itu yang pasti akan dia katakan ketika orang lain bertanya bagaimana keadaannya.

Cairan krystaloid menetes pelan dari sebuah tabung yang tergantung pada tiang di sisi ranjang yang sedang ditidurinya. Cairan itu melaju pelan melalui selang bening ke arah vena sang gadis.

Taehyung masih menahan tubuhnya pada celah pintu yang dia buka sedikit. Memperhatikan bagaimana perempuan yang setahun belakangan ini  menjadi prioritas dalam hidupnya.

Bahkan beberapa saat lalu, tanpa berpikir panjang, dia meninggalkan mata kuliah umum yang harus ia hadiri untuk perbaikan nilai semesternya, hanya demi melihat keadaan seorang Bae Irene yang sedang terbaring lemah di klinik kampus.

"Masuklah!" Gadis itu tiba-tiba membuka suara, membuat Taehyung sedikit terkejut. Ternyata gadis itu menyadari kedatangannya.

Dengan lollipop di dalam mulutnya, Taehyung melangkahkan kakinya masuk ke ruangan kecil bersekat tirai putih itu dengan senyum mengembang, setelah mendapat izin dari sang pasien.

"Diet lagi? Huh?" Taehyung membuka percakapan. Sedang yang ditanya hanya melempar tatapan dingin tanpa ekspresi.

Taehyung mendudukkan dirinya pada pinggiran ranjang, membuat ranjang besi lapuk itu berderit nyeri.

"Jangan diet lagi! Kumohon!" Ucapnya seraya mengelus tangan pucat milik Irene. "Apalagi kalau niatmu hanya karena memenuhi tuntutan Tuan dokter itu," lanjutnya.

Irene menghempas lembut jemari taehyung yang sebenarnya memberi kehangatan untuknya, sudah lebih dari setengah jam ia terbaring lemah karena hal konyol—menahan lapar hanya demi bentuk tubuh sempurna menurutnya.

"Berhenti mengaitkan semua yang aku lakukan dengan orang itu! Ini keinginanku sendiri," ujar Irene dengan tegas namun masih terdengar lemah.

Sergahan dari Irene membuat Taehyung membuang nafasnya. Melelahkan memang mengahadapi wanita keras kepala dihadapannya ini.

"Kau tau aku adalah salah satu, atau mungkin satu-satunya orang yang peduli dengan kesehatanmu. Bukan perkara gemuk atau kurus, tapi Rene, setahuku, kamu itu mudah lelah, gampang mengantuk, bersahabat baik dengan minuman manis, dan  tak bisa dipisahkan dari cemilan—" Taehyung mengambil nafas untuk melanjutkan kalimat panjangnya yang lebih terdengar seperti dengungan suara nyamuk di telinga Irene.

"Kupikir diet tidak akan jadi solusi yang baik untuk perut donatmu," lanjutnya sembari mengelus-ngelus perut Irene yang memang terasa agak sedikit berisi sekarang.

Irene membiarkan sejenak jemari nakal Taehyung bermain di atas perutnya yang tertutup selimut belang-belang khas klinik dan rumah sakit, sebelum akhirnya dia membuka selimut yang membungkus tubuhnya itu, lalu dengan kasar mencabut selang infus yang tertancap di punggung tangannya. Segera ia gantung ujung selang tersebut pada tiang yang menggantung ujung satunya agar cairan kristaloid itu tidak sampai menetes dan berceceran dilantai.

Jarinya yang satu menggapai laci dibawah meja kecil, di samping ranjang tiang infus. Mencari plester untuk menutupi bekas tusukan jarum pada pembuluh venanya.

Sebagai mahasiswi tingkat akhir di universitas Yonsei ini, ia sangat tahu seluk beluk klinik kampusnya itu, karena pada semester 5 masa perkuliahannya, dia sering bertugas menjadi asisten dokter jaga di klinik kampusnya tersebut.  Terlebih lagi karena kakeknya merupakan salah satu dari pendiri kampus yang terkenal dengan jurusan kedokterannya ini.

Satu ruangan dengan tiga sekat menggunakan tirai putih. Dua lemari cukup besar. Satu untuk menyimpan beberapa peralatan pertolongan pertama dan obat ringan. Dan yang satunya lagi untuk seprei dan selimut ganti, yang sering dibiarkan kosong, karena sebenarnya seprei jarang diganti kecuali setelah ada noda darah atau obat yang tumpah.

Setelah berhasil memasangkan plester pada tangannya, Irene mencoba duduk di tepian ranjang. Kakinya yang tak cukup panjang untuk menyentuh lantai, diayunkannya ke depan dan ke belakang. Tangannya bergerak mencabut lolipop yang sudah separuh habis di mulut Taehyung. Lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.

Taehyung tersenyum melihat betapa menggemaskannya seorang Bae Irene. Sisi lain Irene seperti ini tidak ada yang pernah tahu, selain dia dan ibu yang melahirkan gadis itu, tentunya.

"Jangan diet-diet lagi. Kumohon!" mengambil jemari Irene dan mengusapnya lembut. Sedang yang dibelai hanya diam sambil menikmati lollipop hasil rampasannya dari mulut Taehyung tadi.

Taehyung melipat sebelah kakinya dan menundurkan tubuh hingga punggung Irene berada dihadapannya, yang kemudian dia tarik agar bertemu dada dan bahunya yang senantiasa menjadi sandaran paling nyaman untuk sang pemilik punggung, Irene.

"Lagian menurutku, mempunyai perut yang agak berlemak itu, tampak sexy," sambil memainkan lipatan perut milik Irene. "Aku jadi punya mainan baru."

Irene memejamkan matanya sembari menikmati lollipop dan sentuhan-sentuhan dari jemari Taehyung yang nampak gemas dengan perut donatnya. Lollipop itu manis, menjadi lebih manis lagi ketika itu adalah sisa dari Taehyung—menurut Irene.  Itulah yang sering mereka lakukan ketika saling menginginkan. Karena, lebih dari setahun saling mengenal, skinship mereka hanya sebatas pelukan penenang, tak pernah lebih, tak pernah bisa lebih.

Dua pemimpi besar dalam klinik kecil itu tengah menikmati lamunan mereka masing-masing. Namun suara keributan dari luar membuat mereka tersadar.

Sayup-sayup mereka mendengar suara yang begitu familier di telinga mereka. Dengan sigap, Irene meraih tasnya dan menarik serta lengan Taehyung untuk segera mengikutinya masuk ke bilik lain untuk bersembunyi di dalam lemari kosong tempat penyimpanan selimut dan seprei.

"Bae, kau baru siuman. Pelan-pelan!" Ujar Taehyung.

Hanya dengan satu kedipan panjang dengan telunjuk yang disimpan didepan bibirnya yang masih tampak pucat. Taehyung tau bahwa dia harus segera diam.

"Aku cuma pingsan karena lapar, bukan lumpuh!" bisik Irene begitu pelan.

Dari celah kecil yang berada di lemari tersebut mereka melihat seorang laki-laki yang begitu mereka kenali sedang memarahi seorang perempuan. Jika dilihat dari pakaian yang dikenakannya, perempuan itu sepertinya adalah seorang perawat yang sedang jaga di klinik kampus itu.

Suara makian lelaki itu masih terdengar meskipun mereka sudah berada di luar ruangan. Irene menghela nafas lega.

Namun, persembunyiannya belum berakhir sebab orang yang paling dihindarinya itu masih berada diluar.

Tiba-tiba Taehyung menyalakan pemantik yang ia bawa dalam sakunya. Membuat setitik terang pada ruang gelap nan sempit itu. Matanya dengan jelas bisa melihat tatapan was-was Irene. Seperti seekor rusa yang bersembunyi dari kejaran singa.

"Sampai kapan kita akan bermain petak umpet seperti ini?" bisik Taehyung.

Irene mendekatkan wajahnya ke arah Taehyung dan cahaya yang dibuatnya. Matanya yang tajam menembus jauh ke dalam hati Taehyung. Membuat degup tak beraturan dihatinya.

Adegan tatap-tatapan itu terjadi cukup lama dan berakhir begitu saja ketika Irene meniup pemantik yang tadi menerangi tempat persembunyian mereka. Dan lalu perlahan memundurkan kembali wajahnya masih dengan wajah dingin dan ekspresi yang sulit ditafsirkan. Menggantikan degup di hati Taehyung menjadi sebuah jarak dan kekecewaan.

Meskipun dalam kegelapan, dia tau tak akan pernah ada jawaban yang keluar dari bibir perempuan itu. 

LET'S PLAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang