BAGIAN 5

456 21 0
                                    

Sementara itu di Istana Bukit Brambang, Ratu Bukit Brambang tampak berang menerima laporan para gadis pengikutnya yang gagal membawa Rangga. Terlebih lagi, siang tadi lima orang pengikutnya tewas terbunuh di bukit ini.
"Kalian semua bodoh! Dungu...!" gerutu Ratu Bukit Brambang berang.
"Ampun, Gusti Ratu. Pemuda itu sangat tangguh. Kepandaiannya sangat tinggi...," kilah Wilastri seraya memberi hormat.
"Kalian memang gentong nasi! Tidak punya otak!" dengus Ratu Bukit Brambang berang.
Wilastri, Karina, dan sekitar dua puluh lima orang gadis lainnya terdiam sambil menundukkan kepala. Sejak kemunculan pemuda berbaju rompi putih itu, Ratu Bukit Brambang yang wajahnya seperti tengkorak jadi sering berang. Terlebih, sekarang ini mereka kesulitan mencari pemuda-pemuda untuk kesempurnaan ilmu Ratu Bukit Brambang.
Memang, setiap malam harus ada seorang pemuda yang akan dijadikan tumbal untuk wanita berjubah merah yang wajahnya bagai tengkorak itu. Pemuda-pemuda itu dipaksa melayani hasratnya sebelum dibunuh dan diambil jantungnya. Dengan cara begitu, ilmu iblis yang dimiliki Ratu Bukit Brambang tetap abadi dan semakin sempurna. Di samping untuk kelangsungan hidupnya dari zaman ke zaman.
"Kuperintahkan pada kalian, bawa pemuda itu ke sini besok malam! Dan sebagian, harus menyediakan satu pemuda malam ini. Paham...!" agak keras suara Ratu Bukit Brambang.
"Paham, Gusti Ratu," sahut gadis-gadis itu serempak.
"Kerjakan sekarang!" perintah Ratu Bukit Brambang.
Semua gadis itu serempak memberi hormat dengan membungkukkan badan. Kemudian, mereka berbalik dan melangkah ke luar.
"Wilastri, Karina...!" panggil Ratu Bukit Brambang.
"Hamba, Gusti Ratu," sahut Wilastri dan Karina bersamaan. Mereka kembali berbalik dan membungkuk memberi hormat.
"Ada tugas khusus untuk kalian berdua," kata Ratu Bukit Brambang seraya bangkit dari singgasana. Singgasananya berbentuk seperti kepala tengkorak manusia yang sangat besar.
Perempuan berjubah merah itu juga berpijak pada tumpukan tengkorak-tengkorak manusia. Entah berapa puluh orang dibunuhkan untuk membuat singgasana itu. Seluruh hiasan di ruangan pengap ini terbuat dari tulang-belulang manusia. Bokor pendupaan yang berada di samping kiri dan kanan singgasana, juga tersusun dari kepala tengkorak manusia. Suatu tempat yang membuat bulu kuduk merinding bila memandangnya.
"Berapa kali kalian bentrok dengan pemuda itu?" tanya Ratu Bukit Brambang.
"Lebih dari tiga kali, Gusti Ratu," sahut Wilastri seraya membungkuk memberi hormat.
"Hm.... Dari ciri-ciri yang kalian ceritakan padaku sepertinya aku pernah mendengar namanya," gumam Ratu Bukit Brambang pelan, seolah-olah bicara pada diri sendiri. "Apa kalian tahu namanya?"
"Tidak, Gusti Ratu. Dia tidak pernah menyebutkan namanya," sahut Wilastri.
"Ampun, Gusti Ratu. Hamba telah menyelidiki tentang pemuda itu. Namanya Pendekar Rajawali Sakti", selak Karina.
"Pendekar Rajawali Sakti...," gumam Ratu Bukit Brambang dengan kepala menengadah ke atas.
Sebentar kemudian, wanita berwajah bagai tengkorak itu menatap kedua gadis yang berdiri setengah membungkuk. Dia memang pernah mendengar nama itu sebelumnya. Nama yang selalu menjadi pembicaraan di kalangan tokoh sakti rimba persilatan. Sangat disegani dan sangat ditakuti. Ratu Bukit Brambang mendesah panjang, lalu berbalik dan melangkah kembali ke singgasananya. Dia duduk di sana dengan wajah terlihat berubah agak mendung. Dipandanginya kedua gadis cantik yang masih berdiri setengah membungkuk itu. Sementara, yang dipandang hanya diam tidak bergeming sedikit pun.
"Dia selalu bersama-sama dengan seorang gadis Desa Gedangan, Gusti Ratu," kata Wilastri.
"Kadal buduk...! Kenapa baru sekarang kalian bilang, heh?!" sentak Ratu Bukit Brambang.
"Ampun, Gusti Ratu. Hamba tidak punya kesempatan bicara," ujar Wilastri takut-takut.
"Kami juga sudah mencoba menculik gadis itu, tapi tetap saja sulit, Gusti Ratu. Pendekar Rajawali Sakti seperti ada di mana-mana. Selalu saja bisa menolongnya," celetuk Karina.
"Rasanya, aku tidak perlu mengajarkan kalian. Bawa gadis itu ke sini. Pancing Pendekar Rajawali Sakti agar datang ke sini. Kalian mengerti maksudku?"
"Mengerti, Gusti Ratu," sahut Wilastri dan Karina serempak.
"Ini tugas kalian. Dan aku tidak sudi lagi mendengar kegagalan."
"Hamba, Gusti Ratu."
"Berangkatlah sekarang juga!"
Wilastri dan Karina membungkuk memberi hormat. Mereka melangkah mundur beberapa tindak, kemudian berbalik dan bergegas keluar dari ruangan pengap mengerikan itu. Ratu Bukit Brambang masih duduk di singgasananya meskipun kedua gadis pilihannya sudah keluar dari ruangan ini.
"Pendekar Rajawali Sakti...," desisnya pelan.

81. Pendekar Rajawali Sakti : Ratu Bukit BrambangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang