Sore mengjelang malam, senja yang elok perlahan hilang di gantikan malam yang dingin dan angin yang sejuk.
Zifana dan kedua sahabatnya duduk di teras di temani dengan sosis naget yang ia beli di tetangganya. Sederhana sihh tapi tidak mengurangi rasa hangat dalam dinginya malam.
Meskipun hatinya masih bersedih atas meninggalnya sang Ayah tapi ia mencoba bangkit , ia tak ingin terlalu sedih karena Allah tidak suka yang berlebihan
Sedih boleh tapi jangan berlebihan.Kini dengan sepiring naget dan tiga gelas teh hangat menemani Zifana dan kedua sahabatnya.
"ehhh haluu lo punya kerupuk gakk?" tanya Kiyaa.
"haluu jidat lo kendor!" sewot Zifana.
"yakan nama lo F A N A di baca HALU" Kiya terkekeh melihat Zifana kerumah mengambil kerupuk di dalam rumah, menurut Kiya mengusili sang sahabat adalah kesenangan tersendiri.
"EH HALU SEKALIAN MINTA SAOS" teriak
Weni."ambil sendiri, magadir banget deh!" ketus Zifana.
"magadir apaan?" tanya Weni.
"Manusia Gak Tua Diri!"
"Bangcat lo sama temen sendiri perhitungan"gerutu Tiya.
"gue mager elahhhh ambil sendiri "keluh Zifana.
"ambil di kulkas aja dibagian bawah" lanjut Zifana.
"emang buat apa sih minta saos" tanya Kiya setelah melihat Weni datang dengan membawa sebotol saos dan sepotong buah di tanganya.
"sumpah yaa, tadi minta saos tapi buah nyempil di tangan"ucap Zifana.
"kasian buah lo meronta-ronta minta di makan tadi" jawab Weni.
"itu sih mau lo"sahut Kiya.
"halah sirik aja tantenya cimoy, ambil aja buah di kulkas" perintah Weni.
"sumpah yaa kalian yang punya rumah siapa yang berkuasa siapa" gerutu Zifana.
"jangan gitu fan, kasyan ntar kuburan lo sempir karena medit sama kita" kata Weni dan di angguki semangat dari Kiya.
"biarin gue takutnya kalau kuburan gue lebar kalian ikut masuk kedalam" balas Zifana.
"dihh gue sih ogahh" jawab Kiya.
"gue juga ogahh"tambah Weni.
"kiliin bicit imit"
"ini nihh mahluk astral nyasar di bumi"
"bocah edan" lama-lama Zifana jdi kesal sendiri meladeni ucapan kedua sahabatnya. Diam-diam Zifana mengelus dada pelan dan beristigfar kesalahan apa dulu hingga mendapatkan sahabat yang membuat emosinya naik turun seperti ini.
"napa lo ngelus dada, dada kayak telur ceplok aja di elus" ucap Kiya yang bikin keki sesaat.
"percaya yang dadanya kayak gunung Bromo mah"balas Zifana ketus.
"bentar lagi meletus tuh gunung kalau kegedean" nahh kalau gini Weni paling pro dalam kemesuman haqiqi.
"lo kira balon yang meletus"balas Kiya tak terima.
Zifana diam melihat perdebatan di depanya dengan di temani sepiring nanget yang anget di tambah semilir angin malam menambah kesejukan di malam ini. Ia terlalu bodoamat ntar juga berhenti sendiri kalau capek berdebat yang terpenting yaitu makan.
Gak makan ntar mati trus nagetnya mubazir kan kasyan."dihhh bagi dong nangetnya jangan lo embat semua bege!" tuh kan salah lagi tadi aja nangetnya di anggurin dan milih kerupuk giliran nangetnya dimakan malah di rebut. Anda sehat gerutu dalam hati.
"salah sendiri tadi di anggurin" tukas Zifana.
"tapi yaa inget temen kali, kita beli ini patungan lo jangan maruk jadi orang" nahh kan salah lagi.
"yodah sih tinggal makan napa banyak bacot" sewot Zifana.
"gimana mau makan orang piringnya lo kekepin gitu"omel Kiya sedangkan Zifana hanya nyengir memperlihatlan gigi kelincinya.
Beginilah persahabatan Zifana dan Kiya serta Weni dengan penampilan apa adanya tanpa rekayasa. Berkumpul di rumah salah satu dari mereka bercanda tawa dengan guyonan receh yang mereka miliki. Semoga saja kehangatan itu tidak luntur sekalipun. Yaa semoga saja.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z I F A N A
Teen FictionJangan lupa tersenyum di setiap keadaan meskipun sedih melanda. Jangan lupa tertawa meskipun air mata tak kunjung reda. Jangan lupa beryukur karena rezeki, jodoh dan maut sudah di atur. Jangan menangis karena masih ada alasan untuk tersenyum. Jan...