2

11 1 0
                                    

Hazal bisa apa selain mengikuti kesepakatan ide gila menyambut perayaan hari valentine yang akan diadakan oleh para teman-teman pengurus OSISnya? Lagi pula semua sudah setuju, Hazal harusnya tidak mengeluh lagi dan berusaha menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Dia hanya masih tak habis pikir, ini sekolah, bukan tempat cari jodoh. Ya meskipun Hazal yakin di antara ratusan siswa di SMA Gemilang pasti ada satu dua siswa yang tujuannya ke sekolah tidak serius untuk menuntut ilmu, dari pada diam di rumah dan dimarahi orang tuanya misalnya.

Tapi masalah utamanya bukan itu sebenarnya. Penyebab utama wajah murung Hazal selama beberapa hari ini adalah Arni. Gadis itu menolak bicara dengan Hazal setelah kejadian rapat sepulang sekolah tempo hari. Arni semakin gencar mendekati Alan dan menjauhi Hazal yang memang dari awal pertemuan sudah sangat menyebalkan untuk Arni.

Pengurus OSIS kini sedang menghias kotak yang nantinya akan dipakai untuk mengumpulkan nama-nama siswa yang mendaftar untuk dibantu mencari pacar oleh para pengurus OSIS yang menjelma sebagai cupid.

Mata Hazal terus memperhatikan Arni yang ada di ujung ruangan dan berbincang dengan para pengurus OSIS lain. Di berbagai kesempatan, Hazal terus mencoba mendekat, mengajak gadis itu berbincang, agar setidaknya hubungan mereka bisa seperti biasa. Meskipun hanya dianggap teman oleh Arni, Hazal tak masalah asalkan Arni tak mendiamkannya seperti sekarang ini. Lagi pula Hazal juga tidak pernah menyatakan perasaanya yang sudah ada sejak seleksi pengurus OSIS dimulai kepada Arni. Jadi jangan salahkan Arni kalau dia tidak menganggap Hazal lebih dari seorang teman sepengurus OSIS.

Tatapan mata Hazal semakin menajam. Tangannya dengan asal menggerakan gunting pada kertas yang dipegangnya saat Alan datang dan bergabung dengan gerombolan Arni. Entah membicarakan apa, yang jelas Arni terlihat tertawa dan sesekali memukul pelan bahu Alan. Pemandangan yang begitu menyakitkan di mata Hazal kala Arni bisa tertawa hanya dengan melihat muka datar Alan.

"Yah! Rusak, deh!" Inez merebut paksa kertas dan gunting dari tangan Hazal. Melihat kertas yang harusnya digunting mengikuti pola kini mala hancur karena tangan Hazal mengguntingnya asal. Dia melirik Hazal dengan sebal. "Lo nggak bisa apa kerja yang bener? Disuruh ngelem nggak mau, ngunting nggak becus!" Sungut Inez. Merasa diabaikan, dia mengikuti tatapan mata Hazal. Lalu mengangguk-angguk mengerti apa yang telah membuat cowok di depannya itu menggenggap gunting dengan sangat erat.

"Kalo suka... ngomong, Zal. Dia mana tau perasaan lo."

Sontak ucapan Inez yang sedikit lirih itu membuat Hazal memelototinya.

"Apa? Gue tau lo suka sama Arni, nggak usah boong!" Ujar Inez santai sambil menggunting-gunting kertas. Mengabaikan tatapan Hazal yang bagai samurai ingin menebas mulutnya.

"Sok tau lo!" Hazal kembali merebut gunting dan kertas dari tangan Inez.

"Yee... gue emang tau lo suka sama Arni, udah, jujur aja. Atau..." Inez sengaja menggantung kalimatnya dan menggerling jahil kepada Hazal. Sontak membuat Hazal mengalihkan tatapan dari kertas dan gunting yang dipegang laki-laki itu.

"Atau apa?!"
"Atau gue bilangin sama Arni kalo lo suka dia." Satu kedipan jahil Inez dibalas tatapan mata tajam dari Hazal.
"Berani ngomong, gue gunting mulut lo!" Ancam Hazal sambil mengangkat gunting di tangannya. Tidak membuat Inez takut, justru membuat gadis pendek itu semakin tersenyum lebar dan alis naik turun dengan jahilnya menyenggol bahu Hazal untuk sekali lagi menggoda laki-laki itu.
"Berarti... bener, kan, lo suka sama Arni?"
"Berisik lo!" Ketus Hazal pada akhirnya memilih pergi dan membantu Sora di sudut lain ruangan. Inez hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala melihat Hazal berlalu. Yang sebebarnya adalah Inez sudah beberapa kali mengatakan kepada Arni bahwa Hazal menyukainya. Tapi Arni tidak percaya, melihat Hazal selalu bertingkah menyebalkan kepadanya.

Peri CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang