3. Punishment

188 15 9
                                    

"YANG KEMAREN DISURUH BAWA PANCI BURUAN MAJU KE DEPAN SINI!!!"

"Noh, Ra, disuruh maju ke depan sama senior belagu," Sambar Ziza yang langsung tertawa melihat muka masam Nara usai mendengar pengumuman singkat tadi.

"Harus gue banget nih? Elo aja deh, Za, males gue kalo disuruh ke depan---"

"WOY INI MANA LAGI PANCINYA?!! KURANG 5 BIJI NEH!"

Nara menggertakan gigi dalam diam usai teriakan salah satu senior menyela ucapannya. Suara yang berasal dari laki-laki rupawan bertubuh semampai dan memakai snapback ke belakang. Merdu sih, cuma pas teriak itu loh, melengking banget sampai bikin sakit telinga yang dengar.

"Udah deh, Ra, maju aja nggak apa-apa. Lagian salah lo cari gara-gara sama senior kita, imbasnya gini kan." Ucap Ziza sekali lagi membujuk sang sahabatnya itu.

"Ya, mana gue tau yang gue marahin tuh senior kita, Jijah! Pesta serame itu gue kira buat anak kuliahan, taunya senior kita juga dateng, kan kampret banget."

Ya, drama kali ini datang dari 3 hari yang lalu, saat Nara dan Ziza iseng mendatangi sebuah pesta karoke di salah satu ballroom hotel mewah daerah Jakarta Selatan.

Awalnya mereka bersenang-senang, berpesta pora dengan menyanyikan berbagai macam lagu yang sengaja di putar di acara itu. Lalu, saat masih terhanyut akan euforia pesta, Nara dengan bodohnya menumpahkan satu gelas penuh air soda ke pakaian seorang lelaki yang berdiri di depannya.

Sebenarnya, kejadian itu akan selesai jika ada kata permintaan maaf dari mulut Nara sendiri. Tapi berhubung Nara terkenal akan egonya yang tinggi selangit, ia tak mau minta maaf sama sekali. Bahkan ia justru menyalahkan laki-laki itu dengan berbagai umpatan kata-kata kasar yang memang dikuasainya secara alamiah.

Dan bodohnya lagi adalah saat Ziza dengan polosnya mengambil alih minta maaf kepada laki-laki itu dengan embel-embel,

'Maafin temen saya ya, kak. Agak mabok dia, sesama pelajar SMA Bergada Satya tolong dimaafkan.'

Ziza yang ternyata mengenal Kakak Kelas itu, membuat Nara kaget setengah mati. Gadis yang sempat menyumpahi laki-laki tadi mendadak lemas tak berdaya saat sang lelaki bertanya nama dan statusnya. Apalagi saat lelaki itu berkata---

'Elo, yang namanya Quenara, hari pertama MOS wajib bawa panci kosong ukuran besar sebagai hukuman kejadian hari ini. Nggak ada penolakan, nggak ada protes. Dan gue pastikan kalo gue bakal inget wajah sama nama lo mulai sekarang biar lo nggak bisa kabur dari gue.'

Nara sinting?

Jawabannya adalah, iya. Iya pake banget.

"Harusnya dari awal lo kasih tau gue kalo dia salah satu senior anggota OSIS sekolah kita, Jijah. Jadinya gue nggak kena punishment kek gini, kan." Nara menggembungkan pipi seraya menatap sendu panci yang dipegangnya kini.

"Makanya jangan terlalu barbar kek, nakal sih boleh, tapi sedikit ngerem lah, Ra." Balas Ziza mencoba menasehati sahabatnya yang keras kepala itu. "Dan tolong stop panggil nama gue Jijah ya, Quenara. Panas kuping gue dengernya."

"KURANG SATU LAGI PANCINYA WOY, MANA SEH!"

"Sana, Ra, keburu nambah hukuman lagi kan bahaya."

Nara menghela napas berat, mulai mengambil langkah dan berjalan mendekati podium yang berisikan anggota OSIS itu. Meletakan dengan hati-hati pancinya dibawah kaki usai mengambil barisan yang sama dengan orang lain yang juga disuruh membawa panci.

"Eh, gila, itu bukannya Nara, ya?"

"Eh, iya itu Nara!"

"Dia beneran Nara?!"

You and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang