BAGIAN 7

450 24 0
                                    

Malam sudah cukup larut menyelimuti seluruh Desa Tampuk. Kesunyian terasa begitu mencekam. Langit tampak menghitam kelam, terselimut awan yang menggumpal tebal. Sedikit pun tak terlihat cahaya bintang maupun bulan. Dan tak ada seorang pun yang terlihat berada di luar rumahnya. Begitu sunyinya malam ini, hingga detak langkah kaki Nini Angki yang begitu perlahan sampai terdengar di telinganya sendiri.
Gadis itu berjalan perlahan-lahan di dalam kegelapan malam. Pandangannya tertuju lurus ke arah sebuah rumah yang paling besar di Desa Tampuk ini. Rumah yang dulu di tempati bersama ayahnya, tapi sekarang di kuasai Ki Gagak Bulang, setelah kakaknya tewas di tangan si Perawan Pasungan ini. Ayunan langkah kakinya baru berhenti setelah sampai di depan pintu gerbang rumah yang paling besar di Desa Tampuk ini.
Sorot matanya begitu tajam mengamati keadaan sekitar rumah besar itu. Tak ada seorang pun terlihat, walaupun keadaannya cukup terang oleh nyala api pelita dan obor yang terpancang di setiap sudut. Begitu sunyinya, hingga desir angin terasa jelas mengusik telinga.
"Hup!" Ringan sekali Nini Angki melompat naik ke atas tembok batu yang mengelilingi bekas rumahnya ini. Sedikit pun tidak terdengar suara saat kakinya menjejak bagian atas tembok itu. Tubuhnya langsung merunduk, berlindung dari bayang-bayang pohon. Sebentar matanya yang tajam mengawasi keadaan di dalam tembok pagar dari batu ini. Tak terlihat seorang pun. Begitu sepi, seakan-akan rumah ini sudah ditinggalkan begitu saja.
"Hm...," Nini Angki menggumam perlahan.
"Hup!" Kembali Nini Angki melompat turun dari atas tembok itu. Begitu ringan gerakannya, hingga sedikit pun tidak menimbulkan suara. Manis sekali gadis itu menjejakkan kakinya di tanah, kemudian kembali melesat ringan sambil memutar tubuhnya beberapa kali di udara. Hanya tiga kali lompatan saja, dia sudah mencapai bagian samping rumah yang berukuran sangat besar ini. Segera tubuhnya dirapatkan di dinding batu yang dingin dan sedikit berlumut ini.
Seperti seekor kucing, Nini Angki kembali melompat dan hinggap di atas atap. Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat cukup tinggi, gadis yang selama ini selalu disebut si Perawan dalam Pasungan itu berlari-lari di atas atap. Tujuannya langsung ke bagian belakang. Dan begitu sampai di bagian belakang, cepat dia melompat turun. Gerakannya begitu ringan dan indah. Tapi begitu kakinya menjejak tanah, mendadak saja....
Wusss!
"Utfs!
Cepat-cepat Nini Angki memiringkan tubuhnya, begitu matanya menangkap sebatang anak panah meluruk deras ke arahnya. Panah itu lewat sedikit di samping tubuhnya dan langsung menancap di tiang yang terbuat dari kayu.
"He he he...!"
"Oh...?!"
Nini Angki jadi terbeliak, ketika tiba-tiba saja terdengar suara tawa terkekeh. Dan lebih terkejut lagi, saat bermunculan orang-orang yang menghunus senjata golok, kemudian disusul munculnya Ki Gagak Bulang. Sebentar saja Nini Angki sudah terkepung tidak kurang dari empat puluh orang, yang semuanya menggenggam golok terhunus.
"He he he...! Sudah kuduga, kau pasti datang untuk membebaskan ayahmu, Angki," terasa dingin suara Ki Gagak Bulang, disertai tawanya yang terkekeh kering.
"Hm...," Nini Angki hanya menggumam kecil.
"Tapi tidak kukira kau akan datang sendiri, Angki Ke mana teman-temanmu..,? Atau mereka sudah meninggalkanmu?" sinis sekali nada suara Ki Gagak Bulang.
"Jangan banyak mulut." bentak Nini Angki lantang. "Bebaskan ayahku. Dan kau..., enyah dari sini!"
"Ha ha ha...!" Ki Gagak Bulang tertawa tergelak.
Sedangkan Nini Angki hanya mendengus geram. Begitu Ki Gagak Bulang menjentikkan jarinya, seketika itu juga enam orang pemuda bersenjata golok langsung berlompatan menyerang Nini Angki. Golok-golok mereka berkelebat cepat, mengincar tubuh gadis cantik berbaju serba hitam ini.
"Hup! Hiyaaa...!"
Sret. Wuk!
Sambil melentingkan tubuhnya, Nini Angki langsung mencabut senjatanya berupa tongkat kayu pendek yang ujungnya runcing tajam. Secepat kilat tongkatnya dikebutkan menyampok sebilah golok yang melayang deras mengarah dadanya.
Trak!
Begitu golok bisa terhalau, cepat sekali Nini Angki memutar tongkatnya. Langsung tongkatnya dibabatkan dengan kecepatan bagai kilat di leher pemuda itu. Begitu cepatnya serangannya, sehingga pemuda itu tidak sempat lagi berkelit. Dan....
Cras! "Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika itu juga terdengar. Ujung tongkat kayu berukuran pendek telah merobek leher pemuda itu hingga hampir buntung. Darah langsung muncrat berhamburan, bersamaan dengan ambruknya tubuh pemuda itu.
"Hyyaaat..!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Nini Angki cepat melentingkan tubuhnya. Dan secepat itu pula dilepaskannya satu tendangan keras menggeledek, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi kearah salah seorang pengeroyoknya. Begitu cepat tendangannya, sehingga lawannya tidak sempat lagi menghindar.
Begkh!
"Akh...!"
"Hiyaaa...!"
Wuk!
Bret! Bret!
Kembali ujung tongkat Nini Angki yang berbentuk runcing, merobek tenggorokan lawannya. Kembali darah menyembur keluar deras sekali dari leher yang terkoyak lebar. Hanya dalam beberapa gebrakan saja, sudah dua orang tergeletak tak bernyawa lagi, dengan leher terkoyak hampir buntung. Dan ini membuat Ki Gagak Bulang jadi geram setengah mati.
"Minggir...!" seru Ki Gagak Bulang lantang menggelegar. "Hiyaaa...!"
Begitu empat orang yang tersisa berlompatan mundur, bagaikan kilat laki-laki setengah baya berwajah kasar itu melompat langsung menyerang Nini Angki. Begitu cepatnya serangan yang dilancarkan Ki Gagak Bulang, sehingga membuat Nini Angki jadi kelabakan menghindarinya.
"Heaaat..!" Nini Angki terpaksa berjumpalitan di udara, menghindari serangan-serangan kilat yang dilancarkan laki-laki setengah baya ini.
Memang sungguh dahsyat serangan-serangan yang dilancarkan Ki Gagak Bulang. Setiap kali pukulannya terlontar, menimbulkan hempasan angin yang begitu kuat, disertai pancaran hawa panas yang sangat menyengat. Nini Angki cepat menyadari kalau pukulan-pukulan itu mengandung pengerahan tenaga dalam yang begitu tinggi. Dan wanita itu tidak ingin bertindak ayal-ayalan untuk memapak serangan itu, Tapi, tampaknya Ki Gagak Bulang tidak memberi kesempatan sedikit pun pada gadis ini untuk bisa membalas menyerang. Saat itu, jurus-jurusnya yang begitu dahsyat dan berbahaya langsung dikerahkan.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Jurus demi jurus berlalu cepat. Dan pertarungan itu berlangsung semakin dahsyat saja. Begitu tinggi tingkatan ilmu yang dimiliki Ki Gagak Bulang, sehingga gerakan-gerakannya begitu sukar diikuti mata biasa. Dan kini, Nini Angki sudah kelihatan kewalahan menghadapinya. Dia hanya mampu berkelit dan menghindar, tanpa dapat lagi membalas serangan-serangan laki-laki setengah baya ini.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, tiba-tiba saja Ki Gagak Bulang melepaskan satu pukulan keras menggeledek yang begitu cepat ke arah dada gadis cantik berbaju serba hitam ini.
"Haiit..!"
Cepat-cepat Nini Angki berkelit menghindar dengan mengegoskan tubuhnya. Tapi belum juga bisa menyempurnakan kedudukan tubuhnya, tiba-tiba saja Ki Gagak Bulang sudah melepaskan satu tendangannya keras menggeledek, sambil memutar tubuhnya.
"Yeaaah...!"
Begitu cepatnya, tendangan itu, membuat Nini Angki jadi terbeliak. Dan wanita itu tidak mampu lagi menghindar, dalam keadaan tubuh yang tidak sempurna. Apalagi, dia baru saja menghindari satu pukulan keras menggeledek yang dilepaskan laki-laki setengah baya berwajah kasar ini. Hingga...
Des!
"Akh...!"
Bruk!
Keras sekali tendangan itu mendarat di dada, membuat Nini Angki terbanting keras ke tanah. Beberapa kali tubuhnya bergulingan di tanah, namun cepat bisa bangkit berdiri lagi. Tapi belum juga bisa berdiri tegak, mendadak...
"Hiyaaa...!"
Begkh!
"Aaakh...!"
Kembali Nini Angki terpental dan terbanting keras begitu satu pukulan keras mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi mendarat telak di dadanya. Tampaknya gadis itu seperti tidak mampu bangkit lagi dengan cepat Dia menggeliat sambil mengerang lirih. Tampak darah mengalir keluar dari mulut dan hidungnya. Memang keras sekali pukulan yang dilepaskan Ki Gagak Bulang yang mendarat telak di dada. Sehingga Nini Angki merasakan nafasnya jadi sesak.
"Tangkap dia!" seru Ki Gagak Bulang memberi perintah.
Nini Angki yang kelihatannya sudah tidak lagi berdaya, tiba-tiba saja melesat bangkit ketika dua orang pemuda hendak meringkusnya dengan kasar. Dan tanpa diduga sama sekali, dilepaskannya dua pukulan beruntun yang begitu cepat disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Akh!"
"Ugkh!"
Kedua pemuda itu hanya mampu memekik dan melenguh begitu pukulan Nini Angki mendarat telak di tubuhnya. Dan sebelum ada yang sempat menyadari, Nini Angki sudah cepat sekali mengebutkan tongkat kayunya yang sepanjang tiga jengkal. Seketika itu juga, terdengar jeritan-jeritan panjang melengking tinggi yang saling sambut. Kemudian disusul oleh ambruknya dua orang pemuda yang tadi hendak meringkusnya dengan kasar. Darah langsung muncrat dari leher yang terpenggal hampir buntung.
"Setan...!" desis Ki Gagak Bulang menggeram berang.
"Hiyaaat..!" Bagaikan kilat, Ki Gagak Bulang melesat sambil melepaskan beberapa pukulan beruntun ke arah gadis yang selama ini dikenal sebagai Perawan Pasungan. Tapi tanpa diduga sama sekali, Nini Angki ternyata masih memiliki sisa-sisa kekuatan yang tidak bisa dipandang enteng. Dengan gerakan-gerakan tubuh begitu manis dan lincah, serangan-serangan Ki Gagak Bulang berhasil dihindari.
"Hup! Hiyaaa...!"
Hingga pada satu kesempatan, Nini Angki melenting ke udara. Tapi baru saja melesat, tiba-tiba saja Ki Gagak Bulang sudah melepaskan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam tinggi sekali. Begitu cepatnya pukulan itu terlontar, sehingga Nini Angki tidak sempat lagi menghindar. Terlebih lagi, dia sedang berada di udara saat ini. Hingga....
Des! "Aaakh...!"
Kembali Nini Angki memekik keras, begitu pukulan Ki Gagak Bulang mendarat di tubuhnya. Dan begitu Nini Angki jatuh terguling, cepat sekali Ki Gagak Bulang memberi satu tendangan keras menggeledek. Dan akibatnya gadis itu terpental jauh. Keras sekali tubuhnya menghantam pohon hingga hancur berkeping-keping. Nini Angki hanya mampu merintih lirih sambil menggeliat. Saat itu juga, Ki Gagak Bulang melompat menghampiri. Dan....
Tukk!
"Ukh...!"
Nini Angki hanya bisa melenguh kecil, begitu satu totokan mendarat di lehernya. Dan seketika, tubuhnya jadi lemas tak berdaya lagi. Dia hanya mampu meringis menahan sakit dan sesak pada dadanya, saat merasakan satu tendangan keras kembali menghantam tubuhnya.
"Ringkus dia!" perintah Ki Gagak Bulang.
Dua orang pemuda bergegas menghampiri, dan langsung meringkus Nini Angki. Dengan kasar sekali Nini Angki dipaksa berdiri. Sementara itu, Ki Gagak Bulang melangkah menghampiri. Dan tiba-tiba saja....
Plak! "Akh!"
Nini Angki kembali terpekik, begitu satu tamparan keras mendarat di pipinya. Gadis itu langsung terkulai lemas. Begitu kerasnya tamparan itu, membuat Nini Angki merasa pening dan berkunang-kunang. Perlahan kemudian, pandangannya mulai mengabur, dan pendengarannya pun semakin berkurang. Lalu begitu satu pukulan bersarang di tengkuknya, gadis cantik itu langsung ambruk kembali ke tanah. Hanya sedikit saja dia mengerang dan menggeliat, kemudian diam tak bergerak-gerak lagi.
"Masukkan dia ke penjara bersama ayahnya," perintah Ki Gagak Bulang.
Dua orang pemuda langsung menyeret kasar gadis itu. Sementara Nini Angki benar-benar sudah tidak lagi bertenaga. Bahkan kesadarannya pun sudah lenyap. Dunia baginya saat ini begitu gelap. Nini Angki merasakan dirinya kini sudah mati dan sedang menuju ke Swargaloka. Dan tidak tahu lagi, apa yang terjadi pada dirinya. Dia juga tidak tahu, kalau dua orang pemuda telah membawanya masuk ke dalam penjara bawah tanah.
***

Sementara itu, di tengah hutan yang letaknya agak jauh dari Desa Tampuk, Rangga dan Pandan Wangi tengah kelabakan mencari Nini Angki yang menghilang begitu saja. Ki Sampar dan istrinya juga ikut mencari. Tapi, Nini Angki benar-benar tidak ada lagi. Entah pergi ke mana, tak ada seorang pun yang tahu.
"Apa dia tidak bilang apa-apa, Ki?" tanya Rangga.
"Tidak," sahut Ki Sampar.
"Tadi, katanya hanya ingin mencari angin sebentar. Tapi sampai sekarang belum juga kembali," ujar Nyai Suti.
"Kakang, apa mungkin dia pergi ke Desa Tampuk...?" selak Pandan Wangi, seperti bertanya pada diri sendiri.
"Edan...! Untuk apa dia ke sana sendiri...?" dengus Rangga.
"Anak itu memang keras wataknya, Den," ujar Nyai Suti. "Dia pasti memang pergi ke sana untuk membebaskan ayahnya."
"Iya. Tapi kenapa harus sendiri...? Bukankah dia sudah setuju untuk mengadakan serangan besok siang...?" desis Rangga jadi kesal.
"Mungkin dia sudah tidak sabar lagi, Den," kata Nyai masih membela Nini Angki.
"Hhh!" Rangga mendengus berat. Kemudian Pendekar Rajawali Sakti bergegas melangkah menghampiri kudanya. Pandan Wangi, Ki Sampar, dan istrinya bergegas mengikuti.
Sementara, Rangga sudah melompat naik ke punggung kudanya. Gerakannya begitu cepat dan ringan. Sedangkan Pandan Wangi baru saja sampai di samping kudanya. Gadis itu memegang tali kekang kuda putih ini. Sementara, Ki Sampar dan istrinya hanya berdiri saja di depan Rangga yang berada di punggung kuda hitam Dewa Bayu.
"Mau ke mana, Den?" Tanya Nyai Suti.
"Cari Nini Angki," sahut Rangga singkat.
"Ke mana?" Tanya Nyai Suti lagi.
"Mungkin ke Desa Tampuk," sahut Rangga lagi.
Rangga melirik sedikit pada Pandan Wangi yang sudah duduk di punggung kudanya yang berbulu putih dan tegak. Sedangkan Ki Sampar dan istrinya hanya memandangi saja kedua pendekar muda itu bergantian.
"Pandan, kau pakai kudaku. Biar Ki Sampar dan Nyai Suti pakai kudamu," kata Rangga langsung melompat turun dari punggung kuda. Pandan Wangi juga segera melompat turun dari punggung kuda putihnya.
"Kau bisa naik kuda, Ki?" Tanya Rangga.
"Dulu waktu masih muda, aku sering naik kuda," sahut Ki Sampar.
"Pakailah kuda Pandan Wangi. Pelan-pelan saja." Kata Rangga.
"Kau sendiri.?"
Rangga hanya tersenyum saja. Sebentar Pendekar Rajawali sakti berbicara pada Pandan Wangi, kemudian menepuk pundak gadis yang berjuluk si Kipas Maut. Setelah mengatakan beberapa pesan pada Ki Sampar dan Nyai Suti, pemuda berbaju rompi putih itu langsung melesat cepat bagai kilat. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga dalam waktu sekejapan mata saja sudah lenyap dari pandangan. Sementara Pandan Wangi membantu Ki Sampar dan istrinya naik ke kuda putih miliknya. Sedangkan dia sendiri kemudian melompat naik ke punggung Dewa Bayu.
"Hrs...! Cek, cek...!"
Pandan Wangi sengaja menjalankan kuda pelan-pelan, mendampingi kuda yang ditunggangi Ki Sampar dan istrinya. Mereka jelas menuju Desa Tampuk, karena begitu yakin kalau Nini Angki pergi kesana untuk membebaskan ayahnya. Juga, untuk membalas dendam pada Ki Gagak Bulang. Dan ini yang dikhawatirkan.

78. Pendekar Rajawali Sakti : Perawan Dalam PasunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang