Akhirnya Tara bisa bertemu dengan ponsel kesayangannya lagi, ponsel yang dibelinya dengan susah payah demi kelancaran hobinya stalking seseorang.
Tara tidak berhenti menatap layar ponselnya sementara ibu jarinya menari-nari di atas touchscreen tersebut. Entah berapa kali Tara mengusap layar ponselnya ke atas dan ke bawah.
"Siapa sih Kak Ken? Jangan-jangan dia suka bergaul sama cewek-cewek sexy." Tara meletakkan telunjuknya pada dagu, ia mengingat kembali seperti apa foto model yang tidak sengaja ditampilkan pada layar proyektor saat di aula. Tara mencari foto cewek di akun Instagram milik Ken tapi tidak ada satupun.
"Mungkin dia tukang rias." Leni tiba-tiba berseru, ia mengerti keresahan hati sahabatnya.
"Mana ada tukang rias batu kayak gitu." Tara geleng-geleng, jika tukang rias identik dengan orang yang ramah dan mudah bergaul maka Ken bukan orang seperti itu.
"Tahu ah, mending aku mikirin apa itu keripik cacar sama permen serigala." Leni melihat keluar jendela, ini sudah hampir sampai di rumah nya.
"Dih itu aja nggak tahu." Tara menjulurkan lidahnya mengejek Leni.
"Emang apa?" Leni melihat Tara penasaran.
"Traktir aku dulu di Starbuck." Tara nyengir.
"Emoh!" Semprot Leni.
"Ya udah, bakso aja bakso." Tara memegangi lengan Leni agar tidak turun terlebih dahulu sebab bus yang mereka tumpangi sudah sampai di halte kawasan rumah Leni.
"Nggak!" Leni berusaha melepaskan tangan Tara. "Lagian kan kamu yang kerja kenapa aku yang dimintain traktiran."
"Aku mintain tanda tangan Kak Ken deh." Ceplos nya, Leni langsung terdiam menimbang-nimbang tawaran Tara.
"Boleh juga." Leni segera mengeluarkan buku MOS miliknya serta satu lembar seratus ribuan pada Tara. "Awas nggak dapet." Ancam nya sebelum turun dari bus.
Tara nyengir lebar dan meneriakkan kata terimakasih pada Leni yang sudah turun dari bus. Tara segera mengantongi uang seratus ribu tersebut.
Ponsel Tara berdering, tertulis nama Leni di layar ponsel nya.
"Baru aja turun udah kangen." Tara segera menempelkan ponsel pada telinganya untuk menjawab telepon dari Leni.
"Eh kamu belum kasih tahu keripik cacar sama permen serigala ya." Suara Leni sedikit kabur oleh suara kendaraan di sekitarnya tapi Tara bisa mendengarnya dengan jelas.
"Ya elah, peyek sama permen Fox gitu aja nggak tahu."
"Hah, segampang itu?" Leni tidak percaya tapi jika dipikir masuk akal juga. "Kenapa mereka pake kode-kode gitu sih, bikin ribet."
"Udah, sekarang karena kamu udah tahu sekalian bawain aku peyek juga sama permen Fox nya."
"Aku kan udah kasih uang."
"Itu buat tanda tangan." Tara nyengir lagi walaupun Leni tidak bisa melihat seringai jahil dari sahabatnya itu.
"Ya udah iya!" Telepon terputus.
Tara senang bukan main karena ia tak perlu repot-repot mampir ke penjual pecel untuk membeli peyek dan membawa permen merek serigala itu.
Tara segera turun di halte dan berjalan kaki sedikit untuk sampai ke Tunjungan Plaza. Rasanya sudah lama sekali Tara tidak pergi ke Plaza sekedar main-main seperti remaja pada umumnya. Selama liburan pasca kelulusan Tara memilih untuk mulai bekerja di cafe dekat Tunjungan Plaza.
Jam digital di ponsel Tara menunjukkan pukul 1 siang, itu berarti ada 1 jam sebelum ia masuk kerja, masih di cafe yang sama. Keluarga Tara terbilang golongan menengah ke bawah, Papa nya sudah meninggal sejak ia duduk di Sekolah Dasar sementara Ibu nya memiliki warung makan sebagai penunjang hidup mereka. Jika Tara tidak bekerja, maka ia hanya akan menghabiskan uang Mama nya untuk membeli makanan dan paket Internet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stalker
Teen Fiction"Kenapa kamu ngikutin aku?" Ken membalikkan badan menatap tajam pada perempuan yang mengenakan seragam persis sepertinya. "Ng...." Tara menggigit kuku-kuku nya sendiri, panik karena telah tertangkap basah membuntuti Ken, sang ketua OSIS di SMA Nusan...