Enam

7 0 0
                                    

       Gilsha duduk, menunggu di sebuah halte yang berjarak tak jauh dari SMA Garuda. Sudah hampir setengah jam ia hanya duduk menunggu di halte ini. Tapi tak ada satu pun transportasi umum yang lewat. Baik itu bus, angkot, taksi, atau ojek. Sebenarnya Gilsha sudah mencoba memesan jasa ojek online dan taksi online. Tapi ia tak kunjung mendapatkannya. Entahlah, mungkin hari ini para ojol dan tajol lagi laris. Sehingga tak ada satu pun yang bisa Gilsha pakai jasanya.

Gilsha mendengus, melirik arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 17:35 wib. Sedangkan, ia masih belum menemukan transportasi umum yang lewat.

Gilsha semakin gelisah, ketika melihat awan hitam menyelimuti langit. Sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Sebenarnya, Gilsha tidak mempermasalahkan hujan yang akan turun membasahi bumi.  Yang ia khawatirkan, adalah awan hitam yang akan menurunkan hujan beserta dengan petirnya. Gilsha takut petir, lebih tepatnya suara kerasnya yang Gilsha takuti.

Saat sedang meramalkan doa-doa, yang memohon agar petir tidak menyertai hujan. Gilsha tiba-tiba mendongak ketika sebuah motor datang menghampirinya.

Randa. Cowok itu memberhentikan laju motornya, ketika ia tak sengaja melihat sosok cewek sedang duduk seorang diri di halte, dengan kepala menunduk.

Randa berjalan menghampiri sosok cewek itu, yang tak lain adalah Gilsha.

“Ngapain, lo, kesini?” tanya Gilsha.

“Ngapain, lo, disini?” balas Randa bertanya.

Gilsha memutar bola matanya malas. “Bukan urusan lo!” ketusnya, menatap Randa tajam.

“Yaudah, kalau gue kesini, juga bukan urusan lo!” balas Randa, tak kalah ketus.

“Ishh..., mending lo, pergi, deh. Males gue liat muka, lo!”

“Ini tempat umum. Lo gak berhak, ngusir gue!”

“Ck, yaudah, kalau gitu, gue aja yang pergi!” Baru selangkah Gilsha berjalan. Tiba-tiba sebuah benda langit yang mengkilat tajam, membuat Gilsha sontak memberhentikan langkahnya.

“Kenapa ber----”

Duar duar

“Haa....” teriak Gilsha histeris. Menerjang Randa, dengan pelukannya.

“Gue takut....” lirih Gilsha, di dalam pelukan Randa.

Randa menegang, ketika tiba-tiba Gilsha memeluknya erat. Hangat! Itu-lah yang Randa rasakan.

“Udah gak ada petir. Jadi, jangan takut.” gumam Randa. Membuat Gilsha sontak menjauhkan tubuhnya dari Randa.

Keduanya diam. Merasa canggung meski hanya sekedar untuk bertatapan. Gilsha membuang muka, menatap ke arah kirinya. Sedangkan Randa, malah asik memerhatikan rintik-rintik hujan yang semakin lama, semakin deras.

“Gak mau pulang?” tanya Randa, yang entah ditujukan kepada siapa.

Gilsha menoleh, menatap Randa yang asik memainkan air hujan di depannya akibat atap halte yang bocor.

“Ngomong sama gue?” tanya Gilsha. Menunjuk dirinya sendiri.

“Enggak, gue lagi ngomong sama air. Mau nawarin tebengan, siapa tau dia mau pulang!” jawab Randa absurd.

Gilsha mengernyit, mendapati jawaban Randa yang benar-benar tidak masuk akal. Masa iya, air di ajak bicara. Padahal sudah jelas dia tidak akan pernah menjawab. Karna air, kan, memang tidak bisa bicara.

“Emang, lo, mau nebengin air, naik apaan?” tanya Gilsha. Meladeni tingkah absurd Randa.

Randa menoleh, menatap Gilsha. “Naik motor, gue-lah!”

“Emang bisa?”

“Bisa.”

“Oh ya, gimana caranya?”

“Tinggal gue, masukin ke dalam drigen, terus gue boncengin naik motor gue. Habis itu, baru deh, gue bawa ke laut, dan tumpahin disana. Selesai!”

“Haha..., dasar bego! Receh banget, sih, lo.” Ucap Gilsha. Tak henti-hentinya menertawakan tingkah konyol Randa.

Diam-diam Randa tersenyum tipis. Mengamati Gilsha yang masih asik tertawa.

***

“Ketos bego. Thank's ya, udah nganterin gue pulang.” Ucap Gilsha. Menyerahkan helm yang tadi ia pakai, kepada Randa.

“Iya, sama-sama, cewek cupu....” balas Randa.

“aww” ringis Randa. Ketika satu cubitan sukses mendarat di pinggangnya. “Sakit tau!” omel Randa. Mengusap punggungnya yang terasa panas akibat cubitan dari Gilsha.

“Siapa suruh, berani ngeledek gue. Makan tuh, cubitan gue.” Ucap Gilsha. Tersenyum menang.

“Udah gih, buruan pulang.  Bakteri kalau lo, lama-lama ada disini!” usir Gilsha.

“Cih, dasar gak tau terimakasih. Udah di tolongin, malah ngusir!” dengus Randa.

“Bodo amat. Buruan pulang, sana!”

“Hmm, gue pulang!” seloroh Randa. Memakai helmnya, kemudian melesat pergi meninggalkan Gilsha yang masih setia berdiri di depan pagar rumahnya.

“Elo emang nyebelin, tapi gak tau kenapa, lo, bisa berubah jadi baik.” gumam Gilsha bermonolog. Menatap punggung Randa yang semakin lama semakin menjauh, dan akhirnya tak terlihat lagi.

Gilsha berbalik, kemudian mengernyit ketika melihat sebuah mobil asing berada di halaman depan rumahnya.

Tak ingin penasaran dengan kehadiran mobil asing di halaman rumahnya. Gilsha memutuskan untuk segera memasukki rumahnya.

Gilsha membuka pintu, memasukki rumahnya. Ruang tamu terlihat seperti biasanya. Tidak ada yang berubah, dan tidak ada satu pun orang yang duduk disana.

“Mm, mungkin tante Diana yang beli mobil baru!” pikir Gilsha.

Gilsha berjalan menaikki tangga menuju kamarnya. Saat berada di anak tangga terakhir, tiba-tiba langkah Gilsha terhenti ketika ia tak sengaja berpapasan dengan seorang cewek yang sudah lama tak ia lihat keberadaannya di rumah ini.

Gadis itu tersenyum menatap Gilsha. Bukan senyum manis atau senyum tulus yang ia tampakkan. Melainkan sebuah senyuman sinis, yang selalu membuat Gilsha naik darah setiap kali melihatnya.

“Natha!”

Tbc.
Maaf typo bertebaran dimana-mana.
Salam, author amatir.

                                                               Nuralia_023






Bad Girls (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang