BAGIAN 3

511 23 0
                                    

"Keparat! Cari orang tua itu! Bawa kepalanya padaku....'" geram Ki Rampak Wajah Ki Rampak memerah, dan bola matanya terlihat berapi-api.
Dia begitu marah mendengar enam orang suruhannya tewas, dan Nyai Suti menghilang tanpa jejak. Sedangkan Ki Sampar juga hilang melarikan diri. Kemarahannya begitu memuncak, hingga semua orangnya diperintahkan untuk mencari suami istri lanjut usia itu. Bahkan diperitahkannya pula untuk membunuh mereka di tempat.
"Kumpulkan semua orang ke sini!" perintah Ki Rampak lantang menggelegar.
"Untuk apa Kakang?" selak Ki Gagak Bulang bertanya.
"Huh! Mereka semua harus bertanggung jawab. Mereka pasti sekongkol ingin menjatuhkan kedudukanku!" dengus Ki Rampak masih diliputi kegeraman yang memuncak.
"Kau tidak bisa menimpakan kemarahanmu pada penduduk desa ini, Kakang. Dan lagi, belum tentu mereka terlibat langsung. Sebaiknya, pusatkan saja perhatianmu pada dua orang itu. Terutama, si pembunuh aneh itu," kata ki Gagak Bulang, mencoba meredakan amarah Ki Rampak yang meluap-luap, dan sudah mencapai titik kepalanya.
"Huh!" Ki Rampak hanya mendengus saja sambil menyemburkan ludahnya. Sementara, semua orang yang diperintah langsung mengerjakan perintahnya. Mereka menggeledah semua rumah yang ada di Desa Tampuk ini, dan mengumpulkan semua penduduk secara paksa di depan halaman rumah kepala desa itu.
Sementara, Ki Rampak dengan angkernya berdiri tegak di tangga atas beranda rumahnya. Matanya yang memerah terlihat begitu tajam mengerikan, merayapi orang yang semakin banyak berkumpul di halaman yang luas ini. Tak ada seorang pun penduduk Desa Tampuk pun yang berani mengangkat kepalanya. Terlebih lagi, menentang sorot mata Ki Rampak yang begitu tajam berwarna merah bagai sepasang bara.
Meskipun banyak orang, tapi suasananya begitu sunyi mencekam. Seorang pun tak ada yang membuka suara. Pada saat itu, terlihat sebuah bayangan hitam berkelebat cepat bagai kilat. Tahu-tahu, di atas atap rumah kepala desa itu sudah berdiri seseorang bertubuh ramping, dengan seluruh tubuh terselubung pakaian berwarna hitam pekat. Seluruh kepalanya juga tertutup kain hitam, kecuali bagian matanya yang terlihat. Seketika, suasana yang sunyi senyap jadi gaduh oleh gumaman-gumaman orang-orang yang memadati halaman depan rumah kepala desa itu.
"Pengecut! Bukan begitu seharusnya cara seorang ksatria!" Terasa begitu dingin nada suara orang berbaju serba hitam itu.
Tapi dari nada suaranya, jelas bisa di ketahui kalau dia seorang wanita. Hanya saja, sulit diketahui orangnya, karena seluruh kepala dan wajahnya terselubung kain berwarna hitam pekat. Hanya matanya saja yang terlihat dari dua lubang pada kain hitam selubung kepala itu.
"Setan keparat..!" desis Ki Rampak geram.
"Tangkap dia...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Belum lagi lenyap teriakan perintah Ki Rampak, dua orang pemuda langsung melompat naik ke atas atap sambil mencabut goloknya. Ringan sekali gerakan mereka, pertanda memiliki kepandaian cukup tinggi. Tapi belum juga kedua pemuda tadi sampai di atas atap, wanita berbaju hitam itu sudah mengebutkan tangan kanannya dua kali dengan kecepatan yang begitu tinggi.
"Hiya! Hiyaaa...!"
Seketika itu juga, terlihat dua benda bercahaya keperakan melesat cepat bagai kilat ke arah dua orang pemuda tadi. Begitu cepatnya melesat, sehingga kedua pemuda yang tengah meluncur ke atas atap tidak sempat menghindar. Dan....
Crab! Bres!
"Akh...!"
"Aaa...!"
Tak pelak lagi, mereka jatuh begitu dadanya tertembus benda-benda berbentuk bintang berwarna keperakan. Keras sekali mereka jatuh menghantam tanah, dan langsung tewas seketika itu juga. Pada saat itu, semua penduduk yang berkumpul di halaman depan rumah ki Rampak langsung berhamburan menyelamatkan diri masing-masing.
Kegaduhan langsung terjadi saat itu juga. Tak ada seorang pun dari penduduk yang mau ikut campur dalam urusan ini. Dan mereka lebih baik cepat pergi menyelamatkan diri, daripada harus menjadi korban. Maka sebentar saja, sudah tidak terlihat seorang penduduk pun di halaman depan rumah kepala desa itu. Tinggal Ki Rampak dan adiknya, serta puluhan orang pengikutnya yang masih berada di halaman luas bagai sebuah padang rumput di tengah desa ini.
"Hup!"
Slap...!
Tiba-tiba saja wanita berbaju serba hitam itu melesat cepat bagai kilat. Hingga dalam sekejap mata saja, sudah lenyap tak terlihat lagi. Tapi, Ki Rampak masih sempat melihat arah kepergian wanita aneh itu.
"Kejar dia ke selatan...!" seru Ki Rampak lantang menggelegar.
Tanpa menunggu perintah dua kali, semua pengikut Ki Rampak yang berjumlah puluhan itu langsung berlarian menuju ke arah Selatan. Sementara, Ki Rampak sendiri bergegas melangkah menghampiri kudanya yang tertambat di bawah pohon. Ki Gagak Bulang segera mengikuti kepala desa yang juga kakaknya itu. Sebentar kemudian, mereka sudah memacu kudanya dengan cepat menuju arah Selatan.
"Hiya...!"
"Yeaaah...!"

78. Pendekar Rajawali Sakti : Perawan Dalam PasunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang