Chapter 2

7.1K 1.1K 99
                                    

Masih tergambar dengan jelas bagaimana raut wajah Jeon Jungkook yang sedikit menganga tidak percaya selepas aku meminta untuk mengakhiri hubungan kami beberapa tahun yang lalu. Entahlah, jahat sekali memang ketika aku masih menautkan hubungan dengan Jungkook dan malah berakhir dengan berkhianat untuk memilih pria lain yang mampu membuat pertahananku goyah.

Oh, ayolah. Kejadian itu sudah tenggelam sejak lama, meski aku kelewat menyadari banyak kesalahan dan luka yang terlalu sering aku torehkan. Namun, melihat bagaimana perangai mantan kekasihku saat ini—ada sedikit rasa sesal yang tiba-tiba saja menghantam di luar batasan.

Aku sedikit tergugu di tempat dengan pandangan sulit dipercaya. Setelah sekian lama kami tidak saling berjumpa atau sekadar bertukar kabar, nyatanya aku dapat melihat kembali bagaimana presensi tegas itu memiliki perawakan yang kelewat banyak menampilkan perubahan. Sungguh, rasa-rasanya tungkaiku terasa melemas tatkala menilik sekilas bagaimana seringai tipis itu sedikit timbul ketika aku masih menatapnya lamat-lamat.

Bodoh sekali jika aku berpikir si Jeon itu akan sedikit menerimaku dengan baik selepas aku menyakitinya dalam-dalam. Ternyata aku memang sejahat itu waktu dulu. Kualihkan  pandangan sekejap ke arah sepatuku yang terlihat sedikit kumal, dan kembali mengangkat kepala untuk tersenyum sekilas, pun membalas kecapan yang baru saja terlontar dari pemuda di seberang sana.

"Terimakasih sudah memberikan saya pekerjaan dengan mudah, Pak Jeon. Saya akan berusaha untuk tidak mengecewakan Anda dalam bekerja," ujarku ramah dengan tubuh yang sedikit menunduk sopan.

Lupakan semuanya perihal  kejadian-kejadian lampau. Meski hatiku sedikit geram ketika merekam ulang bagaimana kata yang terdengar sensitif di akhir kalimat yang Jungkook torehkan beberapa saat lalu. Sekarang sudah jauh lebih berbeda, sungguh. Dihitung mulai dari saat ini, Jeon Jungkook sudah resmi berlakon menjadi atasanku. Barangkali tidak ada hal yang patut untuk dicampur adukkan, atau barangkali dikaitkan. Aku hanya mencoba untuk menjadi dewasa di umur yang nyaris sudah seharusnya berpikir matang.

"Apa kabar dengan Kim Taehyung? Apa kau masih berhubungan dengannya, Park Jihye?"

Aku tahu, Jungkook bukan berucap seolah-olah nyata untuk bertanya. Itu terdengar seperti sebuah sindiran, atau bahkan sarkas. Entahlah, terlalu pening jika kepalaku bergerak untuk kembali mengulang memori lama. Demi Tuhan, aku enggan untuk berlaku cari-cari masalah di saat presensiku ini bahkan belum genap 24 jam menerima pekerjaan. Aku harus banyak menahan diri untuk tidak kembali menerjang telinga Jungkook dengan umpatan kasar. Menyedihkan, sungguh. Jika bukan karena aku yang benar-benar membutuhkan kerja dengan upah, entahlah suasana kacau seperti apa yang bisa saja menerjang.

Aku mengembuskan napas pelan dan kembali tersenyum tipis, pun membungkukan tubuh singkat untuk yang kedua kalinya. "Saya akan berusaha untuk tidak membawa masalah pribadi ke dalam pekerjaan, Pak. Saya akan bekerja dengan profesional, mohon untuk kerjasamanya."

Ketika hati tengah membungkam diri untuk menahan geram, aku menatap dengan pelipis yang berkerut tatkala melihat bagaimana balasan dari Jungkook yang tiba-tiba saja terkekeh kecil seraya tangan yang  bergerak memegang hidungnya yang tertampak bangir.

Tubuhku sedikit meremang ketika sorot itu kembali teralihkan sepenuhnya untukku. Tungkainya mendadak berjalan mendekat ke arahku untuk sekadar menghampiri. Nyatanya, aku mendadak pula menahan napas di saat Jungkook tepat beberapa jengkal di hadapanku, bahkan wajahnya pun terdorong untuk terus memangkas jarak.

Kendati aku seharusnya mendorong tubuh Jungkook agar lekas menjauh, ternyata pemuda itu lebih dulu mendekatkan wajah, pun dengan secara perlahan bergerak ke arah samping—lebih tepatnya mendekat untuk sekadar membisikkan sesuatu yang mampu membuat tubuhku meremang dengan keadaan yang jauh lebih menggila.

Killer KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang