Bab 24

13.3K 552 80
                                    

Pagi itu yang seharusnya adalah akad nikah ku dengan Sachi berganti dengan akad nikahku dengan Karin, yang berwalikan sang kakak laki-lakinya karena sang Ayah sudah tiada.

Kakak Karin yang juga berprofesi sebagai dokter hanya saja tinggal di Jawa Timur, sehingga malam sebelum pernikahan, beliau sudah di hubungi oleh Karin dan di pagi harinya beliau sudah tiba di rumahku.

Berawal pertemuan ku dengan nya, dia sangat membenciku tetapi dia juga melihat sang adik yang juga bersalah akhirnya dia tak ingin banyak berkomentar lagi, dia bersedia menjadi wali dan setelahnya terserah kami berdua untuk selanjutnya.

Mungkin sang kakak dari Karin sudah sangat mengenal sang adik.

Setelah pernikahan, dan pesta pernikahan pun tetap berlangsung karena memang sudah terlanjur orang tua menyebarkan undangan, hanya saja orang-orang yang mengenal Sachi banyak bertanya-tanya bagaimana bisa pengantin wanita nya berubah.

Kedatangan Hendra dalam pernikahanku, sungguh di luar dugaan ku, dia tetap santai memberika ku selamat, bahkan tak ada rasa marah sekali, padahal aku sudah menyakiti sang sahabat.

Entah karena profesional atau ada hal lain yang Hendra sembunyikan, tetapi sungguh aneh Hendra yang selalu ada untuk Sachi itu tak marah kepadaku.

Hingga acara pernikahan berakhir tak sekalipun aku berbicara dengan Karin, dan Karin sendiri pun juga merasa bersalah kepadaku, karena dahulu saat kami menjadi partner sudah sepakat bahwa tak akan melibatkan perasaan, dan Karin pun bilang kepada kalau dia menggunakan alat kontrasepsi.

Malam itu di dalam kamar, yang seharusnya adalah malam pengantinku dengan Sachi berganti dengan malam kelam bagiku.

Karin membuka suara, bahwa dia akan mengajukan cerai saat Kinkan bisa memiliki akta kelahiran, karena di Indonesia memang surat itu sangat penting bagi anak saat nanti dia masuk kedunia pendidikan.

Aku sanggupi permintaan Karin, aku sendiri juga hanya mencintai tak mungkin akan nyaman saat harus hidup dengan orang yang tak kita cintai, aku juga tak mau lari dari tanggung jawab, kucoba mendekatkan diri dengan Kinkan bagaimana pun surat yang di tunjukkan Satria kemarin benar asli bahwa aku ayah biologis Kinkan, dan mulai saat ini kebutuhan materi bagi Kinkan adalah tanggung jawabku.

Dua hari kami tinggal di Solo, bunda terlihat begitu kecewa denganku, bahkan sejak sore dimana keruncuhan yang terjadi, Bunda tak sepatah katapun mau bicara denganku, bahkan saat sungkeman setelah akad nikah, bunda tak memberikan doa apapun hanya berdiam diri menerima sujudku.

Karin pun merasa tak nyaman berada dalam tengah-tengah keluarga ku, seandainya saja ini Sachi pasti mbak dela sudah menggoda kami membahas malam pengantin.

Akhirnya kuajak Karin kembali ke Jakarta, bagaimana pun sekaran Karin dan Kikan adalah tanggungjawab ku orang yang harus kubuat nyaman dan kulindungi.

Malam hari kami tiba di Jakarta, menempati apartemen miliku, sementara waktu Karin dan Kikan menempati kamar miliki karena kamar yang satunya belum ada tempat tidurnya.

Menunggu hingga pagi aku sudah tak sabar, ingin segera kutemuai Sachi, aku ingin menjelaskan tentang kesepakatan ku dengan Karin yang akan bercerai hingga Kinkan mendapatkan surat akta kelahiran, karena Kikan yang sudah berusia dua tahun sehingga agak begitu panjang prosesnya nanti apalagi surat nikahku pun belum jadi, karena kemarin masih berisi nama dari Sachi bukan Karin.

Pagi sekali belum sempat kuajak Karin sarapan, lebih dulu kuajak Karin berkunjung ke kediaman Om Erix.

Tapi kekecewaan bahkan sakit hatiku semakin dalam ketika mendapatkan penolakan dari Sachi, dia tetap dengan gaya sok tegar ya memintaku untuk bertanggung jawab atas Karin an KiKan bahkan dia mengusirku dari rumahnya.

Jodohku Duda (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang