[HNS - Bagian 4]

5.4K 364 33
                                        

Kim Taehyung – Seoul, 17:45 p.m.

Mau tidak mau, Nadine bersama denganku di dalam mobil dan harus menunggu sampai Seulgi pergi. Pasalnya, tugas Nadine dan Jimin harus dikumpulkan esok pagi dan tidak boleh telat. Jika mereka telat mengumpulkan tugas, maka mereka akan mengulang pelajaran yang sama di semester depan.

Dan mau tidak mau, Nadine harus tetap bersamaku. Setidaknya sampai Seulgi pergi dari apartemen.

Kami berdiam-diaman di mobil.

Aku tidak tahu bagaimana cara memulai percakapan dengan wanita. Terlebih lagi wanita galak seperti Nadine ini. Tapi, ya aku harus berbicara dengannya.

Aku memulai pembicaraan dengan basa-basi menanyakan, “kau lapar, tidak? Kita sudah menunggu di sini lama sekali. Mau mencari makan terlebih dahulu?”

“Tidak.”

“Ei, Nadine, ayolah, kita makan terlebih dahulu.”

“Tidak—” dan tepat saat itu, aku mendengar suara gemuruh dari perutnya. Aku terkekeh, sementara Nadine justru mendecak sebal dan ia menghela napasnya. “Oke, oke, aku lapar.”

Aku menaikkan alisku dan menatapnya. “Oke. Jadi, mau makan apa?”

“Terserah. Apapun.”

“Aku lapar, sih.” Ujarku. “Dan berhubung di sini tidak ada makanan, bagaimana jika aku memakanmu saja?”

Nadine menoleh padaku dan ia kembali mendecak. “Jalankan mobilnya dan pergi ke kafe terdekat di sini atau kubunuh kau sekarang juga,”

“Oke, santai saja, dong. Aku kan hanya bercanda saja.”

Aku menyalakan mesin mobilnya, lalu kami bergegas pergi untuk mencari makan di kafe terdekat apartemen. Selama di jalan, Nadine tidak ada henti-hentinya membolak-balik kertas di tangannya.

Bahkan saat kami sampai di kafe dan memesan makanan pun, dia tetap sibuk menulis sesuatu—yang sepertinya tugasnya. Dia sangat mempedulikan tugasnya, ternyata. Sampai-sampai dia mendiamiku seperti ini.

Aku mendecak sebal. “Taruh dulu tugasnya, dong. Ajak aku bicara atau apa gitu.”

“Tidak mau.”

“Nadine—”

“Bisakah kau diam? Tugasku harus dikumpulkan besok. Aku akan sangat mengapresiasi jika kau menutup mulutmu dan membiarkan aku mengerjakan tugasku.”

Aku menaikkan alisku. “Jadi, kau berani membantahku, ya? Kan sudah kubilang tadi. Kalau sekali saja kau melawan perintahku, aku akan membocorkan semuanya pada Seulgi.”

“Katakan saja. Bocorkan saja semuanya.”

“Benar, ya?”

“Iya,” jawabnya tanpa menatap ke arahku.

Aku segera mengeluarkan ponselku dan aku menghubungi nomor Seulgi. “Oh, halo, Seulgi.” Seketika Nadine menatap ke arahku dan wajahnya berubah menjadi ketakutan. “Sebenarnya tidak ada apa-apa. Hanya saja—”

HALF NIGHT STANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang