Asholattu khairumminannauummmm.....
Asholattu khairumminannauummmm.....
Adzan subuh membangunkanku dari tidurku, aku segera bangun bergegas mengambil air wudhu.
Ternyata Abah sudah menungguku di ruang sembahyang kami. Abah menunggui ku memakai mukena.
"sudah siap nak?," tanya Abah, setelah menoleh melihatku membentangkan sajadah.
"sudah bah, " jawabku sambil merapikan mukena yang ku kenakan.
Abah memimpin sholat subuh di depan dengan khusyuk, lantunan lantunan surah pendek yang keluar dari mulut abah begitu menenangkan hati walaupun suaranya kini mulai sedikit parau oleh karena usianya yang semakin senja.
Selesai sembahyang ku cium tangan abah. Abah mengusap² lembut kepalaku, Abah memang masih sering memperlakukanku seperti anak kecil. Selesai berdzikir dan berdoa, ku lepas dan ku rapikan kembali mukena serta sajadahku, kemudian ku letakan di atas rak kembali. Akupun bergegas menuju dapur untuk memasak meninggalkan Abah yang mulai membuka Al-qur'an kecil di tanganya. Dari dapur masih ku dengan sayup² suara Abah bertadarus.
Aku benar-benar bersyukur terlahir dalam keluarga yang memegang teguh prinsip agama, dari sejak aku dan kak Ardan berusia dini Abah sudah mengajari kami membaca iqraq sampai Al-qur'an. Menanamkan dalam diri kami prinsip agama islam dari dasar sampai yang mendalam. Maklum dahulunya Abah dan Umi sama sama lulusan pesantren. Oleh karena itu Abah dan Umi begitu teliti memilihkan pasangan hidup untuk anak anaknya.
Seperti kak Ardan, istrinya adalah seorang gadis dari salah satu teman Abah di pesantren dulu yang kini telah menjadi kyai di daerahnya. Abah dan Umi benar benar pandai memilihkan istri untuk kak Ardan, bagaimana tidak kak Maryam adalah seorang wanita yang sangat cantik parasnya, begitupula akhlaknya. Ia pandai dalam hal agama, ia juga pandai mengurus rumah, melayani suami dan mendidik anaknya, Fikri. Aku belajar banyak dari kak Maryam, aku juga berkaca dari dirinya agar menjadi seorang wanita yang sholehah dan menjadi seorang istri yang begitu berbakti pada suami beserta keluarganya.Abah masuk ke dapur tak lama setelah aku selesai memasak dan menyajikan sebakul nasi, sayur beserta lauk pauknya di atas meja makan. Ku ambilkan sepiring nasi untuk Abah.
"masakanmu ini persis seperti masakan Umimu, " Abah memuji cita rasa masakanku. Akupun tersenyum, aku tau mungkin sebenrnya Abah kangen sama Umi.
"Abah kangen ya sama Umi?, " gurauku sambil cengengesan.
"kalau Abah kangen sama Umi, kan tinggal ngliatin Marwah aja, Marwahkan cantik seperti masa mudanya Umi dulu, " lanjutku, menggoda Abah, aku sendiri agak geli mangataiku cantik.
"Umimu itu dulu lebih cantik, kamu itu tidak apa apanya, " sanggah abah meruntuhkan kepercayaan diriku.
"aahhh Abah mana pernah memuji anak gadis Abah, apalagi masalah paras," sungutku, berpura pura marah.
"Marwah, pujian itu memabukan, nanti kamu malah jadi besar hati," nasehat Abah.
"tapikan setidaknya memuji sesekali itu perlu bah," timpalku, masih dengan wajah yang bersungut sungut.
"ahahahhaaaa," abah malah tertawa melihat ku yang ngambek karenanya.
"sudah, sudah ngga usah ngambek, ayo di lanjut sarapannya kan kamu harus ngajar," ucap abah, sambil mengacak acak rambutku yang ku balut jilbab tipis. Akupun tersenyum dengan perlakuan abah.Sepertinya hari ini Abi Safa kembali telat menjemput putrinya, karena ia telah mengirim pesan di wa group kelas kami. Sesuai janjiku, ku hampiri Safa di taman yang tengah duduk menunggu Abinya.
"taaddaaaa... ," aku sengaja mengagetkanya dari belakang sambil menyodorkan kue brownis yang telah ku potong dan ku susun di kotak makan untuknya.
"brownisss.., " pekiknya gembira sambil menerima sekotak kue dari ku.
"terimakasih ya bu guru," ucapnya. Akupun duduk di sampingnya.
"Safa makan browniesnya di dalam saja sama bu guru ya, soalnya Abi agak terlambat sedikit njemput Safa," aku menjelaskan pada Safa, sembari mengajaknya menunggu di ruang istirahat. Sesampainya di dalam, ternyata sudah ada dua murid laki laki yang sedang bermain di dalam di temani oleh bu dewi yang sedang jadwal piket.
"safa mau kasih kuenya buat eyang sama Abi, boleh ya bu?, " tanyanya dengan polos. Kini ia memilih duduk selonjoran di atas karpet di sebelah tempat tidur sambil bersandar di tiang tempat tidur.
"tentu saja boleh, Safa boleh bawa pulang semua kuenya," jawabku dengan senang hati.
Kemudian Safa mengambil beberapa kue dari kotaknya, berjalan menghampiri teman temanya yang sedang bermain di pojok. Ia menyodorkan kue kepada teman temanya dan juga pada bu Dewi.
"terimakasih, ya Safa," ucap bu Dewi sambil mencubit pelan pipi Safa.
"yang bikin bu Marwah, bu. Enak bangett," ucap Safa sambil tersenyum ria.
"bu Marwah ini pinter banget bikin kue sih," timpal bu Dewi kepadaku.
"hanya sekedar hobi bu, dan kalo pas lagi ada pesenan aja," ucapku.Ku rapikan kembali kotak kue, ku taruh di sebelah tas Safa yang tergeletak di kasur. Ku lihat Safa sedang asyik bermain bersama teman temannya masih di dampingi oleh bu Dewi.
Aku berniat untuk kembali ke kantor sebentar untuk sekedar merapikan buku dan berkas berkas yang berserakan di mejaku. Kulihat langit begitu hitam, mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Ku dengar ada suara mobil yang masuk ke halaman TK, ku lirik sedikit lewat jendela, mobil putih berhenti di parkiran seketika itu pula hujan mulai turun dengan derasnya. Aku berniat mengambil payung dari tas untuk berjaga jaga kalau si pemilik mobil tidak membawa payung. Aku segera keluar dari kantor melangkah ke halaman. Ku sibakan payung ku dan setengah berlari menghampiri mobil tersebut dan benar saja samar samar ku lihat seorang lelaki keluar dari mobil sambil menutupi kepalanya dengan kedua tanganya, segera saja ku hampiri lelaki tersebut. Semakin dekat jarak antara kami semakin jelas pula wajah lelaki tersebut, entah mengapa aku sedikit gugup manakala mengetahui siapa gerangan yang tengah ku hampiri.
"Assalamualaikum.., " ucapku memberi salam padanya, sembari mencoba memayungi dirinya, sedikit berjinjit karena menyeimbangi dirinya yang tinggi.
"waalaikumsalam, " jawabnya, tanpa sengaja tangan kami bersentuhan tatkala ia mencoba mengambil alih gagang payung dariku. Kami saling berpandangan, sama sama terkejutnya. Cepat-cepat kutarik tanganku dan ku tundukan wajah ku. Betapa gugupnya kami saat ini.
"maaf, " ucapnya sembari menundukan pandanganya dan kamipun berjalan bersama di bawah satu payung sambil tetap menjaga jarak di antara kami. Sedikit ku tarik sisi jilbab ku agar tidak terlalu basah. Ku panggil Safa sesampainya di depan ruang istirahat.
"Safa, abi udah datang, "
Safa yang mendengar itupun lekas berlari meninggalkan dua temanya yang belum di jemput oleh orang tua mereka. Ia meraih tas dan menggendong tas tersebut di punggungnya, tak lupa ia juga membawa sekotak kue brownies dariku. Setelah mengucapkan salam pada Abinya, ia mencium tangan abinya di balas dengan kecupan penuh kasih sayang di dahi Safa oleh Abinya.
"yahhhhh hujan ya bi," Safa berkeluh kesah.
"Safa bawa saja payung ibu guru, biar Safa ngga kehujanan," tawarku. Sambil melirik payung yang tergeletak di samping Abinya.
"ibu guru gimana?, nanti kehujanan," ucapnya penuh simpati.
"ibu guru bisa menunggu sampai hujanya reda, lagipula rumah ibu ngga terlali jauh dari sini," jawabku meyakinkanya.
"tidak usah, lagi pula mobil kami hanya terparkir dekat dari sini," ucap Abi Safa, merasa sungkan.
"ngga papa pak, di bawa saja kasihan Safa nanti kehujanan," sanggahku.
"baiklah kalau begitu, kami pamit dulu, terimakasih atas bantuanya," akhirnya Abi Safa mengalah, kemudian berlalu pergi menerjang hujan bersama Safa di bawah payungnya.🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhibuka Fillah
RomanceCinta karena Allah, datang dari Allah dan kepada-Nyalah akan kembali. Takdir boleh mempertemukan adam dan hawa, namun takdir jg yg akan memisahkan keduanya.