7. Tanda Bahaya

18 2 0
                                    

          Sehari sebelum pemberangkatan, sepulang dari pertemuannya dengan yang lain. Ghina merasakan hal yang aneh dalam dirinya. Nalurinya mengatakan untuk tidak pergi mendaki gunung lawu. Hal itu sampai terbawa kedalam mimpinya. Di dalam mimpinya mengatakan bahwa ketika mendaki, ia dan teman-temannya diikuti oleh sesosok makhluk yang kemudian membuat mereka semua tersesat. Namun, ia tetap berpikiran jernih dan tidak mau memikirkan hal yang tidak-tidak apalagi rencana ini seharusnya mengasikkan.

          Paginya, ketika mereka semua sudah berkumpul di stasiun, mereka memilih rute untuk naik kereta menuju Kota Solo. Ada beberapa stasiun di Kota Solo, tetapi stasiun tujuan mereka adalah Stasiun Purwosari. Dari Purwosari, mereka harus menaiki bus sebanyak 2 kali untuk sampai di Tawangmangu. Setelah itu, mereka juga harus menaiki mobil angkutan umum untuk sampai di salah satu jalur pendakian Gunung Lawu yaitu Cemoro Kandang. Pemilihan Cemoro Kandang sebagai jalur pendakian yaitu karena jalur ini di dominasi dengan medan yang landai meskipun harus memakan waktu yang lebih lama dibandingkan jalur Cemoro Sewu. Namun, jalur Cemoro Kandang ini selalu di gadang-gadangkan dengan jalur yang cukup seram. Entah kenapa, namun hal itu tak membuat mereka mengurungkan niatnya untuk mendaki gunung lawu ini.

          Sesampainya di Cemoro Kandang, mereka beristirahat di warung kopi untuk sekedar makan siang dan bercanda-canda ria karena ketika sudah mulai masuk lebih dalam, maka tidak ada lagi candaan yang ada hanyalah sebuah rintangan yang menghadang.


          "Eh kita mulai jalan yu, keburu ke sorean nanti keburu gelap" ajak Arga.

          "Hayu kita jalan yu, udah gakuat nih pengen ketemu pocong, heheeee" sambung Putra yang membuat orang-orang di warung kopi menoleh ke arah mereka dengan pandangan yang aneh.

          "Putra, coba sih kalo ngomong tuh di jaga, kita ini mau masuk kedalem hutan, kalo terjadi apa-apa gimana!" jawab Adinda dengan ketus.


          Namun, di tengah-tengah perbincangan itu Gilang memperhatikan Ghina yang sedari tadi terus memperhatikan kedalam hutan, yang membuat Gilang dan yang lainnya kebingungan.

          "Ghin, lagi liatin apa sih? perasaan dari tadi lu liat ke arah hutan mulu" tanya Gilang.

          "Iya nih, liat apa emang?" lanjut Arga.

          "Eh ngga kok, gaada apa-apa. Yu kita berangkat yu keburu gelap nanti" jawab Ghina.

          "Yaudah yuk kita jalan" ajak Arga yang kemudian memulai perjalanan.

Lorong GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang