PROLOG

12K 1.2K 162
                                    

Tidak pernah terasa seperti ini sebelumnya. Hari ini, saat istirahat makan siang tengah berlangsung, tungkaiku melangkah dengan ritme gusar, pun jemariku saling meremas ujung rok yang kupakai sebelum masuk ke dalam ruangan berisi rak dan buku-buku di sana.

Tepat pada meja ketiga, aku melihat kekasihku duduk tenang dengan bibir merapat. Kedua manik kembarnya menatap lurus dan fokus pada buku tebal di ata meja, kemudian jari telunjuknya sesekali membalik lembar demi lembar kertas berisi tulisan yang tak kuketahui apa isinya.

Berat rasanya melangkah dan duduk di sebelahnya—sebab usai kulihat senyum tulusnya kepadaku, aku sadar bahwa sebetulnya akulah yang paling buruk di antara orang-orang buruk lainnya.

Kugigit bibir bawahku cemas manakala jemarinya menyelipkan suraiku ke belakang telinga. "Kau tidak makan siang?" Kugelengkan kepala, lalu menunduk—tapi dia menarik daguku dan menatapku dengan hangat. "Kenapa? Nanti kau sakit lagi karena telat makan," lanjutnya kemudian.

Aku meraih tangannya pada daguku, lantas meletakkan di pangkuanku dan kugenggam menggunakan jemariku yang basah karena keringat. "Jungkook ..." Dia berdeham, membuatku kian merasa bersalah. "Aku rasa aku mulai bosan."

Satu alisnya terangkat naik, kemudian menunjukkan ekspresi bingung ke arahku. "Kau bosan? Mau menghabiskan waktu di perpustakaan saja denganku, hm?"

Aku lekas menggeleng. "Bukan itu maksudku," ujarku. Kubasahi bibir bawahku dengan dada yang terus saja berdebar. "Kita akhiri saja hubungan ini. Aku bosan denganmu."

Seketika Jungkook menjauhkan tangannya dari genggamanku lantaran terkejut. "Apa maksudmu?" tanyanya. Air mukanya jelas menunjukkan raut tidak percaya akan keputusanku.

"Dua setengah tahun bersama agaknya masih belum bisa membuatmu berubah, Je. Aku bosan memiliki kekasih yang monoton dan kaku sepertimu. Kurasa sikap perhatianmu selama ini hanya karena kita sama-sama manusia."

Jungkook kini menunduk. Detik demi detik rasanya seperti hitungan jam bagiku. Aku jelas paham bahwa Jungkook nampak tidak terima dengan keputusanku. Akan tetapi, aku sudah benar-benar bosan sekarang.

Aku tidak ingin memiliki kekasih yang berlaku pasif dalam hubungan ini. Selama dua setengah tahun bersama, hanya aku yang menjadi orang pertama yang selalu mengirim pesan, menelepon, atau bahkan mengajak kencan. Jungkook hanya terus memikirkan buku-buku tebalnya tanpa berusaha menanyakan kabarku.

Aku iri pada Sora yang sering memamerkan sikap keromantisan Kim Mingyu. Sedangkan aku ... apa yang harus aku banggakan dari seorang Jeon Jungkook selain namanya yang selalu terpampang pada papan sekolah karena dia menduduki peringkat pertama setiap tahun.

"Aku mau putus, Je ...," ujarku sekali lagi sebab Jungkook sama sekali tidak memberi tanggapan. "Dan aku sudah memiliki kekasih lain. Aku berselingkuh darimu."

Jungkook sontak mendongak untuk menatap irisku. "Kenapa? Kenapa kau lakukan itu?" tanyanya lemah. "Apa aku tidak cukup bagimu?"

Aku lekas menggeleng. "Aku ingin seperti pasangan normal pada umumnya, Je. Aku memilikimu, tapi aku seperti sendirian selama ini," tuturku memberanikan diri. "Kak Tae ..."

"Kau berselingkuh dengan guru lesmu sendiri?" Aku mengangguk sembari mengulum bibir. "Jiya ... kau tahu kalau aku mencintaimu."

Ya, Kak Taehyung adalah guru les yang papa pilihkan untukku lantaran aku dan Jungkook kini telah menduduki bangku kelas tiga. Sejak awal semester Kak Tae datang dan mulai mengajar di rumahku, pun selama itu pula pria yang enam tahun lebih tua dariku itu membuatku terpikat.

Aku bukan murid pintar dan menyukai pelajaran pada umumnya. Aku adalah Park Jihye, si gadis bodoh dan pemalas—seperti yang Jungkook sering katakan manakala dia kesal saat aku menolak ajakannya untuk belajar bersama. Pun hanya Kak Tae yang dapat menarikku sampai aku menjadi Jihye yang pintar selama aku duduk di bangku kelas tiga ini.

"Tapi tidak denganku. Perasaanku sudah hilang jauh sebelum aku bertemu dengan Kak Taehyung. Dan aku sangat berterima kasih sekali padanya karena hanya dia yang bisa menyembuhkan hari-hariku."

Jungkook menganggukkan kepala, lantas mengusap wajahnya frustasi. "Baiklah kalau itu yang kau mau," Jungkook menyugar surainya yang sedikit menutupi keningnya, "kita sudahi semua ini. Kita putus, selesai. Terima kasih karena telah mengisi hari-hariku. Aku harap kau tidak kesepian lagi, Park Jihye."

Aku masih terdiam di atas bangku, sedangkan Jungkook kini sudah berhasil bangkit sambil membawa buku paket di salah satu tangannya. Aku hendak ikut berdiri, tapi niat aku harus kutelan lagi usai ucapan terakhir Jungkook sebelum meninggalkan perpustakaan.

"Kau menyakitiku, Jiya. Kuharap kita tidak lagi bertemu setelah ujian sekolah selesai." Jungkook melangkah menjauh. "Terima kasih karena sudah mau bertahan untuk laki-laki monoton sepertiku."

***

Hallo, hallo ... Jadi, ini project kolaborasi Yo, Dali, dan Ry. Omong-omong ada yang belum baca salah satu cerita dari kami?

So, karena kita ada tiga, jadi bakal ada 3 cerita yang idenya dibuat oleh masing-masing orang. Untuk Killer King ini adalah ide cerita dari Yo, tapi akan digarap dengan apik oleh kita bertiga. Jangan lupa support-nya, ya ^^

Love you,

dayory

Killer KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang