5• Pesan Pertama

4.3K 458 128
                                    

[LIMA]


SUDAH sejak Syanala mendapatkan perawatan dari seorang dokter dan perawat, Al tak lepas memandangi gadis berwajah cantik itu. Memperhatikan tiap jelas bagaimana perubahan ekspresinya atas pengobatan yang tengah ia terima.

Sesekali dahinya berkerut, mungkin masih merasakan sakit setelah seorang suster memberikan obat agar lukanya tak terinfeksi.

Memilih duduk disebuah tempat tidur kosong yang keberadaanya cukup dekat dengan posisi Syanala.

"Dia tidak apa-apa, hanya goresan kecil yang memerlukan satu jahitan." lapor seorang dokter yang juga merupakan teman dari Ayahnya, "Ngomong-ngomong siapa dia? Kekasih kamu?"

Hampir saja terbatuk karna tebakan tiba-tiba itu, Al jelas menggeleng, "Bukan, Dok. Temen."

Jawaban yang dihadiahi sebuah tepukan singkat dibahu kokoh Al, "Jangan panggil, Dok. Panggil saja Om. Kamu sudah Om anggap seperti anak sendiri, Al."

Hanya dapat menyunggingkan senyuman tak enak kala kenyataan itu berkali-kali diingatkan kepadanya, "Iya, Om. Makasih banyak karna udah mau luangin waktunya untuk ngobatin temen Al."

"Apapun, jangan sungkan minta tolong kalau ada lagi yang kamu butuhkan, ya? Om tinggal dulu, masih harus memeriksa pasien lain."

Kembali menganggukan kepalanya sopan saat laki-laki berjas itu beranjak dari posisinya. Meninggalkan dirinya dan gadis dengan lilitan perban pada bagian kakinya seorang diri setelah selesai mendapatkan perawatan.

"Udah gak pa-pa?"

Manik hazel itu sempat terbuka, sebelum kembali terkatup kala mendapati Al duduk tepat disampingnya. Memandanginya dengan intens yang kini tengah 'melanjutkan ambekannya' yang belum usai.

"Maaf--" sekali lagi, Al meminta dengan nada hampir memohon, "Gue udah kelewatan, gue akuin itu."

Ada sedikit tarikan napas yang dapat Al lihat dengan jelas. Namun nyatanya, sosok itu masih juga bungkam di tempatnya.

"Gue bakal lakuin apapun yang lo minta, asal lo maafin gue."

Dan sekali lagi, apapun yang Al pikirkan nyatanya berbanding terbalik dengan keadaan yang dirinya hadapi. Karna saat tubuh Syanala kembali pada posisi duduk, mengahadapnya, tak ada lagi wajah menyeramkan yang tadi menghiasi gadis itu.

"Gak perlu, aku udah maafin." jawab Syanala akhirnya, kedua tangannya ia pergunakan untuk merapihkan bagian rambutnya yang terurai. Menjadikannya satu dalam ikatan.

"Tangan kamu, gak pa-pa?" sembari melirikan maniknya ke arah punggung tangan Al yang membiru akibat lepasnya jarum infus secara kasar, gadis itu bertanya.

Bagian mana yang seharusnya ia khawatirkan adalah tumitnya yang baru saja mendapati satu jahitan. Belum ditambah luka-luka yang menghiasi sikunya. Jadi siapa yang seharusnya mengkhawatirkan siapa disini?

"Gak pa-pa, udah dicek juga sama dokter tadi."

"Tapi itu biru." tunjuk Syanala tak mau kalah.

"Tumit lo robek." ikut Al.

"Cuman satu jaitan."

"Emang gak sakit?" ditanya seperti itu, sudah jelas membuat Syanala menimang sebelum anggukan kepala terlihat dirinya beri.

"Sakit."

"Terus kenapa khawatirin orang?"

"Karna kamu pasien, dan itu," tunjuk Syanala menggunakan jarinya, "Pelipis kamu robek dan keliatannya lebih dari tiga jaitan. Jadi kamu yang harusnya dikhawatirin."

Serein [Spin Off 3 Novel Shanin's Diary]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang