BAGIAN 6

453 23 0
                                    

Cepat-cepat Rangga melenting ke udara, begitu tiba-tiba saja puluhan batang anak panah berhamburan menghujaninya. Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti berjumpalitan di udara, sambil mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'! Kedua tangannya terkembang lebar, dan bergerak begitu cepat mengibas anak-anak panah yang menghujaninya.
"Hiyaaa...!"
Beberapa batang panah yang berhasil dirampas langsung cepat dilemparkan, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Anak-anak panah itu meluruk deras, kembali pada pemiliknya. Tindakan Rangga yang begitu cepat dan tidak terduga, membuat orang-orang yang melepaskan panah jadi terhenyak kaget setengah mati.
"Hiya!" Yeaaah...!"
Mereka yang masih sempat menghindar, segera berlompatan. Tapi yang terlambat, harus menerima nasib terpanggang panahnya sendiri. Jeritan-jeritan melengking tinggi seketika terdengar begitu menyayat dan saling sambut. Tampak beberapa orang terjungkal roboh tertembus panah.
Sementara itu, Rangga meluruk turun manis sekali, setelah tidak ada lagi panah yang menghujaninya. Beberapa batang panah berada di dalam genggaman kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti. Sambil menghembuskan napas berat, dilemparkannya panah-panah itu ke tanah.
Sementara Ki Gagak Bulang jadi terbeliak, melihat serangan orang-orangnya dapat dipatahkan begitu mudah, hanya lewat satu jurus saja.
"Seraaang...!" teriak Ki Gagak Bulang lantang, memberi perintah.
"Hiyaaa. !"
"Yeaaah...!"
"Yaaa...!"
Seketika itu juga, sekitar dua puluh orang bersenjata golok berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Mereka langsung menyerang dari berbagai jurus, dengan cepat sekali. Sehingga, membuat pemuda berbaju rompi putih itu harus berjumpalitan. Tubuhnya meliuk-liuk menghindari serangan-serangan yang datang secara cepat beruntun dari segala arah.
Tapi belum juga lama pertarungan itu berjalan, tiba-tiba saja terdengar jeritan-jeritan panjang melengking tinggi saling susul. Kemudian, terlihat orang-orang yang mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti berpentalan. Mereka langsung jatuh menggelepar dengan dada tertembus benda keperakan berbentuk bintang.
"Hup!" Cepat-cepat Rangga melenting ke belakang. Hanya dalam waktu sebentaran saja, sudah lima belas orang yang tergeletak tak bernyawa lagi. Dan mereka langsung berlumuran darah, tertembus senjata berbentuk bintang keperakan. Bukan hanya Ki Gagak Bulang saja yang terkejut. Bahkan Rangga juga jadi kebingungan sendiri, karena tidak pernah menggunakan senjata rahasia dalam menghadapi lawan-lawannya. Dan ia juga tidak tahu, dari mana senjata-senjata rahasia itu datang. Karena, tadi begitu sibuk menghindari serangan-serangan yang datang beruntun dari segala arah.
"Keparat..!" geram Ki Gagak Bulang. Wajah Ki Gagak Bulang semakin kelihatan memerah. Sedangkan kedua bola matanya berapi-api, merayapi orang-orangnya yang bergelimpangan tak bernyawa lagi. Sudah begitu banyak dia kehilangan pengikut. Bahkan kakak kandungnya juga sudah tewas di tangan orang aneh yang belum diketahui orangnya. Sorot matanya begitu tajam, menembus langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Gerahamnya bergemeletuk, menahan kemarahan yang begitu menggelegak dalam dada.
"Ayo, tinggalkan tempat ini!" seru Ki Gagak Bulang.
Bagaikan kilat, Ki Gagak Bulang melompat cepat meninggalkan tempat itu. Semua pengikutnya bergegas berlompatan pergi. Sementara, Rangga sama sekali tidak bermaksud mencegah. Hanya dipandanginya saja kepergian mereka semua. Kemudian perlahan tubuhnya diputar dan melangkah menghampiri kudanya. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan hitam berkelebat begitu cepat di depannya. Dan tahu-tahu, sudah berdiri seorang gadis cantik berbaju serba hitam. Rangga langsung menghentikan ayunan kakinya.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Nisanak," ucap Rangga langsung bisa menebak kalau gadis inilah yang menolongnya tadi dari keroyokan orang-orang Ki Gagak Bulang.
"Hm...," gadis itu hanya menggumam sedikit saja.
Rangga mengayunkan kakinya beberapa langkah ke depan, dan baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi dari gadis cantik berbaju serba hitam ini, Beberapa saat Rangga memandangi, kemudian bibirnya tersenyum.
"Kau yang bernama Nini Angki?" Tanya Rangga memastikan.
"Dari mana kau tahu namaku?" Dengus gadis cantik berbaju hitam yang memang Nini Angki si Perawan Pasungan.
"Aku hanya menduga saja," sahut Rangga kalem.
"Kau siapa, Kisanak?" Balas Nini Angki bertanya. Suara wanita itu masih terdengar bernada dingin dan datar. Tatapan matanya juga begitu tajam, seakan-akan tengah menyelidik tingkat kepandaian pemuda tampan di depannya.
Sedangkan Rangga hanya tersenyum saja, membiarkan dirinya dipandangi dengan sinar mata penuh selidik.
"Namaku Rangga," sahut Rangga memperkenalkan diri.
"Kenapa kau mencariku?" Tanya Nini Angki masih dengan nada suara terdengar dingin dan agak ketus.
"Tidak," sahut Rangga seraya menggelengkan kepala.
"Lalu, untuk apa kau datang ke Desa Tampuk?" kejar Nini Angki lagi.
Rangga tidak menjawab, dan hanya mengangkat bahunya saja sedikit Kemudian, kakinya melangkah ringan menghampiri kudanya. Diambil tali kekang kudanya, dan kembali melangkah menghampiri gadis cantik yang selama ini selalu disebut sebagai Perempuan Pasungan, karena memang sudah beberapa tahun hidup dalam pasungan.
Pendekar Rajawali Sakti kembali berdiri di depan Nini Angki dengan jarak sekitar lima langkah. Sedangkan Nini Angki terus memandanginya dengan sorot mata begitu tajam, tertuju lurus ke bola mata pemuda tampan di depannya. Untuk beberapa saat lamanya, tidak ada seorang pun yang berbicara.
"Kuharap kau tidak perlu lagi berpura-pura, Kisanak. Aku sudah tahu tujuanmu datang ke Desa Tampuk ini. Dan kuminta Segera tinggalkan desa ini. Jangan coba-coba mencampuri urusanku dengan iblis-iblis keparat itu!" terasa begitu dingin suara Nini Angki.
Dan Rangga hanya tersenyum saja, meskipun dari nada suara wanita itu sudah bisa tertangkap adanya ancaman yang tidak bisa dipandang main-main. Dan Nini Angki memang bersungguh-sungguh, tidak ingin urusannya dicampuri orang lain. Semua penghinaan pada diri dan keluarganya harus dibalas dengan tangannya sendiri. Walaupun dia tahu, terlalu berat untuk menghadapi Ki Gagak Bulang seorang diri.
Terlebih lagi, Ki Gagak Bulang sudah begitu berpengalaman dalam rimba persilatan yang terkenal ganas dan keras. Namun, sudah menjadi tekadnya untuk menyelesaikan dendamnya seorang diri saja. Dan selama bertahun-tahun berada di dalam pasungan, sudah berlatih tekun untuk memperdalam jurus-jurus yang pernah dipelajari dari ayahnya.
Cerdiknya, dengan modal tenaga dalam yang pernah didapat, Nini Angki mampu membuka dan mengunci gembok pasungannya. Dan bila sudah terbebas, dia berlatih penuh ketekunan. Hingga akhirnya semua ilmu yang didapat dulu berhasil disempurnakannya. Dan selama ini, Nini Angki harus berpura-pura jadi orang gila, untuk keselamatan diri sendiri.
Begitu sempurnanya peranan yang dimainkan, sehingga semua orang di Desa Tampuk benar-benar sudah menganggapnya gila. Hanya Nyai Suti dan beberapa orang desa yang masih memandangnya sebagai anak kepala desa, dan tidak menganggapnya gila.
"Sayang sekali, aku sudah berjanji pada Ki Sampar untuk membebaskan Desa Tampuk dari penindasan Ki Rampak dan orang-orangnya," kata Rangga kalem.
"Hhh! Di mana kau sembunyikan Ki Sampar?" Desis Nini Angki sambil mendengus berat Belum juga Rangga sempat menjawab, tiba-tiba saja....
"Aku di sini, Nini Angki."
"Hah...?!"
Bukan hanya Nini Angki yang terkejut, tapi juga Pendekar Rajawali Sakti, ketika tiba-tiba saja terdengar suara tua yang sudah bergetar. Bersamaan mereka, berpaling ke arah datangnya suara. Entah dari mana datangnya, tahu-tahu tidak jauh dari mereka sudah ada Ki Sampar yang didampingi Pandan Wangi.
Mungkin karena seluruh perhatian mereka begitu tertumpah, sehingga tidak mendengar suara langkah Ki Sampar dan Pandan Wangi. Hingga, tahu-tahu mereka ada di tempat ini. Ki Sampar melangkah tertatih-tatih, dibimbing Pandan Wangi menghampiri Nini Angki yang berdiri sekitar lima langkah di depan Pendekar Rajawali Sakti. Dia berhenti tepat sekitar tiga langkah lagi di depan Nini Angki.
Sedangkan Rangga menggeser kakinya mendekati Pandan Wangi yang memapah laki-laki tua itu. Mereka semua jadi terdiam, tak ada seorang pun yang membuka suara lebih dahulu. Sementara, Rangga menarik tangan Pandan Wangi menjauhi Ki Sampar dan Nini Angki. Dia memberi kesempatan pada mereka untuk berbicara berdua saja. Rangga mengajak Pandan Wangi menghampiri kuda Dewa Bayu, yang kini sudah ditemani si Putih, kuda tunggangan Pandan Wangi.
"Aku senang melihatmu lagi, Nini," Kata Ki Sampar dengan mata berkaca-kaca.
"Aku begitu mengkhawatirkan mu, Ki," Kata Nini Angki.
"Bagaimana keadaan Nyai Suti?" Tanya Ki Sampar.
"Baik," sahut Nini Angki.
"Kau sendiri, Ki...?"
"Hampir saja aku mati. Untung segera ditolong mereka," sahut Ki Sampar sambil melirik Rangga dan Pandan Wangi.
Nini Angki juga melirik sedikit pada kedua pendekar muda dari Karang Setra itu. Kembali mereka terdiam, dan hanya saling berpandangan saja. Sementara, Rangga dan Pandan Wangi sudah duduk di bawah pohon, tidak jauh dari kuda-kuda mereka. Sepasang pendekar muda itu juga, tengah berbicara. Entah, apa yang dibicarakan.
"Aku tahu, kau sudah berhasil membunuh Ki Rampak. Tapi itu bukan berarti kemenangan ada di tanganmu sekarang ini, Nini. Masih lebih berat lagi rintangan yang harus kau hadapi untuk membebaskan Desa Tampuk. Terutama sekali, membebaskan ayahmu dari tahanan mereka," kata Ki Sampar dengan suara bergetar karena sudah termakan usia.
"Ya! Memang, tidak mudah mengusir Ki Gagak Bulang dari desa ini, Ki," desah Nini Angki mengakui.
"Kau harus mencari teman Nini. Paling tidak, yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripada Ki Gagak Bulang," kata Ki Sampar lagi.
"Maksudmu, Ki...?" Tanya Nini Angki tidak mengerti.
Ki Sampar tidak langsung menjawab. Kemudian kepalanya berpaling, dan langsung memandang Pendekar Rajawali Sakti dan si Kipas Maut. Nini Angki langsung bisa mengerti, meskipun Ki Sampar belum menjelaskan maksudnya. Dan memang diakui, kepandaian yang dimiliki pemuda tampan berbaju rompi putih itu sangat tinggi. Jurus-jurus Pendekar Rajawali Sakti sudah dilihatnya.
Memang, tadi dia membantunya. Tapi, sebenarnya juga tidak diperlukan Rangga dalam menghadapi keroyokan dua puluh orang anak buah Ki Rampak, yang kini diambil alih adik kandungnya. Nini Angki juga sudah merasa kalau bantuan Pendekar Rajawali Sakti sangat diperlukan untuk menghadapi Ki Gagak Bulang. Tapi entah kenapa, dia jadi merasa angkuh. Bahkan tidak ingin mengutarakannya.
"Aku dan semua penduduk Desa Tampuk ada di belakangmu, Nini!" Kata Ki Sampar lagi.
"Tapi, Ki...."
"Aku tahu tekadmu, Nini. Nyai Suti sudah banyak cerita padaku. Dia memang wanita yang kuat dan berani. Aku benar-benar mengaguminya. Meskipun berulang kali diancam, tapi tetap saja tidak peduli. Dan sebenarnya pula, aku dan istriku sudah tahu kalau di dalam pasungan kau selalu melatih ilmu-ilmu kedigdayaan. Itu sebabnya, kenapa istriku tidak mempedulikan keselamatan dirinya, dan terus datang membawakan makanan untukmu," selak Ki Sampar cepat membuat Nini Angki tidak bisa lagi berkata-kata.
Memang selama bertahun-tahun ini, jasa Ki Sampar begitu besar padanya. Terutama sekali istrinya. Nyai Suti selalu berani menantang bahaya, walaupun sudah berulang kali diancam agar tidak lagi mengirim makanan, selama Nini Angki berada dalam pasungan. Dan ini tidak mungkin bisa dilupakan begitu saja. Bahkan kitab-kitab yang dibacanya selama bertahun-tahun ini juga berkat jasa Ki Sampar. Laki-laki tua itu begitu berani menyelinap masuk ke dalam rumah Ki Rampak, hanya untuk mengambil kitab ayah gadis ini, kemudian di serahkan padanya. Dengan kitab itu, Nini Angki bisa bertahan dalam pasungan. Bahkan kini menjadi seorang wanita yang berilmu tinggi. Nini Angki terdiam cukup lama.
Sementara, Ki Sampar tidak berbicara lagi, seakan-akan memberi kesempatan pada gadis itu untuk berpikir. Paling tidak, untuk mempertimbangkan sarannya, agar meminta bantuan pada kedua pendekar muda yang digdaya itu. Beberapa kali Nini Angki melirik Rangga. Dan setiap kali lirikannya bertemu sorot mata pendekar muda yang tampan itu, cepat-cepat dialihkan ke arah lain. Entah kenapa, dadanya selalu bergetar bila mendapat sorot mata pemuda tampan itu.
"Mereka tentu bersedia membantu kita, Nini," kata Ki Sampar mendesak, setelah cukup lama Nini Angki hanya diam saja membisu.
"Bagaimana kau bisa begitu yakin, Ki?" Tanya Nini Angki.
"Mereka adalah para pendekar, Nini. Mereka bersedia membantu. Apalagi, tujuanmu begitu mulia. Aku tahu itu, karena mereka sudah mengatakannya padaku untuk membantu membebaskan penduduk Desa Tampuk dari cengkeraman mereka," jelas Ki Sampar.
"Tapi jumlah mereka begini banyak, Ki. Dan aku masih terus mencoba mengurangi kekuatan mereka," kata Nini Angki.
"Bagi pendekar, tidak menjadi persoalan dengan jumlah yang banyak, Nini," selak Ki Sampar.
Nini Angki kembali terdiam. Memang, dia sudah melihat sedikit sepak terjang pemuda tampan berbaju rompi putih itu. Meskipun dikeroyok dua puluh orang bersenjata golok, tapi sedikit pun tidak merasa kewalahan. Bahkan tak ada seorang pun dari pengeroyoknya yang berhasil menyentuh tubuhnya. Juga, ketika diserang puluhan anak panah. Pendekar Rajawali Sakti bahkan bisa membalas dan merobohkan sebagian dari pemanah-pemanah itu. Dari situ saja, sebenarnya Nini Angki sudah merasa yakin kalau tingkat kepandaian yang dimiliki pemuda tampan itu memang sangat tinggi.
Rangga hanya mengangkat pundaknya saja, ketika Nini Angki mengutarakan keinginannya untuk meminta bantuan menghadapi Ki Gagak Bulang. Pendekar Rajawali Sakti melirik Pandan Wangi. Sedangkan si Kipas Maut itu hanya mengangkat pundaknya sedikit. Seakan-akan, mereka tengah mempermainkan si Perawan Pasungan ini, karena tadi sikapnya begitu angkuh. Dan Nini Angki sendiri menyadari hal itu. Tapi wanita itu hanya diam saja, karena memang memerlukan bantuan kedua pendekar digdaya ini. Terlebih lagi setelah tahu, siapa pemuda tampan berbaju rompi ini dari Ki Sampar.
"Apa yang harus kami lakukan?" Tanya Pandan Wangi, karena Rangga hanya diam saja.
"Terus terang, aku sendiri tidak sanggup menghadapi Ki Gagak Bulang. Dan aku percaya, kalian mampu menghadapinya," kata Nini Angki. "Terutama kau, Kisanak."
"Rangga," selak Rangga meminta gadis itu memanggil namanya saja.
"Tidak pantas aku memanggil namamu saja, Kisanak," tolak Nini Angki.
"Panggil saja seperti Pandan Wangi bila memanggil ku," kata Rangga seraya melirik Pandan Wangi.
"Dia lebih senang kalau dianggap tua, Angki," selak Pandan Wangi berseloroh. "Panggil saja kakang. Dia sudah suka kalau dipanggil begitu."
Nini Angki tersenyum mendengar gurauan Pandan Wangi. Dan memang, Rangga lebih tua beberapa tahun darinya. Jadi, sudah sepantasnya kalau memanggilnya dengan sebutan Kakang Rangga. Sedangkan Ki Sampar hanya tersenyum-senyum saja melihat keakraban yang langsung terjadi di antara ketiga anak muda ini. Terlebih lagi, Pandan Wangi memang pintar mengakrabkan suasana.
"Kau sudah pernah bertarung dengannya, Angki?" Tanya Pandan Wangi
"Dengan Ki Gagak Bulang...?" Nini Angki balik bertanya.
Pandan Wangi mengangguk.
"Belum," sahut Nini Angki. "Tapi dialah yang mengalahkan ayahku, dan menjebloskannya ke penjara bawah tanah yang dibuatnya sendiri."
"Jadi, ayahmu masih hidup?" Selak Rangga, bertanya.
"Aku tidak tahu. Sudah beberapa tahun ini aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya. Dan selama itu, aku berada dalam pasungan. Kalian pasti sudah tahu dari Ki Sampar," kata Nini Angki seraya melirik Ki Sampar yang duduk bersila di sampingnya.
"Ya! Ki Sampar sudah bercerita banyak. Bahkan tentang hubungan kalian yang masih ada darah keturunan," kata Rangga.
"Memang, Ki Sampar saudara sepupu ayahku," kata Nini Angki membenarkan.
"Angki, kenapa kau begitu yakin tidak bisa menghadapi Ki Gagak Bulang?" Tanya Pandan Wangi lagi menyelak.
"Semua ilmu yang kumiliki berasal dari ayahku. Sedangkan ayahku kalah olehnya. Jadi, tidak mungkin aku bisa menandinginya, Kak Pandan."
"Tapi kau berhasil menewaskan kakaknya," kata Pandan Wangi lagi.
"Kepandaian yang dimiliki ki Rampak memang tidak terlalu tinggi. Dan kekuatannya hanya mengandalkan jumlah pengikutnya saja. Tidak sulit sebenarnya mengalahkannya. Tapi yang menjadi pikiranku adalah menghadapi Ki Gagak Bulang ini. Tingkat kepandaiannya masih jauh berada di atasku," kata Nini Angki berterus terang lagi.
Pandan Wangi melirik sedikit pada Pendekar Rajawali Sakti yang duduk dekat di sebelah kanannya. Sedangkan yang dilirik hanya diam saja, lalu menghembuskan napas kuat-kuat.
"Baiklah. Aku akan menghadapinya. Sedangkan kau dan Pandan Wangi membereskan pengikut-pengikutnya," kata Rangga.
"Tapi yang terpenting, kita pertemukan dulu Ki Sampar dengan istrinya, Kakang," selak Pandan Wangi.
"He he he...," Ki Sampar jadi terkekeh.
"Ayo, kita berangkat sekarang," Ajak Rangga seraya bangkit berdiri. Mereka semua berdiri.
"Jauh tempatnya, Angki?" Tanya Pandan Wangi.
"Tidak," Sahut Nini Angki.

***

78. Pendekar Rajawali Sakti : Perawan Dalam PasunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang