08. Akhir

1.6K 22 0
                                    

Sampai di rumah Clarita menarik nafas dan hembuskan. Apa lagi ketika melihat ada mobil Papa yang sudah terparkir di halaman rumah. Yang di pikirkan sekarang adalah ini sudah siang sekali.

Jika di tanya nanti dia bingung harus menjawab seperti apa.

"Duh, kok gue ngeri ya. Mana Papa di rumah lagi."

"Ayo turun."

Mereka sama-sama melepas safety belt mereka sebelum mereka sama-sama keluar dari mobil. Clarita mencoba bersikap biasa saja, tapi kenapa tak bisa? Rasa gugup sudah menghampirinya.

"Ken, lo nggak akan bilang kalau kita udah itu kan?"

"Bilang dong, aku kan lelaki sejati. Bertanggung jawab sama yang aku lakuin."

"Nggak usah ngaco."

"Ayo masuk," ajak Kenzie memegang tangan Clarita, dan membawanya masuk.

Tangan Clarita gemetar ketika memasuki rumah. Pintu rumah terbuka lebarnya. Sampai di pintu Clarita hendak berbalik namun di tahan oleh Kenzie.

Clarita sudah menggeleng. Tanda tak berani, nyalinya langsung hilang begitu saja.

"Ayo, aku yang ngomong. Kamu langsung ke kamar aja, ya kalau kamu takut."

"Ih, lo lihat dong penampilan gue begini. Gue udah nggak pakai baju yang semalam lagi. Kalau ditanya dimana coba?"

"Ah, gampang. Ayo masuk."

Karena juga tak mau masuk. Kenzie menarik paksa Clarita masuk hingga sampai ruang tamu. Disana sudah ada kedua orangtuanya. Kepala Clarita menunduk ketika Papanya bangun dari posisi duduk.

"Cla?"

"Hm, ya Pa?" jawab Clarita takut-takut.

"Lihat Papa. Papa mau tanya sama kamu."

Bukannya menurut Clarita bersembunyi di balik lengan Kenzie. Sembari memeluk lengan itu, dan memperlihatkan sedikit kepalanya.

"Kenapa kamu? Papa cuman mau tanya aja, dan kamu tinggal jawab."

"Sayang?"

"Mama," cicit Clarita.

"Sini, Papa cuman mau tanya aja. Kamu kenapa sih?"

"Udah sana, kalau kamu di marahin biar aku yang kasih tau," bisik Kenzie di telinga Clarita.

"Takut," cicit Clarita dan sedikit mengintip dari ujung mata.

"Kamu semalam dari mana?"

"Hm, habis acara from night kan Pa? Aku juga udah izin Mama dan di bolehin."

"Habis itu kemana lagi kamu?"

"Makan di romantic cafe."

"Papa kasih boleh kamu jalan sama temen atau siapapun asal dia anak baik, dan Papa kenal. Tapi kenapa semalam kamu nggak pulang? Kalau tidak pulang setidaknya kamu kabarin Papa. Kasihan Mama kamu, khawatir mikirin kamu."

Bukan menjawab Clarita menggigit bibirnya. Kepalanya menunduk takut. Takut jika di marahi oleh Papanya. Memang orangtuanya overprotektif sekali.

"Jawab jujur, kalau kamu tidak jujur. Papa bakal tambah marah sama kamu."

"Aku ikut, hm ke club Pa."

"Kamu kesana sama David itu?"

"Iya Pa."

POSITIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang