Kemeja putih serta celana jins hitam menjadi pakaianku pada hari kedua bekerja di kafe milik Jungkook.
Kalau boleh jujur, aku masih bisa dikatakan canggung dan malu jika harus bertatap muka dengan pria Jeon itu. Well, bukan tanpa alasan aku merasakannya sebab selain dia adalah mantan kekasihku di saat SMA, aku pula orang pertama yang memutuskannya karena berselingkuh dengan guru lesku sendiri—Kim Taehyung. Ah, bagaimana keadaannya sekarang, ya? Kami sudah sangat lama sekali tidak bertemu.
"Jihye-ssi, tolong ambilkan satu oreo cake dari dalam lemari pendingin." Suara dari Sana (pekerja senior di kafe Jungkook) menginterupsi kegiatanku yang sedang meracik minuman.
Sejenak kutinggalkan kesibukanku untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh seniorku.
Beginilah tidak asyiknya menjadi karyawan baru. Sebetulnya bukan masalah tentang para senior yang suka dengan mudahnya memerintah. Akan tetapi, hal yang paling tidak masuk di akal adalah saat mereka mendongakkan kepala dengan angkuh, pun berbicara menggunakan nada ketus seolah merekalah pemilik gedung ini.
Apakah kalian merasakan hal yang sama denganku? Kurasa tidak sedikit orang yang berpikir seperti itu. Hanya saja, kalian tidak pandai bagaimana cara mengungkapkannya selain menggerutu di dalam hati dan mencurahkannya pada ibu.
Kubawa dengan hati-hati oreo cake di tanganku sebelum kuletakkan pada lemari kue.
Sana mengerling dan mengacungkan satu ibu jarinya. "Kerja bagus," ujarnya pelan. Kami kemudian kembali melanjutkan kesibukan masing-masing untuk melayani pelanggan-pelanggan yang berdatangan lantaran hari ini adalah hari Minggu.
Enam menit saling membisu dengan netra fokus sepenuhnya pada pekerjaan masing-masing, aku lantas sejenak menoleh ke arah Choi Sana yang baru saja mendesah lega karena dia istirahat lebih dulu dariku setelah melayani banyak pelanggan.
"Em, Sana-ssi ..." Aku memanggilnya sedikit skeptis. Kugigit bibir bawahku saat wanita itu mendaratkan atensi ke arahku dengan salah satu alis mengedik sempurna. "Bisa bantu aku sebentar? A-aku harus pipis," tuturku melanjutkan.
Wanita Choi itu mengacungkan ibu jarinya dan melangkah mendekat ke tempatku berdiri saat ini.
"Jangan sungkan kalau kau mau meminta bantuan dariku. Kau pikir aku akan memakanmu, ya?"
Aku meringis sejenak sambil melepas sarung tangan berbahan plastik. "Aku hanya belum terbiasa," jawabku jujur. "Aku tinggal sebentar, ya, Sana-ssi." Tak ingin mengulur banyak waktu lantaran jam kerjaku masih terus berjalan.
Kugerakkan tungkai secara cepat sebab sudah tak kuat menahan pipis selama setengah jam berlalu. Kemudian, setelah menuntaskan apa yang menjadi permasalahan utama aku tidak jenak berdiri terlalu lama, aku buru-buru menuju ke depan lagi. Namun, langkah kakiku terhenti oleh suara dehaman berat dari balik punggung.
Aku refleks menoleh ke pusat suara, lalu menemukan presensi Jungkook yang sebetulnya tak ingin aku temui.
Menelan saliva susah payah, aku lantas terpaksa menatap ke arah manik kembarnya. "Ah, selamat siang, Pak Jungkook," ucapku terdengar kikuk. Kuremas jemariku bersamaan manakala mendengar derap langkah kaki serta tubuhnya yang kian mendekat pada posisiku berdiri saat ini.
Dari radius sedekat ini, aroma parfum Jungkook menguar tajam hingga menusuk rongga hidungku. Tak dapat kujabarkan bagaimana jantungku yang tengah berdegup sekencang ini hanya karena parfum mahal yang pandai menyapa penghiduku tersebut.
"Buatkan aku cafe vienna dengan sedikit krim di atasnya. Aku juga mau menu cake baru yang aku masukkan ke dalam daftar," katanya terkesan memerintah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Killer King
Fiksi PenggemarPark Jihye dan Jeon Jungkook telah menjalin hubungan sejak keduanya duduk di bangku kelas 1 SMA. Akan tetapi, menjelang ujian sekolah Jihye mendadak menghampiri Jungkook dan mengakhiri hubungan mereka dengan alasan 'bosan'. Lagi pula, siapa yang tid...