bagian 8

8.1K 252 8
                                    

Bersembunyi di balik pintu, menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, dan  hanya bertumpu pada kedua lututnya. Itulah yang Elea lakukan selama ini, bahkan saat ini. Ia masih selalu bersembunyi, dan menangis dalam diam. 

Hanya dirinya dan beberapa karyawannya yang sudah mengetahui bagaimana Elea melampiaskan segala keluh kesah hidupnya. Bagi Elea ketiga karyawannya itu bukan hanya sekedar rekan kerja namun mereka juga menjadi saksi bagaimana ia menutupi depresi yang masih sering menghantuinya. 

Tiga puluh menit berlalu, namun belum juga ada tanda-tanda kehadiran Aksa. Mungkin seharusnya ia tidak meminta lelaki itu untuk datang menemuinya, karena bagaimana-pun juga mereka sepakat untuk tidak saling mencampuri atau terlibat dengan masalah pribadi masing-masing. Namun kali ini Elea justru melanggarnya, dengan meminta Aksa datang secara tidak langsung ia telah melibatkan Aksa kedalam masalah pribadinya. 

Akhirnya Elea mengangkat kepalanya, mengusap lelehan air mata di pipinya, dan menegakan tubuhnya. Ia tidak bisa seperti ini terus, bersembunyi dan menghindari Daren. Kali ini ia harus segera menyelesaikan segala urusannya yang melibatkan Daren, karena bagaimanapun juga Daren adalah suami adiknya Dannisa dan ayah dari seorang anak kecil bernama Zaqweena. Ia tidak ingin menjadi duri dalam rumah tangga adiknya, meskipun ia masih mencintai Daren. 

Perlahan Elea merapikan pakaian dan juga wajahnya, kali ini ia harus lebih tegas lagi menghadapi Daren, namun baru saja ia hendak membuka gagang pintu, terlebih dahulu terdengar ketukan dari arah luar.

"El,,, Elea!" Terdengar seseorang memanggilnya, tapi itu bukan suara Darren. Itu suara Aksa. 

Seolah tidak percaya dengan apa yang ia dengar, Elea segera membuka pintu dan benar saja sosok lelaki bertubuh tinggi tegap, dan masih mengenakan pakaian kantor lengkap, tengah berdiri di ambang pintu.

"Kamu kenapa?" Jika Elea tidak salah dengar, ada nada khawatir dari pertanyaan Aksa, membuatnya tersenyum samar. Namun senyum samar itu kembali redup ketika ia melihat Daren masih duduk di kursi seperti terakhir kali mereka berbicara. Rupanya Daren memang masih keras kepala seperti dulu. 

"Hari ini kita ada janji kan mau kerumah Ibu, kamu lupa ya sayang?" Elea segera meraih tangan Aksa, bergelayut manja pada suaminya. 

Aksa mengerjap mendapat perlakuan mendadak seperti itu dari Elea, karena selama ini Elea paling tidak suka melakukan kontak fisik meskipun tidak di sengaja. 

"Ah,, iya aku hampir lupa. Kita berangkat sekarang?" 

Untunglah Aksa segera menangkap sinyal isyarat yang diberikan Elea, dan menanggapi kebohongan Elea dengan sangat baik. Bahkan Aksa sengaja merangkul pinggang istrinya, mengecup singkat kening Elea. 

Aksa merasakan ada yang aneh dengan sikap Elea, namun melihat ada sosok lelaki di kantor Elea, bisa sedikit memberi penjelasan untuk semua rasa penasarannya yaitu, Elea sedang menghindari seseorang. Namun, mengapa justru adik iparnya yang Elea hindari.

Meskipun Aksa sadar Elea tak kalah terkejutnya dengan sikap manis Aksa, namun anggap saja itu sebagai hadiah karena dirinya dijadikan senjata untuk menghindar. 

"Kita berangkat sekarang?" Tanya Aksa. Masih menggandeng pinggang istrinya, bahkan semakin erat.

"Bukankah dia adik ipar?" Tanya Aksa lagi, melirik ke arah Daren yang memandang penuh arti pada mereka berdua.

"Iya, dia ada urusan dengan salah satu karyawanku, karena temannya akan segera melangsungkan pertunangan, kebetulan mereka mempercayakan desain bajunya padaku." Aksa hanya mengangguk, meskipun ia tahu Elea berbohong.

"Kalau begitu kita pulang duluan, silahkan selesaikan urusannya. Siapa namanya, aku lupa?" Aksa berpura-pura tidak mengingat nama Daren.

"Namanya Daren, suami adikku Dannisa." Jelas Elea.

Aksara untuk EleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang