Salah Lucius

766 109 6
                                    

"Kak Ria, apa yang kau buat?"

Ethan mengintip dari balik bahu Ria, kepalanya maju melihat ke dalam baskom yang Ria pegang. Baskom itu berisi air bening, ada beberapa buah mengapung di sana.

"Ini? Aku mengupas buah, kayaknya kalian lapar dan aku belum masak," balas Ria kembali sibuk memotong buah-buahan.

Pemuda itu beralih ke depan Ria, tangannya menarik kursi lalu duduk di sana mengamati gerakan tangan si penulis dengan bosan.

"Apa Kak Ria tidak ada permainan yang seru? Aku bosan! Lucius belum datang juga ...."

Protesan Ethan membuat gadis bersurai sebahu itu mendongak, ia menghentikan sejenak aktivitasnya dan memfokuskan atensi pada pemuda manis di hadapannya.

"Kenapa nggak main sama Claire dan Jasmine? Mereka lagi main bulu tangkis di samping rumah," kata Ria memberi tahu.

Tiba-tiba Ethan berdiri dari duduknya, bibirnya mengerucut dengan alis menukik tajam.

"Kenapa mereka tidak mengajakku? Awas ya mereka!"

Ria menggeleng melihat tingkah Ethan. Ia masih ragu bahwa pemuda itu anak Emma. Soalnya jika diingat lagi, Emma tidak seperti itu. Gadis pintar itu tidak mudah tersulut emosi karena hal seperti.

Oh ya, Ria sampai lupa. Ethan adalah anak Paul, pantas saja.

(๑>ᴗ<๑)

"Terima serangan ini!"

Jasmine memukul kok dengan keras, benda berbulu itu melesat cepat ke arah sudut belakang tubuh Claire. Ia memang mengincar sudut itu agar Claire kesulitan mengembalikan kok ke areanya.

Raket di tangannya sudah siap menyambut kok dari Jasmine, tubuhnya melompat setengah meter dari tanah dan nyaris saja kok itu berpindah tempat jika suara teriakan Ethan tidak mengagetkan mereka.

"Hei! Kalian curang sekali!" teriak Ethan dari tepi lapangan. "Aku juga mau main!"

Jasmine menghampiri Ethan dengan langkah menghentak, raketnya ia tenteng di tangan kiri. Begitu sampai di hadapan pemuda itu, Jasmine menjitak kepala Ethan.

"Hei!" seru Ethan protes, selalu saja Jasmine melakukan penganiayaan padanya.

"Kau berisik sekali, jangan sampai kau mengganggu Lucius," sungut Jasmine.

Mata amber itu terbelalak, ia lalu menoleh kanan kiri untuk mencari sosok sahabat yang telah ia tunggu-tunggu kedatangannya. "Di mana Lucius?!"

"Tenanglah, Ethan. Kau tidak mau kena sembur Lucius, 'kan?" Tiba-tiba Claire datang menyahut, tangannya berputar menciptakan pusaran angin.

Ia mendengus, kemudian kembali celingukan mencari Lucius yang belum menampakkan wajah.

"Sekarang kita imbang. Aku dan Lucius melawan kau dan Jasmine, bagaimana?" usul Ethan.

Kedua gadis itu saling pandang, Claire mengusap tengkuknya dengan mata mengisyaratkan sesuatu. Sementara itu Jasmine tidak jauh beda, kakinya bergerak-gerak membentuk pola abstrak di atas tanah.

"Sepertinya tidak bisa sekarang, bagaimana kalau besok saja?" tanya Claire yang disetujui oleh Jasmine.

Ethan jelas kebingungan, tadi sebelum ia datang, mereka senang sekali bermain. Lalu saat ia tiba, mereka mengakhiri permainan dan tidak mau menerima usulnya. Apa salahnya?

"Kalian tidak suka bermain denganku?" Raut wajah Ethan benar-benar memelas.

Hal itu membuat Claire khawatir Ethan akan salah paham. "Bukan begitu, coba kau lihat langit di atas," ujarnya.

Deg.

Nyaris saja Ethan jatuh terduduk saat matanya menangkap sesuatu yang janggal di atas sana.

Bagaimana bisa awan itu mengeluarkan petir jika sekitarnya saja panas membara?!

"Lucius! Keluar kau!" teriak Ethan.

Mendengar namanya disebut, Lucius yang tengah bersantai di dahan pohon rambutan depan rumah Ria, mengabaikan. Teriakan Ethan kembali mencapai telinganya karena tidak terima dengan apa yang ia perbuat. Lucius tetap diam, salah Ethan juga mengganggu si kutu buku dengan suara tidak enaknya itu.

(๑>ᴗ<๑)

15 Februari 2020

Tamu Tak Diundang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang