BAGIAN 5

480 21 0
                                    

Rangga menghentikan langkah kudanya tepat di depan sebuah kedai kecil yang berada di ujung jalan Desa Tampuk. Sunyi sekali keadaan kedai itu. Dan tak ada seorang pun terlihat di dalam sana. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti turun dari punggung kuda hitamnya yang bernama Dewa Bayu. Setelah menambatkan kuda hitam itu di bawah pohon kenanga, Rangga melangkah memasuki kedai itu.
Kedatangan Pendekar Rajawali Sakti langsung disambut pemilik kedai yang rupanya seorang laki-laki tua berusia sekitar tujuh puluh tahun. Tubuhnya terbungkuk-bungkuk, berusaha bersikap ramah. Kemudian pengunjung tunggalnya ini dibawa ke tempat yang paling nyaman. Rangga hanya tersenyum saja melihat sikap pemilik kedai, yang seperti sudah berhari-hari tidak kedatangan pengunjung.
"Sepi sekali kedaimu ini, Ki," ujar Rangga setelah menempatkan tubuhnya di kursi kayu, tidak jauh dari jendela yang terbuka lebar, langsung menghadap ke jalan.
"Yaaah.... Beginilah keadaannya, Den. Sudah beberapa hari ini selalu sepi. Paling-paling, hanya satu dua orang saja yang mampir ke sini. Itu juga tidak lama," sahut pemilik kedai itu lesu.
"Tapi kelihatannya desa ini cukup ramai, Ki," kata Rangga lagi.
"Kelihatannya saja, Den," sahut pemilik kedai itu.
Rangga mengangguk-anggukkan kepala. Sebentar pandangannya dilayangkan keluar, melalui jendela yang terbuka lebar, Kemudian dipesannya beberapa macam makanan, serta seguci arak manis. Laki-laki tua pemilik kedai itu bergegas melayani pesanan tamunya ini dengan sikap ramah.
Saat Pendekar Rajawali Sakti menikmati makanannya, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan berkelebat cepat, menyelinap ke bagian belakang kedai ini. Matanya sempat melirik pada pemilik kedai yang duduk di sudut. Laki-laki tua pemilik kedai itu bangkit berdiri, dan melangkah ke belakang tanpa berkata-kata sedikit pun juga. Rangga terus mengawasi dari sudut ekor matanya.
"Hm...." Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Sebuah aji kesaktian yang bisa mendengarkan suara dari jarak jauh dan sekecil apa pun juga, Bahkan bisa memilih-milih suara menurut keinginannya. Dengan ajian itu, segala macam pembicaraan yang diinginkan bisa didengarkannya. Rangga mengarahkan suara dari belakang kedai ini, dari tempatnya melihat sebuah bayangan berkelebat cepat ke belakang kedai. Sedangkan pemilik kedai ini juga langsung ke belakang, walaupun sikapnya seperti tidak mengetahui adanya bayangan tadi.
"Hm..." Rangga menggumam kecil begitu mendengar percakapan dari belakang kedai. Dan satu suara sudah dikenalnya. Tampaknya suara pemilik kedai ini. Sedangkan satu suara lain, diyakini kalau itu suara seorang perempuan. Dan tampaknya, seorang wanita yang masih muda usianya. Dengan aji 'Pembeda Gerak dan Suara', Pendekar Rajawali Sakti bisa mendengar jelas sekali. Sepertinya, kedua orang itu berbicara dekat di depannya.
"Siapa dia, Ki?" terdengar jelas di telinga Rangga, suara seorang wanita bertanya pada pemilik kedai ini.
"Kelihatannya dia pendatang, Nini," sahut pemilik kedai.
"Sudah kau tanyakan, apa tujuannya datang ke sini?" Tanya wanita itu lagi.
"Belum."
"Kenapa belum..,?"
"Aku belum sempat bertanya, Nini."
"Kau tahu, Ki. Saat-saat seperti ini, aku tidak suka ada orang asing datang ke Desa Tampuk ini. Aku tidak mau ada orang luar ikut campur dalam persoalan ini. Semuanya masih bisa ku atasi dengan tanganku sendiri. Kau percaya padaku, Ki...?" tegas sekali nada suara wanita itu.
"Aku percaya, Nini," sahut si pemilik kedai.
"Desa ini harus kembali seperti semula, Ki. Seperti waktu ayahku dulu masih menjadi kepala desa. Aku bertekad mengembalikan desa ini seperti semula. Tidak di bawah cengkeraman manusia-manusia iblis seperti Ki Rampak!"
"Pelan-pelan, Nini. Nanti pemuda itu dengar," kata laki-laki tua pemilik kedai memperingatkan.
Beberapa saat tidak terdengar suara apa pun juga.
"Aku pergi dulu, Ki," pamit wanita itu setelah cukup lama terdiam.
"Baik. Tapi, bagaimana keadaan Nyai Suti?"
"Dia baik-baik saja. Hanya, masih mengkhawatirkan suaminya. Sayang, aku belum bisa menemukan...," kata wanita itu dengan suara terputus.
"Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu pada Ki Sampar. Kasihan dia...."
"Aku harap begitu, Ki. Aku juga tidak ingin ada korban seorang pun dari penduduk. Aku pergi dulu, Ki. Tanyai orang asing itu, untuk apa datang ke desa ini."
"Iya, Nini. Aku pasti akan tanyakan padanya."
"Aku pergi, Ki."
Tidak lagi terdengar suara percakapan itu. Sementara, Rangga langsung mencabut kembali aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Saat itu sempat terlihat bayangan hitam berkelebat begitu cepat, dan langsung menghilang dalam sekejapan mata saja. Tak berapa lama kemudian, laki-laki tua pemilik kedai ini sudah muncul kembali dalam kedainya. Kepalanya terangguk ramah pada Rangga, sambil mengembangkan senyum. Rangga ramah membalasnya, walaupun kini sudah tahu kalau keramahan pemilik kedai itu dibuat-buat.
"Ingin tambah lagi minumannya, Den?" pemilik kedai itu menawarkan ramah.
"Boleh," sahut Rangga. Sebenarnya, minumannya saja belum habis. Tapi, Rangga memang sengaja. Dia ingin memberi kesempatan pada pemilik kedai yang sempat memperkenalkan diri bernama Ki Taluk. Dan Rangga juga malah menawarkan untuk minum bersama. Dengan sikap yang ramah sekali, Ki Taluk menerima tawaran itu.
"Sepertinya, kau bukan penduduk desa ini, Anak Muda," kata Ki Taluk setelah meneguk habis arak dalam gelasnya yang terbuat dari bambu.
"Benar, Ki. Aku hanya seorang pengembara," sahut Rangga kalem.
"Boleh aku tahu ke mana tujuanmu, Anak Muda...?" pancing Ki Taluk mulai menyelidik.
"Sebenarnya tidak ada, Ki. Tapi dalam perjalanan, aku bertemu orang tua yang menceritakan keadaan di desa ini. Semula, aku tidak begitu tertarik. Tapi setelah dia mengatakan kalau di desa ini muncul seorang pembunuh gelap yang sudah mengambil banyak korban, aku jadi tertarik juga untuk mengetahuinya. Makanya, aku datang ke sini," kata Rangga sengaja bicara demikian.
"Oh! Siapa orang tua itu, Anak Muda?" Tanya Ki Taluk tidak bisa menahan keterkejutannya.
"Ki Sampar. Dia dalam keadaan terluka, tapi sekarang berada dalam perawatan temanku," sahut Rangga.
Ki Taluk mengangguk-anggukkan kepala. Sedangkan Rangga hanya diam saja memandangi. Dia tahu, Ki Taluk ingin menyelidikinya. Dan Pendekar Rajawali Sakti memang sengaja membuka, karena ingin sekali bertemu orang aneh yang telah mencabut banyak nyawa di Desa Tampuk ini. Meskipun dari keterangan yang diberikan Ki Sampar, orang-orang yang dibunuh hanyalah orang-orang Ki Rampak, Kepala Desa Tampuk yang selalu bertindak dingin dan tangan besi.
"Malang sekali nasib Ki Sampar. Entah kenapa, dia dan istrinya dituduh mata-mata dari si pembunuh gelap itu," kata Ki Taluk dengan suara menggumam perlahan, seakan bicara pada diri sendiri.
"Kudengar, katanya pembunuh gelap itu namanya Nini Angki, gadis yang selama ini di pasung. Benar begitu, Ki?" Tanya Rangga juga menyelidik.
"Hanya orang-orang Ki Rampak saja yang mengetahui begitu, Den. Padahal, gubuk tempat pasungan Nini Angki sudah habis terbakar. Yaaah..., kasihan nasibnya. Sudah orang tuanya dikurung dalam tanah, dia malah dituduh gila dan dipasung. Bahkan kami semua disuruh membencinya. Pada hal, kami begitu kasihan melihat penderitaannya," terdengar pelan sekali suara Ki Taluk.
Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya. Entah, apa yang ada dalam kepalanya sekarang ini. Sedangkan Ki Taluk terdiam, mempermainkan pinggiran gelas bambu dengan ujung jemari tangannya yang sudah keriput. Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti memperhatikan raut wajah tua yang duduk di depannya. Kemendungan di wajah itu, sama sekali tidak dibuat-buat. Dan Rangga tahu, penderitaan yang dialami Ki Taluk merupakan penderitaan seluruh penduduk Desa Tampuk ini. Penderitaan yang sudah terjadi selama bertahun-tahun.
"Seharusnya kami semua bisa senang, karena Ki Rampak sudah tewas. Tapi itu tidak mungkin, Anak Muda," kata Ki Taluk lagi.
"Kenapa, Ki?"
"Ki Gagak Bulang..., adik kandung Ki Rampak ternyata lebih kejam lagi. Malah, sekarang dia yang menguasai seluruh desa ini. Dia belum puas kalau belum membalas kematian kakaknya pada si pembunuh gelap itu," kata Ki Taluk lagi.
"Maksudmu, pada Nini Angki..?"
Ki Taluk tampak terperanjat mendengar pertanyaan yang begitu langsung dari Pendekar Rajawali Sakti. Maka cepat-cepat keterkejutannya dihilangkan. Hanya saja, Rangga sudah sempat melihat jelas. Dan Pendekar Rajawali Sakti jadi yakin, kalau orang aneh itu adalah Nini Angki. Hanya saja dia masih berpikir, bagaimana mungkin seorang gadis yang terpasung bertahun-tahun bisa melepaskan diri. Bahkan sekarang muncul dengan satu kepandaian yang begitu tinggi tingkatannya. Bahkan, penguasa desa ini juga kerepotan dibuatnya.
"Aku pergi dulu, Ki. Mungkin aku kembali lagi ke sini nanti," pamit Rangga.
Setelah membayar semua makanan dan minumannya, Pendekar Rajawali Sakti melangkah keluar. Ki Taluk mengantarkan sampai di depan pintu kedainya itu. Dia masih tetap berdiri disana memandangi kepergian pemuda tampan berbaju rompi putih itu, dengan kuda hitamnya. Saat itu, terlihat sebuah bayangan hitam berkelebat cepat, tepat ketika Rangga berbelok ke kanan di ujung jalan.
Ki Taluk terperanjat dan cepat-cepat masuk ke dalam kedainya. Di dalam kedai, sudah ada seorang gadis berwajah cantik berbaju hitam pekat yang cukup ketat. Sehingga, membentuk tubuhnya yang ramping dan indah. Dia duduk di kursi tempat Rangga duduk disana tadi. Bergegas Ki Taluk menghampiri, dan duduk di depannya.
"Bagaimana, Ki?" Tanya gadis cantik itu langsung.
"Dia ingin bertemu denganmu, Nini. Dan tampaknya, dia sudah tahu kalau orang aneh itu adalah kau," sahut Ki Taluk.
"Dia juga tahu namaku, Ki?"
Ki Taluk mengangguk.
"Ahhh.... Siapa dia, ya...?" desah gadis itu bernada seperti bertanya pada diri sendiri.
Sedangkan Ki Taluk hanya diam saja memandangi wajah yang cantik ini. Dan gadis itu memang Nini Angki, yang selama ini selalu disebut sebagai Perawan Pasungan oleh seluruh penduduk Desa Tampuk. Tapi, keadaannya sekarang tidak kotor dan lusuh, seperti ketika masih berada dalam pasungan. Kini kecantikannya begitu jelas memancar di wajahnya. Namun, di balik kecantikan wajahnya terpancar suatu tekad yang kukuh.
"Sejauh mana dia sudah tahu, Ki?" Tanya Nini Angki.
Ki Taluk langsung saja menceritakan semua pembicaraannya dengan pemuda tampan berbaju rompi putih itu. Dan begitu Ki Taluk mengatakan tentang keadaan Ki Sampar, tiba-tiba saja gadis cantik berbaju hitam yang selama ini dikenal sebagai Perawan Pasungan melesat begitu cepat bagai kilat. Hingga membuat Ki Taluk jadi terlongong bengong. Sekejap mata saja bayangannya sudah lenyap tak berbekas lagi.
"Ck ck ck...!" Ki Taluk berdecak kagum.

78. Pendekar Rajawali Sakti : Perawan Dalam PasunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang