#5

113 19 1
                                    

"Hey bukankah kau bilang tadi ingin mengganti uangku?"

        Masih dilatarbelakangi taman kampus yang asri, Namjoon juga masih duduk bersama Jeongyeon yang sibuk mengunyah telur rebus pemberiannya. Tanpa takut kesedak atau takut kerongkongannya terlalu sempit untuk masuknya telur rebus itu, Jeongyeon terus memakannya dengan lahap. Telinga Jeongyeon sengaja ditulikan, sengaja tak mendengar pertanyaan Namjoon.

"Kau tidak mendengarku?" Jeongyeon mengerling malas. Dia lalu memandang Namjoon dengan sedikit jengah dan mulutnya yang penuh telur.

"Kaw mfikir aku puwnya uwwang (kau pikir aku punya uang)?" tanya Jeongyeon.

"Kau balas dengan jasa saja," kata Namjoon dengan tatapan serius ke arah Jeongyeon.

Ditatap dengan pandangan yang seperti itu membuat Jeongyeon sedikit takut. Jeongyeon langsung berpikiran bahwa Namjoon ini sedang mencoba merayu Jeongyeon agar ia mau diajak berbuat senonoh. Tentunya kalau seperti itu Jeongyeon tidak mau. Walaupun dia itu tidak memiliki apapun di dunia yang sekarang dia tinggali tapi setidaknya dia tak mau kalau sampai harus menjual harga dirinya.

Dia langsung menyilangkan tangannya di depan dada "Kau bukan ingin memakai...ku kan?" tanyanya ketakutan.

"Tentu saja aku ingin memakaimu. Kau mau?"

"Yak! Ini aku kembalikan telurnya. Kapan-kapan aku ganti uang milikmu yang kemarin, juga ongkos bayar bus kemarin. Aku tidak mau disogok dengan apapun demi menjual harga diriku."

        Namjoon langsung melempar asal sisa telur yang Jeongyeon berikan padanya. Marah dengan perkataan Namjoon membuat Jeongyeon membuka langkah lebar-lebar untuk pergi meninggalkannya tanpa ucapan pamit. Langkahnya terhenti begitu saja ketika tangan Namjoon menarik lengannya. Ketika pupil coklatnya bersibobrok dengan netra hitam milik lelaki bermarga Kim, terlihat jelas kalau ada cairan bening yang menggenang di bawah kelopak matanya. Tepisan kasar yang diterima dari gadis hijau itu membuat tangan Namjoon tersingkir begitu saja.

"Kau tahu, aku memang sendirian disini tidak mengenal siapa-siapa, aku juga tidak punya apa-apa. Tapi setidaknya aku tak mau kalau sampai aku harus menjual diriku sendiri demi mendapat kehidupan layak," papar Jeongyeon.

"Aish kau benar-benar bodoh. Kau jangan menangis, aku tidak akan bertanggung jawab kalau kau sampai menangis," kata Namjoon.

"Kau bahkan terus mencercaku seperti itu. Walaupun aku tokoh komik tapi aku juga seperti manusia pada umumnya, aku punya hati. Kau seenaknya menyakitiku padahal kau sendiri yang bilang kalau kita belum saling kenal, tapi kenapa kau sudah menyakitiku?"

Namjoon masih diam saja. Sangat menjengkelkan baginya berurusan dengan gadis hijau mint satu ini. Kalau bukan karena urusan pribadinya, Namjoon juga tak mau lagi berurusan dengan gadis bodoh di depannya yang tengah menangis keras dengan ingus yang terus keluar-masuk.

"Aish kau salah paham. Terserah kau itu tokoh komik atau bukan. Punya hati atau tidak. Yang jelas aku ingin meminta bantuanmu untuk menyelidiki anak tetanggaku yang hilang."

Cairan kental yang hampir menetes keluar dari hidung buru-buru Jeongyeon lap. Dia mengusap air matanya juga dengan lengan tangannya.

"Jadi kau tadi ingin meminta bantuanku soal itu?" Namjoon mengangguk malas. Jeongyeon menautkan dua jarinya ke depan dada dan memutar-mutar jarinya, menggigit bibirnya seolah dia ragu mengatakan sesuatu "anu sebenarnya...."

"Anu apa? Sebenarnya apa?" tanya Namjoon.

"Ak-aku tidak tahu bagaimana caranya jadi detektif. Itu kan hanya pengaturanku di komik, bukan karena aku berbakat jadi detektif. Jadi aku tidak bisa dan tidak tahu harus memulainya bagaimana. Lagipula, memikirkan caraku untuk bisa pulang ke duniaku saja aku tidak tahu apalagi harus memikirkan anak tetanggamu yang hilang juga," ujar Jeongyeon.

E V A N E S C E N TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang