3. Terjebak

622 120 51
                                    

Note: dari chapter kemaren masih flashback ya kecuali yg bagian awal kalira nanyain alam buat ketemu ayahnya. Sengaja gue kasih gambaran atau potongan-potongan jaman dulu biar kalian bisa simpulin sendiri alam itu gmn dari cara dia mandang dan respon sesuatu, alam ke biru gmn, alam ke kalira gmn, biru gmn, trs masalahnya si kalira gmn...

semoga ga sisi jeleknya alam aja yg bisa kalian tangkep.

semoga ga sisi jeleknya alam aja yg bisa kalian tangkep

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Macam-macam cewek tuh udah disinggahi oleh Alam. Dari yang galak, cuek, sampai polos banget kayak selembar tisu yang lapisannya dibelah tiga, udah pernah dilahap semua. Makanya Alam paham banget sama Biru. Nggak sekali-dua kali dia nemu cewek begitu. Yang awalnya galak ntar juga lemah.

Setidaknya itu simpulan sementara dari first impressionnya dengan Biru kala ospek.

Sampai suatu ketika --Alam lupa kapan tepatnya-- yang pasti masih nggak jauh dari semester satu. Kala itu suasananya lagi mendung. Sekitar setengah enam sore. Hanya memakan waktu beberapa menit lagi untuk menjumpai langit benar-benar gelap dihadiahi rinai hujan.

Dirinya dan Lira bertengkar. Satu-satunya tempat yang terbesit jadi pelarian Alam adalah studio anak musik di kampus. Namun usai memarkirkan jeep hitamnya di sana, kaki Alam malah tergerak menuju DPR. DPR itu singkatan Di bawah Pohon Rindang. Di sana terdapat beberapa gazebo yang diisi warung kecil (biasanya cuma nyediain kopi buat anak-anak nugas), lalu ada danau, dan tentunya pohon-pohon besar.

Meskipun rame, DPR selalu aja diterpa gosip yang katanya pernah ada seorang mahasiswi pengin cepat lulus pakai jalan pintas. Minta amalan sama lelembut sana tapi syaratnya harus cukur kumis Pak Pur. Namun dia gagal memangkas habis kumis Pak Pur. Yang berhasil dicukur cuma setengah aja. Itu jadi asal muasal kenapa kumis dosen kalkulus tersebut panjang sebelah. Ah tapi bodo amat, mau bener atau salah alasan kumis Pak Pur tampilannya begitu, nggak menghalangi niat Alam untuk ke DPR di suasana sepi disertai gelap seperti ini. Dia nggak takut.

Emang ada yang lebih menakutkan selain kelabutnya pikiran orang bermasalah?

DPR terletak di belakang kampus. Searah sama parkiran. Begitu netra Alam menerawang jauh ke sana, dia bisa liat banyak gazebo yang kosong. Alam jadi bebas mau berekspresi.

Begitu dia pikir.

Dia mau nangis karena capek sama jalan hidupnya. Persetan lah sama yang bilang "cowok nggak boleh nangis" terus air mata fungsinya apaan kalau bukan buat dikeluarin? Dijadiin cadangan minuman pas tersesat di gurun?

Sore tadi saat mereka bertengkar, Lira menyangkut-pautkan sikap Alam dengan riwayat bokapnya Alam yang hobi selingkuh dan jadi penyebab perceraian orang tua Alam. Lira bilang, Alam sama brengseknya kayak beliau. Sebenarnya terserah Lira mau ngatain Alam apa aja, tapi cewek itu nggak berhak bawa-bawa masalah keluarga Alam.

Alam yang sakit hati langsung cabut ke kampus.

Gluduk mulai terdengar. Bersamaan dengan itu, Alam sadar dia nggak seorang diri dengan akang-akang penjual kopi susu di gazebo. Karena...

CANDRAMAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang