Kamar rawat inap nomor 177 itu masih terlihat sepi pagi ini. Hanya ada seseorang yang menghuninya, pasien itu sendiri.
Ana sudah terbangun sejak subuh tadi, matanya sepertinya tak ingin berkompromi lagi untuk tidur. Ana mengutak-atik ponsel genggamnya.
Ana membuka galeri fotonya.
Diantara banyaknya potret dirinya, disana satu foto menarik perhatiannya.
Potret yang hanya menampilkan sosok punggung tegap. Gambaran diri yang terlihat dari belakang. Ana tau jelas siapa pemilik punggung ini. Dirinya lah yang mengambil foto itu.
Sosok potret dia. Orang yang hingga detik ini masih mengisi hatinya.Lamunannya terhenti ketika terdengar suara pintu terbuka.
Revan dan mamanya berjalan mendekatinya. Mamanya langsung memeluk dirinya erat." Apa yang kau pikirkan saat mengemudi? " tanya Mama Ana
" Ana baik-baik saja, ma " Ana tak kalah erat memeluk mamanya. Pandangannya sudah buram, air mata sudah menumpuk dipelupuk matanya. Ana tak kuat jika harus memandang Mamanya kali ini. Membuatnya mengingat kejadian kemarin, kejadian yang membuat dirinya disini.
Revan yang berdiri tak jauh dari ranjang rumah sakit Ana semakin bingung. Ada sesuatu yang janggal disini. Terlebih lagi saat Ana terisak dipundak Mamanya.
Dia tak akan bertanya untuk sekarang, diam menjadi pilihannya saat ini. Revan lebih memilih keluar kamar. Mungkin mereka perlu waktu privasi.
Ana melepaskan pelukannya. Ana tersenyum getir.
"Jangan pernah kau ulangi lagi. Kau membuat Mama khawatir." Mamanya mengusap-ngusap puncak kepalanya.
Ana mengangguk mengiyakan."Tidurlah. Mama akan menjagamu disini." pinta Mamanya
Ana menuruti perintah Mamanya, berbaring dan menutupi dirinya dengan selimut. Mamanya masih mengusap puncak kepalanya, membuat dirinya lambat laun tertidur.
***
"Alvan.." panggil seorang gadis berambut hitam sebahu itu
Alvan yang mendengar panggilan itu berbalik menatap dengan tatapan tak percaya
"Ba.. Bagaimana kau bi.. bisa ada disini?"
"Kenapa memangnya? harus ya kau seperti orang kehabisan kata-kata? tak suka melihatku disini?" gadis itu mengerutkan keningnya tak suka
"Bukannya begitu. Aku terkejut! Ah sudahlah. Aku mau pergi saja." Alvan berbalik pergi lagi meninggalkan gadis yang sedah menahan senyum dibibirnya
Hal terakhir yang Alvan tahu, gadis itu sedang pergi berlibur mengunjungi Paman dan Bibinya yang ada di Singapore. Tapi hari ini gadis itu tiba tiba mengejutkan Alvan dengan kehadirannya dikampus.
Bagaimana Alvan tidak kesal?
Tadinya Alvan baru saja ingin pulang sehabis mata kuliah dosen yang tak di inginkannya. Rasanya seperti hampir mati kebosanan.
Alvan tak habis pikir bagaimana bisa gadis itu tak memberitahunya sama sekali. Alvan tak suka dengan keadaan seperti ini.Ah tapi apa bisa?
Selama ini apa bisa seorang Alvan Mahesa Pratama tak menyukai sesuatu dari seorang Alexa Rifani?
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible
Teen FictionSenyumnya membuat hatiku berdesir hangat. Tatapan lembutnya, aku ingin dia menatapku seperti itu. Tawanya, aku ingin menjadi alasannya. Aku hanya ingin selalu berasa disampingnya, bahkan kadang perasaan ingin memiliki juga terlintas dibenakku - Anas...