"Di hari dimana kau menghilang, itulah hari kematianmu."
*****
Senja tak bisa pulang ke peraduannya. Ia terhalang mendung yang mengungkung, sehingga langit menggelap pekat seketika tanpa sempat ia memperlihatkan rona jingganya di ufuk barat. Gemerisik ranting juga daun kering yang tersapu angin di jalanan sunyi menambah kesan suram. Cuaca berubah muram seakan mengundang amukan badai.
Burung gagak bertengger di atap gereja, meneriakkan nada-nada sumbang yang memekak telinga. Lorong panjang menuju ruang ibadah menggemakan langkah-langkah kaku seorang pria dengan bingkai foto juga setangkai mawar yang ia dekap di dadanya. Pintu terbuka berderit nyaring. Aura mencekam terpancar dari ruangan itu. Deretan kursi dan meja yang tersusun seakan bungkam. Pun figur Yesus yang tergantung di salib yang tepat berada di titik pusat ruang ibadah itu membeku.
Dingin.
Pria itu melangkah masuk dengan langkah-langkah bisu.
Hitam.
Auranya menggelap. Matanya menatap kosong ke depan.
Langkahnya terhenti. Tepat di bawah figur Yesus ia membuka peti mati. Bingkai foto yang ia dekap di dada, ia letakkan di dalamnya. Potret yang menampilkan wajah seorang wanita dengan senyum merekah sedang menatap kamera. Rambut panjang bergelombangnya tergerai indah. Potret cantik yang begitu kontras dengan peti mati bernuansa suram nan mencekam.
Pria itu merogoh sesuatu di saku jasnya. Sebuah kotak beledu merah berisi cincin perkawinan ia letakkan pula di samping potret wanita tadi. Pandangannya beralih menatap kosong sebuah cincin yang tersemat di jari manis kirinya, cincin pertunangan. Jari-jari tangan kanannya mengusap cincin itu dengan gemetar kemudian melepaskannya ragu. Lalu ia letakkan cincin itu tepat di atas kotak beledu merah.
Pijar api yang ia sulutkan pada sebatang lilin memberikan sedikit cahaya di ruangan itu walau temaram. Ia menatap pijar api itu dengan kosong tanpa ekspresi. Pandangannya sirat akan kehampaan, bak jiwa-jiwa yang kehilangan harapan. Perasaannya terlantar.
Fyuhhhh
Pria itu meniup lilinnya dengan mata terpejam. Gelap kembali menyelimuti.
"Aku, Lee Joon Gi. Mengadakan upacara kematian kekasihku." Ucapnya seperti bersaksi di hadapan figur Yesus.
"Dengan potretmu kukuburkan semua perasaan, juga kenangan tentangmu yang kumiliki. Pergilah. Bagiku kau sudah mati." Ucapnya lagi. Air menggenang di pelupuk matanya.
"Di hari dimana kau menghilang, itulah hari kematianmu. Moon Chae Won." Pungkasnya seraya melemparkan setangkai mawar merah ke dalam peti lalu menutupnya.
Langkah-langkah kaku kembali menggema bersamaan dengan sosoknya yang berlalu meninggalkan gereja.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorrow
RandomChae Won meninggalkan Joon Gi sendirian, di hari pernikahan mereka. Ia menghilang tanpa jejak, tanpa penjelasan. Kekecewaan Joon Gi meranggas sampai ke ubun-ubun. Ia marah, sangat. Joon Gi bersumpah jika Chae Won kembali, maka ia akan mati di tangan...