Chapter 7 : My Bad

773 101 47
                                    


Mungkin terlambat untuk mengatakan maaf sebab sudah terlanjur menoreh luka. Kalaupun sempat sekedar ucapan maaf pun tak akan jadi pengobat. Lantaran hati yang disayat sudah kepalang dalam, hingga luapan darahnya merembes hingga membasuh wajah pengganti tangis.

Segalanya dengan cepat berubah, berputar cepat bak gasing yang dimainkan. Dan meskipun diharapkan untuk kembali tak akan mampu menjadi seperti sediakala. Seseorang yang telah memilih untuk pergi, ketika memutuskan untuk kembali tidak akan pernah sama lagi.

"Bin! Gak usah kayak anak bayi lo ya ngurung diri di kamar!! Keluar gak!"

Gedoran pada pintu kamar milik Changbin yang dilakukan oleh Hyunjin sejak beberapa saat yang lalu mengundang tatapan sinis dari penghuni lain, namun Hyunjin tak mau peduli. Sebab sudah selama tiga hari Changbin sama sekali tidak keluar dari kamarnya, bahkan melewati kuliahnya. Bukannya apa-apa, Hyunjin hanya takut Changbin akan bertindak aneh-aneh.

"Heh boncel!! Keluar atau gue dobrak ini pintu kamar lo?!! Mati lo di dalam, hah?!"

Dan karena masih belum mendapatkan jawaban, Hyunjin menendang pintu kamar yang masih betah terkunci itu. Lantas kemudian merosotkan tubuhnya terduduk tepat di hadapan kamar Changbin sambil menjambak rambutnya frustasi. Jika tahu bahwa Felix menjadi brengsek seperti sekarang ini mungkin sejak dulu Hyunjin tidak akan pernah menyetujui hubungan keduanya. Tidak akan pernah.

*•*

Sepantasnya tak hanya satu sisi saja yang merasa tersakiti, sebab Felix pun kini tak jauh beda. Hanya saja pria itu masih menjalankan aktivitas nya seperti biasa, namun sama sekali tak mampu menaruh fokusnya pada apapun yang ia kerjakan sebab kini pikirannya dibawa pergi oleh orang lain.

"Kak kenapa sih? Kok aku liat belakangan murung gini, ada masalah apa? Cerita coba." Felix sedikit tersentak kala merasakan sebuah telapak tangan menyentuh pucuk kepalanya pelan. Ia lantas menoleh pada sosok gadis yang saat ini menunjukkan raut khawatir terhadap dirinya.

Memaksakan senyum pada bibir keringnya, Felix mengambil alih tangan gadis yang berada di kepalanya untuk kemudian ia letakkan di atas meja. Gantian mengelus pucuk surai panjang itu selembut mungkin.

"Nggak apa-apa kok, cuma capek doang."

Tampak bibir gadis itu menukik sedih akan ucapannya, membuat Felix lagi-lagi harus memasang kekehan yang paling palsu, dan itu makin menyebabkan dirinya merasa sangat buruk.

"Mel, tolong bilangin orang tua kamu ya, kakak nanti malam mau kesana. Ada yang mau kakak bicarain."

Dan sejurus kemudian senyum terkembang di wajah cantik itu, Felix bersumpah ia memang orang yang paling jahat yang mampu menoreh luka pada dua hati sekaligus.

"Ciee pasti mau ngomongin soal tunangan kita ya?? Hehehehe, makin sayang tau sama kak Mahe." Mungkin lebih baik ia di hujam ribuan batu tajam daripada harus menerima pelukan tulus yang bahkan tak punya salah apapun terhadap hidupnya.

*•*

"Bin, inget gak sih dulu kita berdua pernah di kejar soang gara-gara gak sengaja lempar sendal kena kepala soang nya?"

Hyunjin yang akhirnya berhasil membuat Changbin membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan dirinya untuk tinggal itu akhirnya bertanya demi mengusir sepi yang semula mengikat.

Changbin yang masih betah membisu itu menolehkan kepalanya ke arah sang sahabat, mempertemukan dua manik itu dalam satu waktu. Ia mengangguk, membuat Hyunjin turut tersenyum kecil.

"Kita berdua lari kenceng banget sampe gak liat kalo di depan ada empang. Alhasil nyebur, mana itu empang dangkal banget lagi, lumpur semua isinya. Berdua udah kayak tentara nyamar, satu badan lumpur semua."

Terkekeh kecil kala pikirannya menerawang kenangan lama, yang jelas tak akan terlupakan jika didalamnya terdapat sang sahabat pula. Kemudian melirik Changbin, yang mana juga tertawa pelan. Menyenggol lengan itu, berniat menggoda Changbin.

"Uhuyy, gitu dong ketawa. Kan enak liatnya."

"Apasih, dih."

Hyunjin mendekati Changbin, mencolek kecil dagu sang sahabat dengan tatapan yang membuat Changbin kesal namun lebih memilih untuk tertawa saja.

"Kalo dari awal gue tau cinta bikin lo sakit hati gini. Mungkin gue gak bakalan biarin lo kenal sama cinta lain selain gue, Bin."

Mungkin Hyunjin hanya sekedar bercanda.

*•*

Masih tergambar jelas bagi Felix saat melihat gadis manis yang selama ini sering membuatnya turut tertawa itu menangis kencang hanya karena satu kalimat yang keluar dari bibirnya.

Pun rasanya masih perih ketika sebuah tamparan yang memang pantas untuk didapat, yang jadi penegas bahwa ia memang pengecut. Disaat semua orang menganggumi sikapnya yang bertanggung jawab, disiplin, dan amat rajin itu tak serta merta membuat dirinya pula bangga akan pencapaian yang tak ada apa-apanya itu.

"Lix Lix Lix...!!" Ia tersadar ketika namanya di udarakan, menoleh untuk sekedar mendapati sosok teman yang kini mengambil alih termos air panas dari tangannya. "Mau minum air panas lo?"

"Sorry sorry."

Jelas ucapan maaf yang lolos dari bibirnya itu membuat Edo, sang teman mengeryit. Menemukan ada yang aneh terhadap sang teman yang mana ia tahu bahwa sedang berada dalam banyak masalah. Termasuk putus dengan Changbin, hampir seluruh angkatan mereka tahu perkara itu.

"Lix.."

"Kacau Do, kacau balau. Gue batalin tunangan sama Amel. Bangsat banget gue emang. Bisa-bisanya punya orang lain disaat pacar gue sendiri selalu ada buat gue. Gak kebayang gimana sakitnya Changbin kalo tau gue udah sejauh ini. Brengsek, asli."

Felix melupakan niatnya untuk membuat kopi dengan harapan dapat menenangkan pikirannya, namun tentu saja tak akan semudah itu. Ia kini bersandar di konter dapur, memijit pelipisnya yang terasa berdenyut hebat. Edo yang melihat itu merasa prihatin jelas, tetapi tak ada yang dapat ia bantu.

"Gue yakin Changbin masih sayang lo kok, perjuangin Lix. Tunjukin ke dia, lo nggak main-main."

"Telat Do, harusnya dari dulu gue perjuangin dia ke bokap nyokap gue. Gue yakinin mereka kalo Changbin emang terbaik buat gue, tapi gue malah lari dari masalah. Ngebiarin semuanya tambah runyam. Changbin gak pantes buat gue Do, dia berhak dapet yang lebih baik. Amel juga."

Edo pun turut dibuat pusing tujuh keliling. Bahkan masalah Felix lebih membuat pening dan membingungkan ketimbang memilih antara ingin makan bakso atau mi ayam.




-tbc-

-tbc-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[17] Hello (Goodbye) | Changlix/Felbin [2020] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang