Untuk Diriku Yang Hampir Aku Hilangkan

51 4 0
                                    

Mari bercerita, tentang perjalanan ini.

Berkelana.

Hati ke hati, berpindah, tersakiti, memelihara luka.

Bertemu seseorang, menggantungkan harap, melambungkan angan kepadanya. Namun hanya sebelah tangan. Perasaanku saat itu tertolak, dibuang mentah-mentah seperti para manusia yang memasang payung saat hujan turun.

Mengejar seseorang, membantu mengeringkan tubuhnya yang terguyur luka. Namun, dicampakkan saat ia sudah mengering.

Diri ini kembali terpinggirkan.

Berkali-kali patah, lebih tepatnya dipatahkan.

Berkali-kali sakit, lebih tepatnya disakiti.

Begitulah ketika menaruh harap, menaruh hati, kepada manusia.

Sempat berlabuh di sebuah tubuh dengan wajah yang teduh, saling mengikat, berkata memiliki perasaan yang sama. Namun akhirnya kembali berpisah dengan menanamkan kenangan yang tumbuh subur dalam jiwa.

Melupakan, ternyata manusia tidak diciptakan untuk itu.

Selalu teringat si pemilik wajah teduh, hati dibuat rusuh, oleh semua kenangan yang tersimpan disudut ruangan.

Setiap sudut kota menjadi objek wisata masa lalu bagiku. Selalu ada bayangan miliknya disana.

Hingga akhirnya, waktu datang sebagai penyelemat, ia mengeringkan semua luka di dalam dada. Meredam semua kenangan, walaupun tidak menghilangkannya.

Setidaknya diriku tidak lagi dicabik-cabik kenangan, tidak lagi ditampar penyesalan, tidak lagi harus menebus rindu.

Diriku mulai berdamai dengan semua tentangnya.

Hati yang tertutup rapat, perlahan mulai terlihat, ada yang mengetuknya kembali. Ada yang dengan sukarela ingin mengisinya, terimakasih.

Setelah berhasil berdamai dengan semua gejolak masa lalu, ada yang aku lewatkan.

Diriku,

Ternyata aku belum berdamai dengan diriku saat itu.

Aku baru menyadari, selama ini aku terlalu memaksa diriku untuk terus berlari, untuk terus terlihat kuat, untuk terus merasa tegar, untuk terus memendam rasa, untuk terus mengejar standar duniawi, dan untuk terus berlaga bahwa semuanya baik-baik saja.

Aku salah, diriku ternyata lelah.

Aku lupa memberinya rehat.

Selama ini aku selalu menuntutnya untuk mengikuti semua ekspetasi yang aku ciptakan, hingga lupa menghargainya.

Bahkan untuk sekadar mengucap terima kasih kepada diri ini, aku tidak pernah.

Tidak pernah ada penghargaan untuk diriku yang sudah sangat kuat bisa bertahan sampai sejauh ini.

Maaf,

Maaf sekali diriku.

Izinkan aku memelukmu, memberimu kehangatan, memberimu penghargaan.

Untuk diriku, terimakasih sudah bertahan. Aku akan kembali ke beranda setiap kali aku lelah.

Bertahan satu hari lagi adalah prioritasku setiap hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memeluk Diriku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang