Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali sehingga penglihatannya terlihat jelas sekarang.
Ruangan bercat putih, kamar rumah sakit.
Ia masih merasa pusing. Rasanya kepalanya ingin pecah saat itu juga. Ia tak tau kenapa dirinya berakhir terbaring di ranjang rumah sakit saat ini. Ia mengedarkan pandangannya, matanya tertuju pada seseorang laki-laki yang berbaring disofa dengan lengan menutupi wajah.
Ia berusaha mengira-ngira siapa yang sedang menungguinya selama dirinya tidur.Seolah sadar diperhatikan, sosok laki-laki itu menolehkan kepalanya dan menatap dirinya.
"Revan" gumamnya
"Kau tau? Kau tertidur 24 jam, Anastasya" ucap Revan
"Kau disini?" tanya Ana
"Lalu yang kau lihat di depan matamu ini siapa? Kau pikir hantu?" ucap Revan sarkastis
Ana mendengus mendengar sahutan Revan yang menyebalkan, ia mengalihkan pandangannya.
"Okay okay. Baiklah. Maafkan aku" Revan bangkit dari sofa dan berjalan menuju ranjang rumah sakit. Revan mengambil tangan kanan Ana dan menggenggamnya. Ana masih tak mau menatap mata Revan.
Revan meremas genggamannya ditangan Ana membuat Ana akhirnya menatap bola mata Revan yang berwarna coklat itu.
"Kau tak mau bercerita?" tanya Revan lembut
"Nanti" jawab Ana enggan
"Kapan?" desak Revan lagi
"Entahlah. Aku hanya tak sanggup. Kau tau lah bagaimana aku.
Ah... sudahlah" Ana mengalihkan pandangannya lagi."Baiklah" Revan menyerah. Ia melepaskan genggaman tangannya pada Ana. Sekarang ia sudah kembali berbaring di sofa yang ada diseberang ranjang rumah sakit memainkan ponsel genggam nya.
Ana menarik selimutnya dan mulai memejamkan matanya. Ia berbalik memunggungi Revan.
Revan yang tadi berbaring kembali bangkit berjalan menuju ranjang rumah sakit. Revan mengusap-usap kepala Ana."Kau tau? Aku mengkhawatirkanmu. Kau tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Semua orang mencarimu. Semua orang khawatir" ucap Revan
Ana yang belum tertidur itu rasanya ingin sekali mendengus dan tertawa keras-keras kala mendengar, semua orang mencarinya.
Tapi ia masih ingin mendengarkan perkataan Revan selanjutnya."Kau tak harus lari. Jangan seperti ini lagi. Kau tak sendiri,Ana. Aku masih disini. Bersamamu" ucap Revan lagi
Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Ia tau, ia harus bercerita tentang ini semua. Hanya saja. Dirinya belum siap untuk mengutarakannya. Mengingatnya saja membuat dadanya sakit. Bagaimana jika ia harus menceritakannya?
Lamunannya terhenti kala Revan mengecup puncak kepalanya dan pergi dari kamar rumah sakit ini.
Sebenarnya Revan tau, Ana belum tidur sama sekali. Ia hanya ingin memberi tau kalau dirinya ada untuk Ana. Ia harus bisa membuat Ana menganggap dirinya ada. Ia harus bisa membuat Ana membagi masalahnya, duka laranya. Bukan hanya rasa bahagianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible
Ficção AdolescenteSenyumnya membuat hatiku berdesir hangat. Tatapan lembutnya, aku ingin dia menatapku seperti itu. Tawanya, aku ingin menjadi alasannya. Aku hanya ingin selalu berasa disampingnya, bahkan kadang perasaan ingin memiliki juga terlintas dibenakku - Anas...