Aksara untuk Elea
Elea masih menatap sedih sebuah gambar yang terpampang di layar ponsel. Gambar hasil postingan seseorang yang sangat ia kenali. Sekuat apapun ia menahan dan mencoba melupakan, tapi perasaan tetap tidak kunjung hilang, meski ia sudah melarikan diri hingga jauh ke Belanda.
Pelariannya selama dua tahun terakhir bukan tanpa alasan dan tanpa sebab, ia melarikan diri karena rasa kecewa yang amat sangat kepada keluarga, dan juga kekasihnya.
Iya,,, kekasih yang sekarang berubah status menjadi adik iparnya.
Postingan yang diunggah sang adik di akun media sosial miliknya, jelas semakin membuat hati Elea meradang. Gambar pasangan suami istri dengan seorang anak kecil berusia satu tahun, tampak begitu serasi dan bahagia.
Meskipun Elea sangat menghindari postingan-postingan seperti itu, namun dikarenakan sang adik adalah seorang public figure, gambarnya sering terpampang dengan jelas di setiap akun media sosial. Elea bukan termasuk wanita penggila media sosial, hanya saja ia diwajibkan selalu membuka aplikasi tersebut untuk keperluan pekerjaannya di dunia fashion.
Menjabat sebagai pemilik butik yang lumayan terkenal, hanya dengan beberapa bulan saja ia rintis, kini nama Elea semakin banyak dikenal orang banyak. Tak jarang ia dipercaya menjadi perancang busana untuk acara-acara mewah yang dikenakan orang-orang penting.
Dal urusan karir, Elea tidak perlu lagi diragukan. Hanya saja, untuk urusan masalah pribadinya, ia masih saja di hantui rasa trauma, sehingga ia enggan untuk memulai suatu hubungan yang baru, dan selalu beralasan belum siap.
Usianya yang mulai menginjak dua puluh delapan tahun, tentu saja membuat keluarganya sedikit resah, ditambah Elea memiliki masalalu yang begitu menyakiti hatinya, membuat keluarganya merasa harus segera menjodohkan dirinya dan menikah.
Elea hanya bisa menghela nafas lemah, setiap kali orang tuanya membahas masalah perjodohan. Semakin lama, semakin terasa membuatnya jengah, hingga akhirnya ia pun menyetujui perjodohan yang direncanakan keluarganya.
Bertepatan hari ini, untuk pertama kalinya Elea akan bertemu dengan salah seorang lelaki yang akan di jodohkan dengan dirinya. Mungkin untuk sebagian perempuan, pertemuan ini akan sangat mendebarkan sekaligus menjadi ajang untuk memikat sang lelaki, semenjak pandangan pertama. Namun, seakan tidak peduli dengan itu, Elea justru datang hanya mengenakan kaos putih besar, dan celana jeans biru robek-robek.
Kanaya, Ibunya yang bertugas mengantarnya kencan buta hari ini, tentu saja memprotes penampilannya yang seperti hendak pergi ke pasar itu. Namun, Elea tidak memperdulikan celotehan ibunya, dia tetap bersikeras memakai pakaian yang dipilihnya.
KoKanaya hanya bertugas mengantarnya saja, setelah Elea menemukan lokasi yang ditentukan, Kanaya akan pergi dan membiarkan putri sulungnya itu bekerja sendiri. Alasan Kanaya mengantarnya, yaitu ia hanya ingin memastikan jika Elea benar-benar menemui lelaki yang sudah dipilihkan suaminya, karena beberapa bulan yang lalu, Elea sempat melarikan diri, dan tidak bertemu dengan calon suaminya itu.
Mereka akhirnya sampai di sebuah Restoran yang cukup mewah, kesan elegan dan nyaman sudah terasa semenjak di depan pintu. Setelah memastikan putrinya masuk kedalam Restoran tersebut, Kanaya belum juga beranjak pergi. Ia menunggu beberapa saat dan memastikan Elea tidak keluar lagi, atau membohonginya lagi. Setelah dirasa cukup lama, dan tidak ada tanda-tanda Elea keluar dari dalam Restoran tersebut, akhirnya Kanaya memilih pulang.
"Aku sudah mengantarnya, dan sudah memastikan dia tidak keluar lagi." Ucap Kanaya pada seseorang, melalui ponsel yang menempel di dekat telinganya.
"Iya,, aku harap kali ini putri kita mau membuka hatinya. Ya sudah kalau begitu, sampai ketemu di rumah." Kanaya memutus sambungan dan langsung memilih pulang.
Sementara itu di dalam Restoran, Elea langsung diantar salah seorang pelayan menuju sebuah ruangan khusus yang sudah di pesan calon suaminya itu. Entahlah,,, Elea harus menyebutnya calon suami, atau bukan. Fikir Elea.
Sesampainya di depan pintu, Elea di persilahkan masuk, karena menurut sang pelayan, dia sudah ditunggu oleh seseorang di dalam ruangan.
Begitu Elea membuka handle pintu, hal pertama yang ia lihat adalah sosok lelaki yang tidak terlihat wajahnya, sedang memangku seorang gadis di atas pahanya. Elea bisa menduga, jika perempuan yang kini tengah bergelayut manja itu adalah salah satu pelayan di rumah makan ini, karena ia masih mengenakan seragam kerjanya.
Seolah tidak terganggu dengan kehadiran Elea, mereka berdua masih saja tetap asyik berciuman, bahkan bunyi decap dari pagutan mereka berdua amat terdengar jelas. Mungkin wanita lain akan langsung beranjak pergi mengambil langkah seribu, ketika melihat calon suaminya tengah bercumbu mesra di hadapannya. Tapi, tidak dengan Elea, ia justru berjalan dengan anggun dan menggeser kursi kursi tepat didepan pasangan itu, dan duduk manis seolah tidak ada yang terjadi.
Elea yakin jika lelaki di hadapannya itu sudah menyadari kehadirannya sejak pertama ia membuka pintu, namun seolah sengaja, ia tidak menghiraukan kehadiran Elea dan justru ia malah asik melanjutkan aksinya.
Berbeda dengan si lelaki, si perempuan yang masih berada di atas pangkuan lelaki itu justru mulai merasa risih, dan terganggu dengan kehadiran Elea, ia mencoba melepaskan pagutannya meski masih ditahan lelaki yang ada di hadapannya itu.
"Kamu boleh keluar," akhirnya si lelaki itu mengakhiri cumbuannya dan menyuruh gadis di pangkuannya untuk keluar. Si gadis itu segera merapikan rok yang terangkat hingga paha, dan juga merapikan tiga kancing kemejanya yang terbuka. Dengan senyum menggoda, gadis itu segera keluar setelah mencium pipi lelakinya.
Elea masih menatap lurus tanpa ekspresi, memandang lelaki di depannya yang memiliki wajah tampan tapi berperilaku tidak bermoral. Dalam hati Elea ingin sekali melempar gelas ataupun piring yang ada di atas meja ke wajah lelaki itu, tapi Elea urungkan. Karena menurutnya untuk apa meladeni orang gila, dia pasti akan sama gilanya.
"Kamu Elea?" Tanya lelaki itu.
"Iya," jawab Elea singkat.
"Aku Aksara, calon suami kamu." Ucapnya dengan nada ejekan. Bahkan senyum pongah nampak terukir di sudut bibirnya yang masih nampak merah, akibat cumbuan panasnya barusan.
"Iya aku tau," jawab Elea santai.
"Lalu?" Aksa masih ingin melihat respon selanjutnya yang akan keluar dari mulut Elea. Dia berharap Elea akan berkata kasar ataupun mengumpat dirinya, karena perbuatan tidak senonoh barusan.
"Kita tetap akan menikah." Jawab Elea lagi, sambil menyesap minuman yang ada di depannya. Entah minuman siapa, Elea tau minuman itu belum disentuh siapapun, jadi dia berani meminumnya untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering dan mencekik.
"Apa?!" Setengah tidak percaya dengan kalimat yang keluar dari mulut gadis berparas cantik itu, Aksa mengerjapkan matanya berulang kali.
"Kamu tidak bercanda bukan?" Tanya Aksa lagi.
"Tidak," jawab Elea masih santai dan tenang.
"Kita akan tetap menikah bulan depan," lanjut Elea.
Aksa merasa ada yang aneh dengan gadis di depannya itu, bagaimana bisa ia tetap melanjutkan perjodohan ini, sedangkan baru saja ia melihat bagaimana Aksa tengah bercumbu dengan wanita lain.
"Baiklah, itu keputusanmu. Aku tidak akan menolak, dan kita akan menikah bulan depan." Seakan merasa tertantang, Aksa pun menyetujuinya.
Meski mereka berdua tau, pernikahan ini tidak ada yang saling menginginkan, terkecuali keluarga mereka. Tapi, mereka tetap akan menikah, hanya untuk menutupi luka hati masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara untuk Elea
RomanceWARNING!! MATURE KONTEN! BUAT DEDEK-DEDEK GEMAY DI LARANG MENDEKAT! Bijak dalam pilih bacaan, jika terjadi baper dan halu berkepanjangan, harap tanggung sendiri! Berkisah tentang Aksara dan Elea yang harus terlibat dalam sebuah perjodohan. Awalnya...