Dua belas.

4 0 0
                                    

  Sebuah mobil lamborjini mewah, berhenti tepat di pelantara rumah mewah. Hendra keluar dari mobilnya. Melangkah menuju pintu rumahnya yang tertutup.

“Ma...mama....” serunya. Memanggil Diana, istrinya.

Diana muncul dari balik pintu kamarnya. Kemudian berjalan menghampiri suaminya yang saat ini sedang melepas dasi di ruang keluarga.

“Eh, papa udah pulang! Emang, urusan di Amerika, udah selesai?” tanya Diana. Berbasa-basi.

Hendra mengangguk. Kemudian mengedarkan matanya menatap ke arah tangga.

“Cari apa sih, pa?” tanya Diana. Yang memerhatikan suaminya itu sedang celingak-celinguk.

“Gilsha, ada di rumah, ma?” tanya Hendra.

Diana mengumpat dalam hati. Ia merasa kesal, ketika Gilsha-lah yang selalu pertama kali ditanyakan ketika Hendra baru pulang dari bisnisnya yang berpusat di Amerika.

“Gak ada, pa. Tadi sih, mama liat dia lagi pergi. Sepertinya, dia bolos sekolah!”

Hendra memelotot, “Mama, serius?” tanyanya memastikan.

Diana mengangguk, “Iya, mama serius, pa. Dari tadi pagi, dia udah berangkat. Tapi gak pake seragam sekolah dan tas. Terus, mama tanyain, dia mau kemana. Eh, dia gak jawab dan langsung pergi.”

Hendra mengeram marah. Setiap kali ia pulang. Pasti cuma kabar buruk tentang anaknya yang ia dapat. Padahal, selama ini Hendra cukup bertindak tegas kepada Gilsha. Dia juga sampai tega menyita motor Gilsha, meskipun ia tau. Kalau anaknya itu sagat menyayangi motor itu. Tapi, sepertinya tindakannya selama ini belum juga membuat anaknya itu jera. Terbukti dengan sekarang Gilsha yang masih tetap membolos sekolah.

“Kalau Natha, gimana, ma?” tanya Hendra.

“Oh, kalau Natha, sih, baik-baik aja, pa. Dia pagi banget udah berangkat sekolah. Natha itu emang rajin, pa!”

“Bagus-lah. Seengaknya, kita punya seseorang yang bisa diandelin. Papa udah gak saggup lagi, kalau harus menasehati Gilsha. Anak itu benar-benar keterlaluan. Sukanya bikin rusuh, dan buat malu nama keluarga.” Ucap Hendra. Kemudian berlalu menuju kamarnya.

Melihat suaminya yang sudah masuk ke kamar. Diam-diam Diana tersenyum devil. Kemudian menyusul Hendra ke kamar.

***

Bughhh

“Aww....” ringis seorang cewek yang tersungkur di lantai.

Randa terkejut, kemudian segera membantu cewek itu untuk berdiri.

Randa menuntun cewek itu menuju salah satu kursi panjang yang berada di depan ruang uks.

“Lo, gakpapa?” tanya Randa.

Cewek itu mendongak. Kemudian tersenyum manis. “Gue gakpapa. Oh ya, nama lo, siapa?” ucap cewek itu. Menyodorkan tangannya ke depan Randa.

Randa melirik tangan itu sekilas. Kemudian membalas jabatan tangan itu. “Randa.” ucapnya singkat, padat, dan jelas.

Randa cepat-cepat menarik tangannya. Menyudahi sesi perkenalan mereka.

“Lo, udah gakpapa, kan? Kalau gitu, gue cabut dulu.” Ucap Randa cuek. Meninggalkan cewek itu yang hanya menatap kepergiannya dalam diam.

“Ternyata, dia menarik juga. Gue harus bisa dapatin dia!” Gumam Natha. Tersenyum sinis.

***

Cindy menerobos masuk ke dalam kelas 11 Ipa 1. Yang merupakan ruang kelas Randa. Ia sudah tidak tahan menyaksikan perang dingin antara Randa dan Gilsha yang belakangan ini terjadi. Cindy sudah tidak tahan mendapati tingkah aneh sahabatnya. Dan lebih parahnya lagi, sahabatnya itu kembali membolos sekolah. Cindy sama sekali tidak terkejut dengan Gilsha yang membolos. Karna itu adalah pekerjaan sehari-hari sahabatnya itu. Tapi masalahnya, biasanya kalau Gilsha mau membolos. Cewek itu pasti akan menelponnya atau setidaknya memberi kabar. Tetapi kali ini Gilsha membolos tanpa memberinya kabar sama sekali. Cindy khawatir, dengan keadaan sahabatnya itu yang hilang bak ditelan bumi.

“Randa...Randa, mana?” teriak Cindy heboh. Membuat penghuni kelas 11 Ipa 1, itu sontak menyorakinya.

“Eh! Gue serius! Mana Randa?” tanya Cindy galak.

“Randa, gak ada! Gak tau kemana!” celutuk seorang siswa yang diketahui bernama Dion.

“Kemana dia?” tanya Cindy. Menatap Dion penasaran.

“Ck, udah dibilangin, gue gak tau. Masih aja nanya!” celutuk Dion. Yang dihadiahi pelototan tajam oleh Cindy.

“Santai, dong. Gitu aja, ngegas!” Bentak Cindy sewot.

“Ih, dasar nenek lampir!”

“Eh, apa lo, bilang? Lo, itu, kecebong!”

“Lo!”

“Lo!”

“Hmm, ada apa, nih. Ribut-ribut?” seru seseorang yang baru masuk ke dalam kelas.

Cindy sontak menoleh. Kemudian bernafas lega ketika mengetahui bahwa orang itu adalah Randa. Orang yang sedari tadi ia cari-cari keberadaannya.

“Randa! Omg! Untung lo, cepet datang. Kalau enggak, udah gue makan, temen lo, itu hidup-hidup!” seloroh Cindy sembari melirik Dion sinis.

“Randa. Hai, bro! Thank's udah datang. Kalau enggak, habis gue, digondol sama nih, nenek lampir!” balas Dion, menatap Cindy sengit.

“Stop! Berhenti buat bercanda!” tegas Randa. Kemudian melengos pergi menuju bangkunya.

Cindy memelotot kearah Dion. Kemudian memilih menyusul Randa.

“Randa, gue mau ngomong sama, lo!”

“Ngomong apa? Kalau gak penting, baik gak usah. Gue lagi males, soalnya!”

“Enggak! ini penting! Ini menyangkut lo, dan Gilsha!”

Mendengar nama Gilsha. Sontak Randa menoleh, menatap Cindy penasaran.

“Gilsha gak masuk sekolah. Dia bolos!”

Randa menghembuskan nafas. “Bukannya, itu emang hobi-nya?!”

“Enggak! Kali ini beda. Biasanya dia itu selalu hubungin gue, setiap kali mau bolos. Tapi, kali ini dia gak ada hubungin gue, sama sekali. Gue takut, terjadi apa-apa sama dia!”

“Kenapa, lo, malah ngomong ke gue? Gue kan, bukan siapa-siapanya!”

“Ck, gak usah munafik, deh. Gue tau, kalau sebenarnya, lo, itu suka sama Gilsha. Begitupun sebaliknya. Cuma, kalian itu sama-sama gengsi buat ngaku!”

Randa menghela nafas berat. “Gue gak tau!” Gumam-nya. Membuat Cindy memutar bola mata malas.

Bad Girls (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang