5

8 2 0
                                    

🍃 Hasan & Safa
.
.
.
Di dalam perjalanan pulang Safa terus saja bercerita mengenai Gurunya, Marwah. Ia berceloteh bahwa gurunya itu baik, cantik seperti uminya dan terus memuji betapa lezatnya kue buatan gurunya.
'jika di lihat lihat lagi memang Marwah wanita sederhana dan cantik, sholehah, akhlaqnya sudah pasti baik,' dalam hatinya sebenarnya Hasan juga mengagumi sosok Marwah.
"Abi coba deh bronies buatan bu guru, pasti Abi suka," ucap Safa sambil menyuapi kue ke dalam mulut Abinya. Hasan mengunyah perlahan kue yang ia makan dan benar saja rasanya enak bahkan seperti kue buatan istrinya dulu.
"hmmmm, enak," ucap Hasan sambil tersenyum lebar menampakan sebagian giginya yang hitam karena cokelat yang menempel di beberapa giginya, sontak mengundang gelak tawa Safa. Merekapun tertawa bersama.

Sesampainya di rumah Safa kembali menceritakan Marwah pada eyangnya saat makan siang, ia mengadu pada eyangnya betapa baik, betapa cantik, betapa perhatianya Marwah pada dirinya. Hasanpun mengetahui betapa sukanya Safa kepada gurunya yang satu ini.
"Safa mau ngga kalo Bu guru Marwah jadi uminya Safa?," betapa terkejutnya Hasan dan Safa tatkala mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir eyangnya, senyum manis tersungging di bibirnya. Mereka bertiga saling beradu pandang.
"apa bisa bu Guru Marwah jadi uminya Safa?," Safa yang pertama kali menjawab dengan pertanyaan yang begitu polos. Sedangkan Hasan masih syok tk percaya dengan apa yang di tanyakan ibunya.
"tentu saja bisa, kalau Safa dan Abi mau," jawab eyang sambil melirik nakal ke arah Hasan, anak semata wayangnya.
"Safa mauuuu!," seru Safa dengan bersemangat. Senyum eyang langsung mengembang mendengar jawaban cucunya. Dengan kompaknya Safa dan eyang menatap Hasan dengan seksama. Hasan terlihat tampak kebingungan, ia tak tau harus menjawab apa. Ia memang mengagumi sosok Marwah, padahal baru beberapa kali mereka saling bertemu. Tapi untuk menjadikanya seorang istri dalam waktu yang begitu singkat ini Hasan belum yakin. Lagi pula ia juga tidak tau apakah Marwah menyukai dirinya atau tidak.
"ibu, apa ini tidak terlalu cepat?," tanya Hasan dengan sedikit gugup.
"apanya yang terlalu cepat? Ibu kan hanya bertanya mau atau ngga," jawab eyang sedikit menggoda Hasan. Dalam hati eyangnya merasa lega dan bahagia, sepertinya memang Hasan sedikit menaruh perhatianya pada Marwah. Eyang sendiri sebenarnya sudah mengagumi sosok Marwah semenjak pertama kali mereka bertemu waktu itu, tak di sangka cucunya juga menyukai Marwah.
Hasan yang mendengar ucapan ibunya jadi tersipu malu. Hasan pikir yang di maksud ibunya adalah untuk segera melamar Marwah, tenyata hanya pikiran Hasan saja yang terlalu jauh. Atau mungkin dirinya memang sedikit berharap demikin.

Di sepertiga malam, Hasan terbangun. Bergegas mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat sunah malam.
Dalam khusyuknya sholat ia meminta petunjuk pada sang pencipta perihal jalan hidupnya nanti, tak lupa ia selipkan do'a untuk wanita yang kini mulai mengisi hatinya. Kalau memang wanita sholehah tersebut adalah jodohnya mohon di perdekatkan kalau sebaliknya mohon di jauhkan agar tidak timbul kekecewaan yang mendalam dihati Hasan. Selesai berdo'a Hasan mulai meraih Al-qur'an di meja dan bertadarus sembari menunggu adzan subuh berkumandang.

Sementara itu tanpa sepengetahuan Hasan, ibunya telah merencanakan sesuatu untuknya. Ia terlalu khawatir, takut pabila Hasan memilih calon istri yang salah, mengingat banyak sekali kaum hawa yang mendekati anaknya. Kebanyakan yang mendekati Hasan adalah rekan kerjanya di kantor yang tak tau bagaimana cara memakai selembar kain untuk menutup auratnya. Eyang yakin ini adalah keputusan yang tepat dan ia akan segera melancarkan rencananya seorang diri.

Hanum, adalah seorang wanita yang cantik dan sholehah yang begitu di sayang oleh ibu mertuanya, apalagi Hasan ia begitu mencintai Hanum. Ia tak pernah meninggalkan jilbabnya walaupun di dalam rumah. Wanita yang ia persunting sekitar 6 tahun lalu.
Tak lama setelah mereka menikah, mereka di karuniai seorang anak. Seorang bayi perempuan yang mereka namai Safa. Lengkap sudah kebahagiaan keluarga mereka, namun tak lama kebahagiaan itu berlangsung. Hanum tiba tiba jatuh sakit, di saat usia anaknya belum genap berumur 2 tahun. Penyakit Hanum bukan penyakit biasa, ia mengidap kanker. Allah memanggil Hanum setelah berjuang selama satu tahun melawan penyakitnya.
Betapa terpukul hati orang orang yang Hanum tinggalkan saat itu. Hasan serasa kehilangan separuh nyawanya, ia lebih sering melamun. Namun kemudian ia sadar ada Safa yang harus ia rawat akhirnya perlahan lahan ia mulai bangkit kembali, menata hidup yang baru tanpa melupakan belahan jiwanya yang telah memberi kebahagian dalam hidupnya.
Banyak wanita yang terang terangan mendekatinya, mencoba mengambil hatinya namun kebanyakan dari mereka tidak pandai merebut hati ibu dan anaknya. Jika ibu dan anaknya berkata tidak, maka itupula yang akan menjadi keputusan Hasan.
Sampai akhirnya takdir mempertemukanya dengan Marwah, yang ajaibnya langsung di terima di hati anak dan ibunya.
Semoga saja Marwah adalah pilihan yang terbaik untuk keluarga kecil Hasan.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Ukhibuka FillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang