BAGIAN 4

437 18 2
                                    

Rangga duduk di atas batu memperhatikan Lasmi yang sedang mandi di sungai, setelah selesai mencuci gadis itu merendam tubuhnya sampai sebatas dada dan seperti tidak peduli kalau ada seorang pemuda di situ. Dia juga tidak peduli dengan beberapa bagian tubuhnya yang tersingkap ketika kain yang membelit dipermainkan arus sungai. Beberapa kali Rangga mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
"Kau tidak mandi sekalian, Kakang...?!" seru Lasmi
"Sudah tadi," sahut Rangga seraya menoleh.
Pada saat itu Lasmi membenahi kainnya. Maka bagian dadanya sedikit terbuka. Buru-buru Rangga mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sebagai laki-laki yang sehat nafsunya, Rangga tak memungkiri kalau saat ini jantungnya jadi berdetak keras, dan darahnya berdesir cepat tidak teratur. Sekuat mungkin Rangga berusaha menenangkan perasaannya yang mendadak jadi tidak menentu. Dia bangkit berdiri, dan melompat ke batu lain yang agak ke tepi.
Lasmi keluar dari dalam sungai. Sebentar dibenahinya kain yang basah, kemudian memandangi Pendekar Rajawali Sakti yang sudah berada di tepi sungai. Melihat pemuda itu memandang ke arah lain dengan sikap memunggungi, Lasmi buru-buru mengganti kainnya yang basah dengan kain kering. Kemudian, kakinya melangkah ke tepi sambil mengepit rinjing cuciannya.
"Pulang, yuk," ajak Lasmi yang sudah di samping Pendekar Rajawali Sakti.
"Sudah mencucinya?" tanya Rangga seenaknya.
"Sudah," sahut Lasmi seraya tersenyum.
Mereka kemudian berjalan bersisian tanpa bicara lagi. Tapi baru saja beberapa depa melangkah, mendadak Rangga berhenti. Langsung ditariknya tangan Lasmi ke dekatnya. Lasmi jadi heran dan memandang pemuda itu lekat-lekat.
"Ada apa?" tanya Lasmi melihat Rangga memiring-miringkan kepalanya.
Belum sempat Rangga menjawab, tiba-tiba saja dari balik semak bermunculan gadis-gadis cantik berbaju merah dengan pedang terhunus. Mereka langsung mengepung Pendekar Rajawali Sakti dan Lasmi. Seketika, wajah gadis itu jadi pucat pasi. Tubuhnya juga gemetar menggigil ketakutan. Gadis-gadis berbaju merah itu berjumlah sepuluh orang. Dua di antaranya adalah Wilastri dan Karina.
"Berikan rinjingmu padaku, Lasmi," ujar Rangga setengah berbisik. Belum juga Lasmi memberikan keranjang cuciannya, Rangga sudah merebut dan mengepitnya di pinggang. Kemudian ditariknya gadis itu ke belakang tubuhnya.
"Jangan jauh-jauh dariku," pinta Rangga.
"Baik," sahut Lasmi, agak bergetar suaranya.
"Kisanak! Yang Mulia Gusti Ratu memerintahkan agar kau menyerah dan bersedia ikut dengan kami ke istana!" kata Wilastri lantang.
"Kalau aku tidak mau?" tantang Rangga ketus.
"Kau benar-benar keras kepala! Gusti Ratu menginginkanmu, dan berjanji tidak akan mengganggu Desa Gedangan lagi!"
"Sama sekali aku tidak mempercayai janji perempuan iblis itu!" dengus Rangga dingin.
"Keparat! Kau berani menghina junjungan kami." bentak Karina.
"Sebaiknya, suruh saja ratu iblismu itu menemuiku. Biar kucincang tubuhnya!" kata Rangga mengejek.
"Kadal buduk! Kurobek mulutmu, Keparat...!" geram Karina yang tidak pernah bisa menahan kesabaran.
Setelah berkata demikian, Karina langsung melompat menerjang sambil berteriak keras. Rangga yang harus melindungi Lasmi, tidak berani mengegos menghindari serangan itu. Maka tangannya yang bebas segera diangkat. Dengan demikian, pedang Karina yang mengarah dadanya, langsung terjepit kedua jarinya. Pada saat yang hampir bersamaan, kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti melayang ke depan. Langsung dihantamnya perut Karina.
Hantaman yang begitu keras, meskipun tidak disertai pengerahan tenaga dalam, membuat Karina mengeluh pendek, Tubuhnya terdorong beberapa langkah ke belakang begitu Rangga melepaskan jepitan jarinya pada pedang gadis itu.
"Serang..!" seru Wilastri keras.
Seketika itu juga, yang lain berlompatan menyerang Rangga. Agak repot juga Pendekar Rajawali Sakti menghadang serangan sepuluh orang yang rata-rata memiliki tingkat kepandaian cukup tinggi. Terlebih lagi, harus juga melindungi Lasmi yang tidak mengerti sama sekali ilmu olah kanuragan. Rangga tidak punya pilihan lain lagi. Apalagi gadis-gadis itu bukan hanya menyerang dirinya, tapi juga mengancam nyawa Lasmi.
Sret!
Cahaya biru langsung menyemburat berkilat begitu Rangga mencabut Pedang Rajawali Sakti dari warangka. Dan dengan kecepatan kilat, pedangnya dikibaskan untuk melindungi dirinya serta Lasmi dari serangan sepuluh orang gadis itu.
Trang! Tring!
"Akh...!" Pekik tertahan terdengar saling sambut begitu Rangga mengadukan senjatanya dengan pedang-pedang yang mengurungnya. Dua orang melompat mundur dengan bibir meringis kesakitan. Meskipun tidak mengalami luka, namun tangan mereka jadi kaku akibat benturan senjata yang mengandung tenaga dalam luar biasa dahsyatnya.
"Hiyaaa...!" Rangga berteriak keras. Seketika itu juga, kaki Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat mengelilingi Lasmi. Pedangnya diputar-putar bagaikan kilat, menghantam senjata-senjata yang berkelebatan di sekitarnya. Suara denting senjata terdengar beberapa kali, disusul pekik tertahan. Tampak gadis-gadis itu berlompatan mundur dengan bibir meringis, seraya mengurut-urut pergelangan tangan.
"Mundur...!" seru Wilastri tiba-tiba. Sepuluh orang gadis berpakaian merah menyala itu langsung berlompatan kabur. Ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki memang cukup tinggi tingkatannya. Sehingga dalam sekejap saja, sudah lenyap tidak terlihat lagi. Rangga menyarungkan kembali pedangnya. Maka, cahaya biru lenyap seketika begitu Pedang Rajawali Sakti tenggelam dalam warangka.
"Ayo kita pulang," ajak Rangga. Setengah berlari, Lasmi mengikuti langkah Pendekar Rajawali Sakti. Padahal Rangga terlihat hanya berjalan biasa saja. Memang tanpa disadari, Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan ilmu meringankan tubuh. Dan Rangga baru sadar setelah Lasmi berteriak.
"Kakang, tunggu...!" Lasmi berlari secepat-cepatnya menyusul. Rangga sendiri jadi terkejut, karena baru sadar kalau tadi menggunakan ilmu meringankan tubuh. Lasmi terengah-engah begitu sampai di dekat Rangga. Wajahnya memerah kecapaian. Dia tadi berlari sekuat tenaga untuk mengimbangi langkah Pendekar Rajawali Sakti. Namun, Lasmi memang tidak memiliki ilmu olah kanuragan. Sehingga nafasnya jadi tersengal-sengal.
"Maaf. Aku lupa kalau kau tidak bisa...."
"Huh! Hampir habis napasku!" dengus Lasmi memotong ucapan Rangga.
"Mari aku gendong," kata Rangga langsung.
"Apa...?!" Lasmi terbeliak kaget.
"Biar lebih cepat," Rangga beralasan.
"Tidak! Biar jalan saja!" tolak Lasmi, langsung memerah wajahnya.
"Baiklah. Tapi cepat ya," Rangga menyerah.
Lasmi tidak menyahut, dan kembali melangkah. Wajah gadis itu masih memerah jambu. Perkataan Rangga yang tadi, membuat jantungnya jadi berdegup keras. Mereka terus melangkah cepat tanpa berkata-kata lagi. Dan Lasmi sampai lupa kalau keranjang cuciannya masih berada di tangan Rangga.

81. Pendekar Rajawali Sakti : Ratu Bukit BrambangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang