Selepas acara meminta pelukan hangat di jalanan tadi, aku malah menjadi canggung dengan Jungkook sekarang. Meski kami dulu pernah berpacaran tapi situasi dan keadaan sekarang membuatku merasa kaku. Setidaknya rasa lelahku bisa surut sedikit karena dapat mendekap punggung Jungkook.
Kurang lebih selama lima belas menit kami menempuh perjalanan menuju ke rumahku. Aku juga memberitahu Jungkook alamatku yang baru, karena rumahku yang lama sudah kujual.
Akhirnya, motor ducati hitamnya itu berhenti tepat di depan rumah sederhanaku. Aku langsung turun dari motornya, sedikit mengulum bibir ketika menyodorkan helm miliknya dan membungkuk hormat, "Terima kasih atas tumpangannya Pak Jungkook."
"Pak Jungkook?" pria itu menatapku bingung, "Ingat Jihye, kita tidak sedang berada di tempat kerja. Panggil aku seperti biasa."
Oh, iya aku paham itu. Aku pun hanya menganggukkan kepala menurut. Mataku berotasi melihat keadaan sekitar rumah yang sudah sepi, kukira Jungkook akan menyalakan kembali mesin motornya tapi yang kudapat pria itu malah masih diam menatapku seraya mengerjapkan mata.
"Kau tidak mempersilakan tamumu untuk masuk?"
Tunggu––apa, aku kan tidak menganggapnya sebagai tamu sekarang. Lagipula yang memaksa untuk diantar pulang bukan aku, tapi dia. Ah, iya aku selalu ingat sifat Jungkook ini. Pemaksa.
"Ini sudah malam Kook, lebih baik kau pulang." Aku menunduk kikuk.
Jungkook tidak menghiraukanku, pria itu malah ikut turun dari motornya sembari mendekap jaketnya erat-erat, "Kau tidak sopan sekali ya, dengan tamu. Omong-omong aku haus."
Belum sempat kujawab, Jungkook sudah mendahuluiku berjalan menuju ke pintu utama rumah. Seingatku, tidak pernah sama sekali ada orang yang memaksa ingin bertamu ke rumah seperti dia. Bukan aku yang tidak sopan, tapi dia sebagai tamu.
Memang dingin sekali di luar malam ini, yah mungkin memang sebaiknya aku membuatkan Jungkook secangkir teh. Anggap saja balas budi untuk yang tadi saat aku meminta pelukan hangatnya. Setidaknya sama-sama hangat, kan. Meski konteksnya berbeda.
Saat membuka pintu, pandanganku langsung tertuju ke arah ruang tengah. Rumah ini memang sempit sekali, saat Jungkook masuk ia terhimpit sedikit di pojok dinding karena aku berada di sampingnya juga. Usai melepas sepatuku, aku menuntun Jungkook untuk duduk di sofa. Sedangkan aku menuju ke dapur membuatkannya teh.
Iya, hanya teh. Tanpa kue dan kudapan yang lainnya. Karena sekarang aku hanya akan membeli barang dan kebutuhan yang sangat penting saja.
Sembari membuatkan Jungkook teh, mataku melirik ke arahnya yang tengah memperhatikan bagaimana keadaan rumahku dari dalam. Yah, memang sudah tidak seperti dulu lagi. Hidupku sekarang susah. Bisa makan dan mengenyangkan perut saja aku sudah sangat bersyukur.
"Jihye, kau kah itu?" runguku mendengar suara serak ibu mendekat. Wajahnya ketika datang terlihat lemas.
"Kenapa ibu keluar kamar? Kyongwoo kemana?" Rasa khawatirku mulai muncul, ibu selalu kusuruh agar diam dan tidak melakukan hal berat dalam rumah agar sakitnya tidak kambuh.
"Kyongwoo sedang mengerjakan tugas, biarlah. Ibu hanya ingin mengambil air," Bisa kulihat wanita yang melahirkanku itu berjalan pelan menuju ke arah galon mengambil air, di telapak tangannya ada dua butir tablet.
Helaan napasku terdengar, keadaan ibu memang sudah pulih sejak dikeluarkan dari rumah sakit. Tapi aku juga harus siaga semisal sakit ibu kumat lagi, dan masalah biaya yang menjadi tanggunganku.
Setelah secangkir teh buatanku selesai, aku menghampiri ibu, "Ibu sudah makan? Mau Jiya buatkan sesuatu?"
"Tidak, ibu sudah makan tadi." Kedua manik ibuku melihat ke arah tanganku yang membawa secangkir teh, dengan refleks ia menoleh ke arah ruang tengah. "Oh, ada tamu ternyata,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Killer King
FanficPark Jihye dan Jeon Jungkook telah menjalin hubungan sejak keduanya duduk di bangku kelas 1 SMA. Akan tetapi, menjelang ujian sekolah Jihye mendadak menghampiri Jungkook dan mengakhiri hubungan mereka dengan alasan 'bosan'. Lagi pula, siapa yang tid...