4. Pentas Seni

84 8 3
                                    

Semenjak kejadian Revan memergoki Alden tengah 'bercumbu' dengan adik kelas di ruang musik, keduanya mendadak saling menghindar satu sama lain.

Entah itu Alden yang menghilang ketika Revan ada, atau Revan sendiri yang semakin banyak diam jika ada Alden.

Intinya, mereka sedang bertengkar dalam perang dingin tanpa sebab yang jelas.

"Besok penutupan ospek, enaknya akhir acara kasih musik nggak ya?" Reza bertanya dengan tatapan meminta pendapat pada orang-orang seisi ruang osis.

"Gue tampil mau-mau aja, sih. Lagian udah lama juga nggak gedebukan," Sahut Dino dengan cengiran khas yang menunjukan deretan gigi rapihnya.

"Terserah bapak vokalis mah, gue ngikut aja." Reyhan melirik Alden yang duduk disampingnya, "Gimana nih, Bapak pokalis ganteng? Gasskeun?"

"Boleh aja sih, asal hari ini mau latihan bentar buat pemanasan. Gimana?" Alden menatap Dino dan Reyhan bergantian.

"Gue mah oke aja, gabut juga di rumah."

"Sok atuh, aing mah siap-siap wae. Gasskeun,"

Reza tersenyum lebar, "Oke, deal, ya kalian tampil?" Kemudian matanya bergulir ke arah Dara yang ada disampingnya, "Catet Dar, Alfaband bakalan tampil di penghujung acara."

Dara mengangguk, "Mau berapa lagu kalian?"

"Dua atau tiga lagu paling cukup lah buat bikin degems-degems kesengsem sama Alden," Reyhan tertawa meledek. "Iya, nggak masbroo Dino?"

"Yoi, mamen."

"Emang nggak bisa diganti pake acara pentas tampil adek kelas, ya?" Tiba-tiba saja Revan bersuara dengan wajah yang sedikit tak bersahabat.

"Lo nggak baca kertasnya apa gimana? Udah tertera jelas ada panggung buat adek kelas, masih aja nanya." Bukan Reza yang menjawab melainkan Alden yang ikutan memasang wajah dinginnya.

"Oh, gue cuma nggak suka aja acara kakel tebar pesona begitu. Aneh, nggak jelas." Balas Revan sengit.

"Lo nggak suka gue atau band gue nih? Bacot aja sekarang, mumpung gue masih mau ladenin." Dan Alden yang tiba-tiba bangkit dari kursi menambah suasana ruang Osis menjadi panas.

Revan yang merasa terpancing ikutan berdiri, memasukan dua tangannya kedalam saku celana dengan santai seakan menghadapi Alden bukanlah apa-apa.

"Gue? Nggak suka sama sifat lo. Busuk."

"Brengsek---"

"Ett, ett, dah, udah Al, udah jangan diladenin!" Sentak Reyhan yang langsung menahan kuat tubuh Alden agar tak menyerang Revan. "Bang Eja, bantuin gue!"

Reza juga ikutan menahan Alden, ia tahu betul bagaimana kuatnya Alden jika sedang terpengaruh oleh emosi seperti ini. "Udah, Al. Ngapain ditanggepin sih?!"

Alden diam menurut, namun melepas paksa pegangan Reyhan dan Reza padanya. Walau raut wajahnya masih menunjukan ekspresi tak bersahabat.

"Elo juga Van, ngapain mancing masalah sepele kayak gini, sih? Bukan gaya lo buat masalah ginian tau nggak?!" Reza gantian memarahi Revan walau tetap dalam batas wajar.

Revan memutar bola matanya malas, tanpa basa-basi ia langsung mengambil tas sekolahnya dan segera melangkah pergi dari ruang Osis itu.

"Tumben banget Revan begitu, sama Alden lagi. Nggak kayak biasanya." Komentar Dino menceletuk di suasana sepi ruang Osis usai ditinggal pergi Revan.

Alden sendiri langsung membenarkan bentuk seragamnya yang setengah kusut, lalu kembali duduk di kursinya seolah tak terjadi apa-apa. "Iri kali sama gue, nggak bisa kayak gue."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang