PROLOG

71 12 5
                                    


Lagu lama. Alunan nada yang telah lama menghilang dari kehidupannya. Bukan karena kesalahpahaman, akan tetapi karena situasi yang tidak memberi pilihan.

Kyan memberanikan diri menapakkan kaki menuju alunan nada yang hilang itu. Di hadapannya ada deretan rumah kayu dengan cat warna-warni. Ada satu yang menjadi pusat perhatiannya, rumah kayu biru bergenting putih, ada teras kecil berpagar kayu warna putih dengan beberapa pot bunga mungil yang menggantung di atasnya. Ada seorang perempuan di sana, berdiri membelakanginya. Perempuan itu mengenakan baju selutut warna kuning pastel, rambut cokelat gelapnya digulung ke atas memperlihatkan bagian kulit lehernya yang putih serta luka gores kecil sepanjang yang diingatnya.

Sama seperti dulu, perempuan itu tetap menawan dan bisa membuat jantungnya berdegup kencang setiap kali hendak bertemu.

Baru satu langkah, Kyan kembali mengambil langkah mundur. Tiba-tiba muncul berbagai macam pertanyaan di benaknya, bagaimana jika perempuan itu telah menikah? Bagaimana jika perempuan itu telah melupakannya? Dan berbagai macam pertanyaan lainnya.

"Kau tidak akan tahu kalau tidak bertanya langsung padanya, Bro!"

Hannah, perempuan berkulit gelap berusia lima belas tahun berada di sampingnya secara tiba-tiba, menepuk pelan pundaknya, mengurungkan pertanyaan yang akan muncul entah sampai berapa banyak.

"Kau benar."

Perkataan Hannah mengumpulkan kepercayaan dirinya kembali, ia pun memberanikan diri berjalan mendekat hingga ke depan pagar rumah. Hanya lima langkah dari perempuan yang ditujunya.

"Hai!" sapanya gugup.

Perempuan itu berbalik, senyum yang awalnya merekah menjadi pudar perlahan. Pot kecil berisi bunga mawar putih diletakkannya bersama beberapa pot kecil berisi berbagai macam bunga indah di bawah kakinya. Perempuan itu memiringkan kepalanya, netra hijaunya menatap heran.

"Kau benar-benar tidak mengenaliku?" tanya Kyan kemudian melepas kacamata hitam dan topinya, barulah setelah itu sang perempuan menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Kau? Bagaimana bisa kau ...."

"Apa kau Terkejut?" tanya Kyan sambil tersenyum.

"Dan dia adalah ...."

"Hai Sis! Kau melupakanku juga?"

"Hannah? Bagaimana bisa aku melupakanmu?"

Perempuan itu menuruni tangga rendah kemudian memeluk Hannah.

"Aku juga merindukanmu, Sis," ujar Hannah seakan memahami bahwa pelukan adalah luapan rindu yang tak bisa diungkapkan.

"Ada urusan apa kalian datang ke tempat ini?" tanyanya, tatapan matanya mengarah pada Kyan, ada perasaan rindu terpancar di matanya bercampur dengan rasa kesal lantaran Kyan telah melanggar janjinya lima tahun silam.

"Kyan mendapat tawaran untuk bernyanyi di acara amal yang kebetulan ada di Louisiana. Selagi berada di sini, aku menyarankan untuk mencari alamatmu. Jika tidak dipaksa, dia tidak akan datang."

"Benarkah?" selidiknya.

"Ya, seperti yang dikatakan Hannah." Karena Kyan tidak mau membuatnya marah. Sesaat ada gurat kekecewaan yang muncul di wajah perempuan itu, hanya sekejap, kemudian ia tersenyum.

"Baiklah, karena kalian sudah datang, ayo masuk ke rumahku."

"Tidak perlu, Sis! Aku hanya menemani Kyan dan memastikan bahwa ia telah bertemu denganmu." Hannah melirik ke bawah kemudian beranjak pergi. "Cincin yang bagus, Sis! Aku harus kembali untuk menyusun jadwal Kyan!" Hannah semakin menjauh.

LežTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang