- Bermain Peran -

83 12 5
                                    

Kebohongan satu akan melahirkan kebohongan yang lainnya.
-pepatah lama-

🥀

Deru mesin potong kayu yang tengah menyala tidak membuat Jimin berhenti menceramahi Taehyung tentang kisah asmara sahabat sejak masa zigotnya, yang tidak sehat.

Kening Jimin berkerut sempurna. Semua saran yang ia ungkapkan lebih dari separuh waktu mata kuliah ini, nyatanya tidak sedikitpun berbekas di benak Taehyung. Taehyung tetap pada pendiriannya, mengejar cinta Bae Irene, yang jelas-jelas tidak akan pernah bisa ia dapatkan.

"Tae, kau harus ingat siapa Bae Irene itu! Dia tidak pantas untukmu,"

Taehyung menegakkan badannya, tangannya bergetar. Ia berbalik dengan tatapan tak suka atas apa yang baru saja sahabatnya itu katakan.

Hening diantara mereka. Hanya deru mesin yang belum selesai digunakan masih meraung-raung.

Jimin terkesiap dengan tatapan Taehyung. Ia terkaget sendiri dengan makna dari kalimat yang baru saja ia ucapkan. Ingin rasanya ia memukul mulutnya sendiri. Dua tangannya ia simpan di dada dengan telapak menghadap Taehyung. Mengantisipasi kalau-kalau Taehyung hendak memberi pelajaran pada mulut lancangnya yang sudah memberi label tidak baik pada Irenenya.

Dengan terbata dan tergesa Jimin berkata "Maksudku Irene itu berada di atas. Tak mudah untuk  dijangkau. Elegan, cerdas, berkelas dan ... " Jimin menghela nafas lega, setelah Taehyung berbalik, melanjutkan pekerjaannya kembali.

Sebelum memasang kembali kacamata pelindungnya, Taehyung berkata "Bagian mana dari diriku yang tidak pantas untuknya'? Dia cantik, Aku tampan. Dia cerdas, aku pintar. Materi? Kupikir, kami berada pada jajaran yang sama," Taehyung setengah berteriak mengadu suara dengan mesin.

Taehyung nyaris frustasi dengan pekerjaannya, tiga bulan belakangan ini dia selalu meminjam peralatan dari workshop kayu hanya untuk membuat biola khusus untuk Irene. Namun selalu saja ada yang kurang, entah itu bentuknya yang kurang presisi, atau lubang nadanya yang tidak pas. Ia hanya berhasil membuat biola mini untuk dijadikan gantungan kunci.

Bagaimana pun Taehyung hanya seorang mahasiswa arsitek tingkat medium. Tangannya yang halus hanya bersentuhan dengan pensil dan mebuat sketsa. Tak terbiasa dengan mesin berat penghalus kayu seperti ini.

Dengan modal cinta dan tutorial membuat biola dari media sosial, dia mencuri waktu untuk membolos dari perkuliahan terakhirnya dan berakhir di workshop kayu ini, salah satu tempat praktik anak teknik sipil, yang dia pinjam untuk mewujudkan niatnya.

"Taehyung, ada yang mencarimu," teriak seseorang dari luar.

Taehyung mematikan mesin yang sedang ia gunakan. Melepas kacamata pelindung dan dua sarung tangan tebal yang membalut tangannya. "Siapa?" Tanyanya.

"Sang Dewi dari fakultas kedokteran," jawab pria di luar sana sambil menaikturunkan alisnya, menggoda Taehyung.

Taehyung menyatukan ujung jempol dan telunjuknya membentuk suatu bulatan tanda 'oke'.

Taehyung bergegas keluar ruangan tanpa memedulikan Jimin sedikitpun.

Ia mengajak Irene ke tempat yang lebih nyaman untuk berbincang. Jauh dari riuh suara mesin dan kepulan debu dari potongan kayu yang sedang dihaluskan.

"Jadi nanti kamu jadi tukang kayu?" Tanya Irene polos.

Taehyung tersenyum. Dia tahu Irene tidak se-clueless itu hingga menanyakan hal-hal yang tidak penting dan terkesan polos. Irene hanya sedang mencari topik perbincangan.

LET'S PLAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang