Chapter 5 : Am I Jealous?

833 99 27
                                    


"Kak, Mama bilang mau ketemu kakak. Nanti malam mampir ke rumah ya?? Sekalian dinner bareng."

Fokusnya yang semula berada pada laporan penelitian yang satu minggu ini ia kerjakan harus segera dialihkan pada seorang gadis yang kepalanya bersandar nyaman pada pundak.

Memberikan senyum tipis, salah satu tangannya di angkat hanya untuk sekedar memberikan elusan lembut pada pucuk kepala gadis itu. "Nggak malam ini deh. Kakak ada rapat sama anak-anak himpunan. Lagian juga kakak masih belum selesai ngerjain ini laporan, deadline nya lusa."

Dapat didengar sebuah dengkusan sebal dari yang lebih muda, ditatapnya Felix dengan bibir mengerucut serta alis bertaut.  "Tugas mulu yang di utamain, aku nya kapan?"

Kekehan lolos dari bibirnya, kemudian dengan gemasnya mencubit pelan pipi gadis yang sering ia panggil Amel itu. Dan saat itu pula sebuah ingatan tentang pertanyaan yang nyaris sama namun dengan jawaban berbeda muncul di kepala. Dan mendapatkan tanggapan yang tak sama pula dari dirinya.

"Aku terus yang kamu jadiin prioritas. Kuliah nya kapan?"

Jika sekarang pertanyaan itu ia jawab dengan "Nanti, belum waktunya." Maka dahulu ia bahkan tak mampu untuk sekedar mengeluarkan kata. Yang dijadikan balasan hanyalah cengiran kecil serta genggaman hangat pada seseorang yang sampai saat ini masih berada di hatinya, namun sedang bersiap ketika sewaktu-waktu diminta untuk pergi dari sana.

"Kak?? Kok bengong." Pipinya di tusuk pelan oleh telunjuk Amel, menyadari bahwa ia terlalu tenggelam akan kenangan dari seseorang yang berada di dekatnya mau terasa jauh untuk di gapai, lagi.

"Enggak kok. Kamu mau pulang sekarang nggak? Bentar lagi gelap, kakak juga mau ada urusan sama Pak Ben."

"Mampir ke Starbucks dulu yaa??"

Dan anggukan dari Felix itu jelas membuat Amel bersorak gembira sembari mulai menjauhkan diri dari Felix. Membiarkan pria itu untuk membereskan segala barang-barang yang berserakan di atas meja kantin yang mulai sepi, hanya terdapat beberapa orang yang berlalu lalang di sana.

Dan itulah sebabnya mengapa Felix tiba-tiba diam terpaku sembari menjatuhkan fokusnya pada titik tak jauh dari tempatnya berdiri. Memandang dalam diam pada satu objek pemilik temaramnya, tengah berargumen dengan seseorang lainnya yang entah kenapa tak ia sukai.

"Jin, yang sakit tuh kaki gue bukan tangan. Gak perlu pake acara suap-suapan segala! Benci gue."

Jelas dapat ia dengar dari tempatnya kini, kedua tangan yang semula sibuk berbenah itu kini terpaku. Sama nasibnya dengan sang iris gelap yang entah kenapa memanas kala salah seorang dari dua orang itu menyuapi yang lainnya.

"Udah diem elah, ribet amat manusia. Masih mending mamas ganteng ini mau nyuapin, bersyukur kek."

Dan dapat Felix lihat sendok yang digunakan untuk menyuapi cintanya, dipakai pula oleh sang teman. Bahkan dirinya sendiri sangat jarang berbagai barang yang sama dengan sang kasih, tapi kenapa orang lain malah bisa dengan mudah melakukannya?

"Mamas ganteng tai kotok! Pasti ada apa-apanya, 'kan? Ngaku aja lo jin botol!!"

"Hehehehe, tau aja kesayangan ih. Makin cinta mamas." Hyunjin, pria yang Felix kenal sebagai sahabat paling dekat dari Changbin itu tampak mencubit pipi Changbin,  kegiatan yang dahulu sering ia lakukan dan sekarang entah kenapa ia rindukan.

"Temenin gue nonton ye? Sayang tiketnya gak sengaja ke beli dua. Ya itung-itung biar lo nggak keliatan kek jomblo bego sih."

"Enak aja, gue punya pacar ya!"

[17] Hello (Goodbye) | Changlix/Felbin [2020] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang