Bab 8

12.8K 640 58
                                    

Hari-hariku berjalan seperti dokter yang lainya, jika pagi praktek poli, kemudian visite, jaga, operasi.

Hubungan ku dengan Niko semakin dekat, setiap minggunya kami akan menyempatkan untuk jalan berdua mulai dari ke pantai, bahkan nonton film dan kadang kalanya kami menyempatkan makan malam atau makan siang di waktu jam istirahat, seperti siang ini.

Kami janjian untuk ketemuan di salah satu cafe yang baru saja dibuka oleh salah satu chef ternama yang sering berseliweran di TV.

Karena jalanan begitu macat di jam istirahat siang seperti ini, aku menjadi kasian jika Niko harus menjemput ku terlebih dahulu, sehingga kami kini janji bertemu untuk makan siang.

Memasuki cafe , Niko lebih dulu sudah duduk di salah satu sudut cafe.

"Ci" Niko melambaikan tanyanya dan tersenyum kearahku, senyumanya kini mulai membuat jantungku berdegup.

Bersalaman denganya kemudian kududuk di bangku depanya, agar lebih nyaman ketika kami mengobrol sambil makan nanti.

Kubuka buku menu yang di berikan oleh Niko, kuteliti banyak yang tak kumengerti menu-menu nya.

"Kamu tadi pesan apa nik?" Kini tak lagi loe gue, sudah mulai berkembang menjadi aku kamu.

"Nih" Niko menunjukkan spageti dan jus jeruk. "Nggak ngerti soalnya yang lain itu apa" lanjutnya dengan terkekeh.

Akhirnya kupesan seperti pesanan Niko, karena aku pun sama tak ngerti dengan yang lainya.

Menunggu pesanan datang, Niko mengajaku membahas tentang lamaran sekaligus pertunangan kami yang akan di adakan tiga hari lagi.

"Suka nggak kalau ini" Niko menyerahkan ponselnya yang layarnya menunjukkan sebuah cincin permata yang cantik.

Belum sempat kujawab masih mengamati layar ponsel, datanglah saka dengan riang nya menyapa kami.

"Kakak" teriaknya lantang kemudian berlanjut menyapa Niko dan mencium tangan kami berdua.

"Saka sama siapa kesini?" Biasanya mami yang menjembatani saka saat pulang sekolah, kutolehkan kesana kemari, bukanya mami yang kutemukan dari arah pintu masuk sang ayah dari Nikolah yang berjalan menghampiri kami.

Kuhembusakan nafasku kasar, sungguh malas jika bertemu denganya, merusak mood.

"Bang" Niko berdiri menyambut satria dengan menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

Kupura-pura memainkan ponsel Niko, tak ingin rasanya melihat nya bahkan meliriknya saja enggan karena pasti bawaannya aku akan menjadi uring-uringan.

"Yah kita duduk sama om Niko dan kakak aja ya" permintaan Saka tentu ku tolak dengan cara sehalus mungkin.

"Saka nggap pingin duduk di sana aja, tuh dekat sama Playground lo" bujuku, tentu langsung di sambut dengan sang ayah.

"Di sana aja yuk nak, saka bisa mainan" bujukan sang ayah ternyata tak mempan juga.

"Disini aja nggak papa" Niko dengan santainya menawarkan tempat untuk gabung dengan mereka.

Dalam hatiku kini mengumpati Niko, akan kubalas nanti, awas saja.

Akhirnya kami berempat makan di satu meja, dengan aku bersebelahan dengan Saka dan di depan ku ada Niko yang bersebelahan dengan satria.

Makanan kami tiba, menikmati makanan kami dengan tenang hanya sesekali kami menjawab jika saka bertanya sesuatu.

"Di lap dek" kuberikan tisu kepada saka di sampingku yang makan dengan belepotan.

Saka menerima tisu dariku kemudian membersihkan mulutnya, anak usia lima tahun kurang itu sudah sangat mandiri.

Jodohku Duda (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang