5. Bokapnya Biru

640 108 124
                                    


"Makasih karena?"

"Udah mau jadi temen gue."

Dih gr banget, emang siapa yang mau jadi temen lo?

Jika lihat keseharian Biru dalam menyikapi Alam, mungkin lebih masuk akal jika kalimat tersebut yang keluar dari bibir Biru ketimbang kalimat "nggak usah makasih, lagian nggak ada spesialnya juga temenan sama gue..."

Namun, realita malah sebaliknya. Kalimat ke-dualah yang terucap dari Biru untuk Alam.

"Makasih udah nemenin gue waktu itu."

"Gue kali yang makasih." Balasan Biru sontak memancing kerutan di dahi Alam.

"Kok lo yang makasih?"

"Makasih atas kepercayaan yang lo kasih ke gue buat dengerin cerita lo."

Begitu nggak sih kalian? Merasa berterima kasih aja sama orang yang terus terang bercerita tentang masalahnya ke kalian. Secara nggak langsung, mereka sudah menganggap kita pribadi yang dapat dipercaya.

Biru sangat menghargai itu. Alam menaruh kepercayaan pada Biru.

"Eh, ini jadinya lo mau kan nonton coldplay bareng gue?" Alam kembali membahas ajakannya nonton konser. Pada akhirnya Biru semangat menyambut tiket yang Alam ulurkan padanya.

"Mau lah! Kebetulan banget lo ngasih tiket ini. Dari kemarin gue lagi galau-galaunya mikirin coldplay hahaha..."

"Nggak kebetulan kali. Emang gue tau kok lo suka coldplay."

"Wah, jangan-jangan selama ini lo ngestalk gue." Gurau Biru. Cewek itu mikirnya bakal dapat makian dari Alam kayak "najis deh gue." "Amit-amit." Pokoknya nggak jauh begitu lah.

Namun yang dia dapati malah senyuman Alam seraya... "Pas SMP gue pernah suka sama lo, Bi."

APA-APAAN?!

Berusaha terlihat tenang--supaya tetap keren--Biru hanya diam menunggu Alam melanjutkan kata-katanya.

Padahal dia sudah shock berat.

Biru tau Alam adalah teman SMPnya dulu. Lagian siapa sih yang nggak kenal seorang insan bernama Alam Prawira dengan riwayat kasus yang cukup membuat orang acap kali melafalkan astagfirullah. Seminggu baru masuk sekolah aja udah bikin geger semua kelas karena melempar tas milik Gery--si ketua osis--dari balkon lantai dua ke bawah lapangan. Bodo amat, siapa suruh Gery nyita hapenya padahal Gery sendiri diam-diam membawa benda terlarang itu ke sekolah. Belum lagi rutin dapat siraman rohani dari Pak Banu--selaku guru agama--lantaran Alam isengin murid cewek yang abis wudhu dari kamar mandi. Hukum setelah ambil wudhu itu kan cewek dan cowok nggak boleh bersentuhan. Kalau sampe bersentuhan maka wudhunya batal dan harus mengulang dari awal lagi. Nah, tuh cowok hobi banget bikin cewek-cewek kesal karena suka menyentuh mereka pas mau sholat zuhur. Otomatis mereka wudhu lagi dong. Doi juga pernah bikin motor guru-guru yang lagi mejeng cantik di parkiran jatuh beruntun gitu. Dimulai dari motor maticnya Pak Tohir sampe motor paling pojok--punya Pak Napis--ambruk semua. Kacau banget emang.

"Dulu doang..." Alam menggantung ucapannya. Tak lama menyambung, "sekarang udah nggak, kok, Bi."

Biru tanpa sadar tertawa. Perutnya diserbu rasa geli. Nggak nyangka aja Alam pernah suka sama dia. Di samping itu, diam-diam ada rasa syukur yang memenuhi batin Alam karena senang tatkala menyadari Biru bisa senyaman ini berinteraksi sama dia.

"Tuh, naluri sok cantik lo keluar deh abis gue ngomong gitu."

"Heh, ngaco! Sok cantik dari mana?!"

"Itu ketawa-tawa sok manis maksudnya apaan? Biar gue suka lagi sama lo?"

Yang keluar dari mulut Biru masih gelak tawa. Dirinya nggak bisa berhenti melihat ekspresi Alam yang dibuat-buat kesal. Udah gitu, nada bicaranya sensi banget.

CANDRAMAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang