BAGIAN 7

470 17 0
                                    

Matahari baru saja menampakkan diri di belahan bumi timur. Cahayanya yang hangat menyibakkan embun-embun dan kabut yang menyelimuti seluruh Bukit Brambang. Di pinggir bukit tampak Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak memandang sekitar puncak bukit yang tidak begitu luas, namun tampak luas dengan hamparan rumput hijau. Di sampingnya, berdiri Wilastri dengan tangan lunglai tertotok jalan darahnya.
"Urungkan saja niatmu. Kau tidak akan berhasil...," kata Wilastri dengan suara pelan.
Rangga menoleh dan menatap tajam gadis di sampingnya. Sedangkan Wilastri melayangkan pandangannya ke depan. Perlahan-lahan kepalanya menoleh, dan langsung bertumbukan dengan tatapan mata pemuda tampan itu. Tampak Wilastri agak serba salah, namun memang pandai mengatur perasaannya. Dan gadis itu malah tersenyum tipis.
"Dengar, Wilastri. Kalau terjadi apa-apa pada Lasmi, kau akan menanggung akibatnya. Aku tidak peduli siapa pun yang menculiknya. Tapi, aku hanya memandangmu yang bertanggung jawab!" ancam Rangga tegas.
Wilastri menoleh kembali, menatap ke arah puncak bukit. Dia tahu, ancaman itu tidak main-main. Meskipun diyakini Pendekar Rajawali Sakti tidak akan mampu menandingi Ratu Bukit Brambang, namun dalam hatinya menyayangkan kalau pemuda setampan ini akan menjadi korban ratunya. Sejak pertama kali melihat pemuda ini, Wilastri memang sudah tertarik, Tapi dia tidak bisa mementingkan diri sendiri, karena harus patuh pada perintah ratunya.
"Di mana ruangan pribadi ratumu?" tanya Ranggi dingin. Wilastri tidak segera menjawab. "Hm.... Mungkin aku harus menggunakan cara lain untuk membuka mulutmu," gumam Rangga.
"He! Apa yang kau lakukan...?" bentak Wilastri terkejut.
Tiba-tiba saja Rangga memondong tubuh gadis itu. Tangannya cepat menjambret sulur pohon yang banyak tergantung di sini. Kemudian, tubuhnya melesat tinggi dan hinggap di atas dahan yang cukup tinggi. Wilastri mencoba memberontak, tapi Rangga cepat-cepat bekerja. Diikatnya kedua kaki gadis itu hingga menyatu, kemudian ujung sulur lainnya diikatkan di dahan yang kuat. Pendekar Rajawali Sakti lalu melompat turun sambil membawa tubuh gadis itu, Dan pada saat kakinya menjejak tanah, tubuh Wilastri menggantung dengan kaki di atas.
"Keparat! Lepaskan aku...!" bentak Wilastri berusaha memberontak.
"Aku akan menemui ratumu, sementara kau menunggu di sini. Berdoalah agar nasibmu baik tidak bertemu serigala lapar," kata Rangga kalem.
"Lepaskan aku! Lepaskan...!" jerit Wilastri ketakutan juga. Wilastri tahu, di sekitar lembah ini bila malam hari dipenuhi serigala liar yang kelaparan mencari makan. Jarak tubuhnya dengan tanah tidak seberapa jauh, dan mudah dicapai binatang liar. Dalam keadaan tangan tertotok dan tubuh terikat terbalik begini, tidak mungkin bisa melepaskan diri. Sementara Rangga sudah melangkah mundur menjauhi.
"Tunggu...!" seru Wilastri keras.
"Kau berubah pikiran?" Rangga berhenti melangkah.
"Akan kutunjukkan, di mana Gusti Ratu berada. Lepaskan dulu ikatan ini!" kata Wilastri menyerah.
"Apa itu bukan alasanmu saja untuk kabur...?"
"Sumpah! Aku tidak akan kabur. Aku tahu, di mana Gusti Ratu mengurung Lasmi. Aku juga tahu, di mana biasanya Gusti Ratu berada. Kau tidak akan bisa mencapai istana itu tanpa bantuanku!" kata Wilastri langsung berubah pikiran.
"Baik. Tapi, jangan coba-coba mengkhianatiku!" ancam Rangga.
"Aku bersumpah akan membantumu!" janji Wilastri.
Rangga melompat ke atas, dan tangannya langsung mengibas ke arah sulur yang menggantung Wilastri. Gadis itu terpekik begitu tubuhnya melorot turun jatuh dengan keras di tanah. Mulutnya tampak meringis sedikit merasakan sakit pada tubuhnya. Rangga membuka ikatan di kaki gadis itu dan membantunya berdiri.
"Tanganku...," kata Wilastri. Rangga menatap tajam.
"Aku tidak bisa membawamu ke sana dengan tangan begini. Kau tahu. Sekali saja aku ketahuan membantumu, tidak ada ampun lagi. Gusti Ratu sudah tahu kalau aku tertawan olehmu. Kalau dia melihatku masih hidup, itu tandanya aku telah berkhianat. Dia pasti akan membunuhku. Kau harus percaya padaku, Pen...."
"Rangga. Panggil saja aku Rangga," potong Rangga cepat.
"Kau bisa mempercayaiku, Rangga. Keadaanku saat ini terjepit. Aku tidak mungkin kembali ke sana dalam keadaan hidup. Sudah menjadi peraturan, siapa saja yang tertangkap harus mati bunuh diri atau terbunuh," Wilastri mencoba meyakinkan.
"Kenapa tidak kau lakukan itu?" pancing Rangga.
"Bodoh! Aku masih ingin hidup, tahu!" dengus Wilastri. "Kau pikir aku gila, sehingga lebih suka bunuh diri hanya karena tertangkap? Lebih baik mati dalam pertarungan, daripada mati tanpa guna!"
"Aku kagum pada pendirianmu. Tapi sayang, kau berada di jalan yang salah," ujar Rangga tulus.
"Terima kasih. Sekarang bukan saatnya untuk memuji." Rangga mengangkat bahunya, lalu kembali ke sisi bukit.
Sementara Wilastri mengikuti dan berdiri di samping Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, matahari semakin naik tinggi. Udara di sekitar Bukit Brambang ini terasa panas. Rangga masih tetap diam dengan mata menatap langsung ke bangunan besar dan indah bagai istana itu.

81. Pendekar Rajawali Sakti : Ratu Bukit BrambangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang