"Ya iyalah, kencan. Lo pikir ngapain gue ngajakin lo ke sini? Nantangain SMA Bakti Mulya tawuran? Udah cepetan, udah di tungguin dari tadi!" Hazal menarik lengan Dahayu. Dia berencana membuatkan Dahayu kencan dengan salah satu pengurus OSIS SMA Bakti Mulya, kenalannya saat ada pertandingan olahraga persahabatan dengan SMA Gemilang beberapa waktu lalu.
"Nggak mau." Dahayu merengek. Entah mengapa dia menjadi takut dan ingin nangis, padahal Hazal hanya akan memperkenalkan dia dengan kenalannya, bukan mengajaknya tawuran. Tapi Dahayu merasa dirinya seperti akan dijual kepada mafia.
"Kita udah sampe sini dan lo nggak mau ketemu dia? Nggak! Nggak bisa gitu!" Hazal terus menarik pergelangan tangan Dahayu. Gadis itu sekarang terlihat seperti anak kecil yang diseret Ibunya untuk pulang dari tempat main PS.
Bagaimanapun tenaga Hazal tetaplah lebih besar. Dia berhasih menyeret Dahayu masuk ke dalam kafe barulah melepaskan tangan gadis itu. Matanya memindai seisi kafe, berusaha mencari orang yang sudah janjian akan bertemu dengannya.
"Hai, bro." Hazal menepuk bahu salah satu pengunjung kafe, bersalaman. Seolah sudah kenal lama dengan cowok di hadapannya.
"Udah lama lo? Sorry banget ya soalnya tadi ada rapat OSIS dulu sebelum pulang." Hazal tentu tidak mau bilang bahwa yang membuat kedatangannya terlambat adalah Dahayu sendiri.
"Nggak kok, santai aja, gue juga belum lama." Cowok itu mengibaskan tangan. Tanda tidak keberatan habis dibuat menunggu.
Hazal mengangguk lalu melirik Dahayu yang masih berdiri di samping meja di antara mereka.
"Eh iya, kenalin ini Dahayu." Hazal meliriknya tajam. Mengisyaratkan untuk menyodorkan tangan pada kenalannya. Tadinya Hazal berniat menginjak kaki Dahayu, beruntung sebelum itu terjadi, cowok itu menyodorkan tangan lebih dulu.
"Arif,"
"Dahayu," balasnya singkat. Cepat-cepat menarik tangannya kemudian menunduk kembali. Tapi mata Hazal memerintahkanya duduk melalui pelototan. Akhirnya Dahayu mengambil tempat di samping Hazal."Btw, dia ini yang gue bilang sering nanyain lo."
Dahayu sontak menatap Hazal dengan mata lebar hampir keluar. Apa-apaan, orang baru kenal juga batinya tidak terima.
"Oiya?" Arif melirik dan tersenyum ke arah Dahayu.
"Iya, dia minta-minta kontak lo terus, maksa-maksa minta dikenalin juga."
Baru Dahayu ingin menjawab yang sebenarnya, Hazal sudah lebih dulu mengatakan kebohongan lain.Dahayu melotot horror. Dia menggeleng kuat tak menyetujui ucapan Hazal sambil sedikit menyenggol kakinya. Dia terlalu malu untuk dijadikan bahan kebohongan seperti itu.
"Nggak kok, itu aww_" Pembelaanya terputus saat kakinya di bawah meja diinjak oleh Hazal. Hazal juga memelototinya tajam, seolah dari pelototan itu Hazal mengancam; Diem! Atau gue cincang lo!
"Khehe... biasa lah, lo tau sendiri kan, cewe itu gengsinya tinggi."
Dahayu semakin melotot horror membiarkan sekali lagi Hazal menjual namanya. Dia ingin menenggelamkan dirinya di laut selatan saat Arif melihatnya dengan senyuman.
"Oiya, gue ke atas dulu ya." Sebelum Hazal bangkit menuju roof top kafe, dia sempat-sempatnya berbisik mengancam Dahayu untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.
Dahayu sekarang tinggal berdua dengan Arif. Setelah memesan minuman, hening melanda dengan Arif yang masih memperhatikan dengan senyum geli melihat Dahayu yang menunduk malu-malu.
"Jadi... lo tau gue dari mana?" Arif memecah keheningan.
Dahayu mengangkat wajahnya yang tertunduk. Mulutnya terbuka untuk mengatakan kebohongan Hazal, namun terkatup lagi mengingat ancaman peri cinta itu. Nyatanya setelah minum tenggorokannya masih kering untuk sekedar menjawab pertanyaan Arif. Berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Arif, Dahayu tidak bisa improvisasi. Kalaupun Hazal memberikannya dialog, Dahayu tetap tidak bisa bersandiwara di depan Arif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cinta
Teen FictionSebelum hari valentine tiba, kamu harus menemukan cinta pertamamu. Kalau tidak, peri cinta akan membantumu menemukannya.